Sore itu, aku terbangun dengan malas, badanku seperti di gebukin rasanya. “Kamu sudah bangun?” Tanya suara Brandon dengan perlahan. ”Berapa lama aku tidur?” Tanyaku lagi. ”Lumayan.” Jawaban yang membuatku ragu, hingga aku melirik ke arah jam di pergelangan tanganku. Seketika mataku membesar. ”Brandon! Sudah jam enam sore. Semua orang sudah pulang kantor berarti? Wilda gimana?!” Tanyaku kelabakan. Aku tidak tahu rumah Wilda. ”Aku sudah menyuruhnya pulang. Tenang saja, kalau kau tak ada tempat tinggal, kau bisa tinggal di tempatku…” ”Jangan gila kamu! Kamu pikir aku mau se gampang itu tinggal dengan laki-laki?” Gerutuku kesal. ”Aku tidak mengatakan kita tinggal di satu tempat. Kamu aja yang otaknya ngeres dari dulu.” Ketus Brandon lagi kesal. ”Kamu please deh. Stop bahas dulu-dulu m

