Bab 2. Buka Email Tengah Malam, Interview Pagi Buta

1279 Words
Catatan penting buat diri sendiri: Jangan buka email setelah jam dua belas malam kalau kamu tipe manusia yang gampang kepikiran. Atau kalau di inbox-mu ada nama perusahaan tempat kakak dan gebetan terlarangmu kerja. Aku kira hidupku akan lanjut seperti biasanya: rebahan, scrolling lowongan kerja yang ujungnya tidak kulamar karena butuh portofolio kreatif—yang jelas tidak aku punya—dan menyetel playlist lagu yang bukan dinyanyiin Daffa biar otak istirahat dari memikirkan tentang dia. Tapi tepat pukul 00:17 dini hari, aku melihat ada notifikasi email masuk yang ternyata mereka kirim sejak pukul lima sore tadi. Subject: Invitation for Initial Interview – Arkana Digital Group From: recruitment@arkanadigital.co.id Aku langsung terbangun setengah sadar, lalu duduk tegak. Arkana Digital Group. Tempat Raka bekerja. Tempat Daffa bekerja. Tempat Adit bekerja. Tempat teman-teman kakakku bekerja. Aku segera meng-kliknya. Membaca pelan-pelan isi pesan itu sampai akhirnya mataku semakin terbuka lebar. Mereka meminta aku melakukan interview online besok... jam 09:30 pagi. Besok. Itu artinya... nanti pagi. Ya Tuhan. Padahal aku benar-benar hanya iseng-iseng saja melamar kerja di perusahaan itu. Aku buru-buru buka w******p dan mengirim pesan pada seseorang. [Dindin] Me: DINIIIII, PLEASE... GUE DAPET UNDANGAN INTERVIEW DI TEMPATNYA KAK RAKA BESOK PAGI. GIMANA INI???? Dini: Lah! Jadi lu beneran masukin lamaran di sana? Me: Niat gue Cuma iseng doang. Tapi kok ya mereka seriusin. T_T Dini: Mungkin udah rejeki lu di sana. Coba aja dulu. Me: Apa yang harus gue siapin? Ini perdana gue dapet panggilan interview. Ya Tuhan... Gue bingung sendiri. T_T Dini: Pakai baju yang gak bakalan bikin kakak lu ngamuk. Sisanya serahin sama Allah. Me: Maksud lo apa? Baju apaan? Dini: Semi formal, tapi masih manusia. BUKAN PIYAMA LUPINUS LO ITU -_- Oke. Fokus. Napas. Aku segera set alarm untuk lima kali: 06:30, 06:45, 07:00, 07:05 untuk cadangan, 07:07 untuk cadangannya cadangan. Aku mau tidur. Sebentar. Benar-benar mau tidur. Tapi sayangnya, dalam pejaman mata, otakku malah tertuju pada satu orang. Daffa. Apa Daffa tahu tentang interview ini? Dan ternyata jawabannya... Ya. Daffa tahu. Karena tepat pada pukul 00:42 tiba-tiba ada notifikasi DM i********: masuk. Aku segera membukanya. [Daffa Aldiansyah] Jangan panik, ya. Tim HRD orangnya santai-santai kok. Tips dari aku sih kamu siapin contoh project kampus yang selalu kamu banggain itu. Awali semuanya dengan doa. Good luck, ya, Nay. Aku menatap layar sampai ponsel auto-dim. Daffa tidak hanya tahu. Dia bahkan mendoakan aku. Dan dia sepertinya sangat yakin aku bisa. Kenapa sih laki-laki itu selalu jadi alasan utama insomniaku kambuh? *** Ternyata aku bangun setelah alarm keempat berbunyi. Maaf, 06:30, 06:45, dan 07:00, kamu berjuang sia-sia. Mama bahkan sudah siapkan sarapan nasi uduk—entah karena kebetulan atau karena Raka sudah memberitahu Mama jadwal interviewku. Kakakku sendiri sudah siap dengan kemeja kerjanya, sedang makan sambil memainkan ponselnya, seperti tidak peduli pada hal apapun di sekitarnya. “Jam berapa interviewnya?” tanya Mama to the point. Ternyata benar, Mama sudah tahu tentang interviewku. Dan ini pasti dari Raka. “Jam setengah sepuluh, Ma. Interview Online dulu katanya. Screening awal.” Raka mendongak. “Tenang aja. Perusahaan gue nggak pernah nindas bocah ingusan kaya lu kok.” ‘Yang bakalan nindas gue tuh pasti lo, apalagi kalau lihat gue deket-deket sama Daffa.’ Aku menggerutu dalam hati, tapi wajahku menampilkan senyum lebar. Aku tidak mau merusak hari bersejarahku ini hanya karena Raka. “Doain gue, ya, Kak. Semoga lancar interviewnya,” kataku basa-basi. Raka hanya melirik sebentar, mengangguk, lalu kembali menikmati sarapannya. Sedangkan Mama, segera menghampiriku dan merapikan kerah kemeja yang kupakai. “Ma, udah rapi, kan?” tanyaku pada Mama sambil menunjuk wajahku. Aku pakai kemeja putih, blazer tipis, rambut dicepol rapi setengah, dan make-up tipis: bedak, mascara, lip tint. Karena Dini bilang, aku tidak boleh terlalu polos, karena aku bukan anak kuliahan lagi. Mama mengangguk. “Udah. Cantik kok anak Mama.” Aku tersenyum tipis. “Mama juga jangan lupa doain aku, ya, Ma. Semoga lancar interviewnya.” “Pasti dong, sayang.” Mama pun menarik kursi dan duduk di kursinya. “Sekarang habiskam sarapan kamu, setelah itu bersiap untuk interview onlinenya. *** Tepat pada pukul 09:27, aku sudah login ke aplikasi Zoom. Background putih polos. Lampu ring kecil menyorot ke wajah supaya terlihat cerah. Semua aman… sampai aku sadar nama yang tampil adalah: NAYLA_LOKER_BORONGAN. Nama meeting Google Meet kemarin yang belum sempat aku ganti. Cepat-cepat aku menggantinya sebelum HR berganung. Dan... Nyaris. Tepat pukul 09:30, zoom pun dimulai. Yang melakukan interview online denganku ada dua orang HR, Bu Sari dan Pak Kevin. Seperti yang mereka sebutkan saat perkenalan pertama. Benar kata Raka, mereka ramah. Beberapa pertanyaan yang ditanyakan perihal skripsi, organisasi kampus, dan kenapa tertarik apply posisi Junior Content & Community. Aku jawab sejujur-jujurnya: karena aku memang suka menulis. “Kalau diterima, kamu keberatan nggak kerja hybrid? Dua sampai tiga hari dalam seminggu ke kantor?” tanya Bu Sari. Aku geleng. “Tidak keberatan. Saya siap. Kebetulan juga dari lokasi kantornya dekat dengan rumah.” Mereka saling melirik, seperti ada ceklis yang terlewati. Lalu… “Oh iya, kamu referral dari Daffa Aldiansyah, ya? Kami dapat catatan rekomendasi singkat. Dia bilang kamu cepat belajar,” kata Pak Kevin. Aku seketika membeku. Benar-benar diam. Senyumku bahkan goyah, dan otakku mendadak tidak bekerja. “E… iya. Maksudnya… dia teman kakak saya. Sering lihat dia kerja. Ya... Begitu.” Cepat belajar? Sejak kapan Daffa menilai aku sebagai wanita yang cepat belajar? Kapan dia lihat aku belajar? Aku Cuma pernah bantuin dia debug Excel sebentar karena rumus SUM-nya terbalik! Itu saja! Tidak ada yang lain lagi. Interview pun selesai. Mereka bilang hasilnya akan keluar maksimal dalam H+3 hari setelah interview online. Tapi dalam hatiku, aku yakin, kalau Daffa sudah bicara kepada mereka, mungkin H-nya tidak akan sampai satu hari? Seyakin itu aku jika tentang Daffa. *** Setelah selesai interview, aku berbaring terlentang sambil menatap langit-langit kamar. Entah kenapa badanku rasanya sakit semua. Padahal aku tidak melakukan kegiatan apapun sejak tadi. Sampai akhirnya bunyi notifikasi pesan terdengar. Saat aku melihat, rupanya Raka menge-tag aku di grup w******p keluarga besar dari Almarhum Papa dan Mama. [Kerajaan King Hadian] Mama: Nayla interview di Arkana Digital Grup, ya. Semangat anak hebat. Raka: Doa dari gue semoga semuanya lancar. Bude Ani: Klo sudah gajian jangan lupa makan-makan, ya. Heboh. Padahal aku baru tahap awal. Aku biarkan saja mereka ribut. Dan hanya berselang beberapa menit, notifikasi DM i********: pun masuk. [Daffa Aldiansyah] Gimana interview tadi? [Nanay] Deg-degannya masih berasa. Kayanya aku banyak gagap pas jawab saking gugupnya. [Daffa Aldiansyah] Gak apa-apa. Yang penting kamu udah jujur. HR suka yang jujur. Nanti kalo lanjut tahap 2 (user), aku kabarin, ya, Nay. Tahap 2? User? Aku langsung scroll ke bawah. Dia kirim emotikon gitar bahkan tanpa aku membalas pesannya lagi. Sumpah, aku benar-benar sedang tidak bisa berpikiran jernih sekarang. Apalagi setelah membaca pesan dari Daffa. *** Dan seperti yang dikatakan Daffa siang tadi, panggilan Tahap User ternyata datang lebih cepat dari pada paket Same-Day. Bagaimana tidak, tepat pada pukul 16:05 sore di hari yang sama, email kedua datang. Subject: User Interview Invitation – Arkana Digital Group Schedule: Besok, 10:00 WIB – Onsite. ONSITE. Aku terdiam. Lalu kembali membacanya dengan mata membulat. Onsite? Di kantor Arkana Digital Grup ? Itu berarti… aku bakal satu gedung sama Raka. Sama Daffa? Aku segera keluar kamar sambil membawa laptop, berlari menuju ruang keluarga. Di sana, Mama sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Aku segera memberikan laptop itu supaya emailnya dibaca oleh Mama. “Yaudah, besok kamu berangkat bareng Kakakmu aja,” kata Mama tanpa menanyakan terlebih dahulu, aku mau atau tidak. Raka yang ternyata baru saja pulang bekerja dan beristirahat sejenak di ruang tamu langsung menyahut, “Iya, gue anter. Sekalian berangkat ke kantor besok.” Seketika aku menunduk lemas. ‘Raka... Kenapa lo selalu nimbrungin urusan gue?’ ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD