Bab 5 Tantangan Untuk Gaby

1317 Words
Seminggu setelah pertandingan di Surabaya. Tentang Chandra tak ada cerita lanjutan lagi. Gaby kembali pada hari-hari cerianya. Dirinya cukup berbahagia ketika tabungannya bertambah isi, tropi dan medali baru menghiasi lemari kaca di ruang keluarga rumahnya. Hari itu mama tampak bahagia dan bangga. Begitu juga Manda dan Mbak Asya yang mendapat oleh-oleh istimewa dari Gaby. Siang pulang sekolah, awan mendung menghiasi langit di luar sana. Gaby duduk konsentrasi di depan Hasta. Seorang cowok anggota baru di klub catur yang baru beberapa hari ini bergabung dengan mereka. Cowok itu seorang pindahan dari Jakarta, bersekolah di satu sekolah paling elit di Kota Malang, tampan tetapi agak songong terlihat dari sikapnya. Melihat gaya cuek Gaby sepertinya dia tertantang untuk bisa mendapatkan hati gadis itu. Menurutnya pasti nggak susah untuk mendapatkannya, karena sesuai dengan yang dia dengar, Gaby adalah seorang player yang suka ganti-ganti cowok. Pemikiran Hasta, gadis macam itu pasti akan mudah takluk dengan kemewahan dan penampilannya. Cukup dengan PDKT sebentar pasti dia sudah akan jatuh ke dalam pelukannya. Sikap cueknya itu pasti hanya strategi jual mahal saja, sebuah kepalsuan supaya dia nampak berharga tinggi. Dengan kepercayaan diri tinggi beberapa hari ini Hasta mencoba mendekati Gaby, dari cara yang paling halus sampai dengan cara terang-terangan mengatakan suka pada gadis itu. Namun nyatanya Gaby berikut hatinya bergeming. Hingga akhirnya siang ini Hasta melontarkan tantangan pada Gaby. "Gab, aku dengar kamu beberapa kali menang kejuaraan catur, kemampuan kamu patut di perhitungkan, boleh dong aku tantang kamu dengan sebuah taruhan." Gaby hanya cuek menanggapi tantangan Hasta barusan. Menghadapi cowok macam Hasta yang penasaran padanya adalah hal biasa bagi Gaby. "Gab, jangan cemen lu, jawab dong tantangan gue," keluarlah logat asli Hasta yang sejujurnya mulai panas hati menghadapi sikap Gaby. Udah nggak ada lagi istilah manis Aku-Kamu seperti sebelumnya. Meta dan Rega yang sedang bersama Gaby menoleh cepat pada cowok itu. Gaby akhirnya ikut menoleh jengah pada cowok yang di rasanya sangat ngeyel. "Taruhan apa yang kamu mau, Ta?" tanya Gaby akhirnya. "Kalau lu kalah, lu harus mau jadi gadis gue," ucap Hasta tanpa basa basi. Namun ternyata itu tak mengubah sikap Gaby, dia tetap santai dan cuek. Tanpa banyak bicara Gaby berjalan menuju ke sebuah bangku tempat biasanya di pakai untuk mengasah kemampuan taktik catur anggota klub di situ. Menyiapkan pion dan menunggu Hasta datang mendekatinya. Gaby menerima tantangan itu. “Kamuy akin?” bisik Meta dan Gaby hanya mengangguk perlahan. Baru saja akan di mulai pertandingan taruhan Hasta dengan Gaby, seorang teman mereka masuk ruang dan mendekat. Membisikkan sesuatu di telinga Gaby hingga gadis itu mendengus sebal. “Ta, bentar ya, aku keluar dulu. Kamu main dulu aja sama Rega, aku ada perlu membereskan sesuatu, jangan khawatir kasih tiga puluh menit dan aku pasti balik ke sini terima tantangan kamu,” ujar Gaby cuek kemudian berdiri dan beranjak meninggalkan Hasta yang hanya ternganga. Rega yang tanggap melihat ke arah Iwan teman yang membisikkan sesuatu di telinga Gaby tadi dan dari gerak bibir Iwan, Rega membaca kata “Zidane” begitupun Meta yang segera meloncat dari duduknya menyusul Gaby yang sudah berjalan sendiri menuju luar. Gaby menatap diam seseorang yang berdiri bersandar city car mahal berwarna putih itu. Zidane memang anak orang kaya, tapi di awal dahulu bukan kekayaannya yang membuat Gaby begitu menyukai cowok itu, tapi lebih karena Zidane pintar dan atlit karate kebanggaan sekolahnya. Mereka satu sekolah tetapi tidak satu kelas. Dan semenjak insiden putus mereka, Gaby sangat malas menemui Zidane. Di sekolah Gaby menghindarinya, tapi nggak bisa dia lakukan jika di klub catur seperti saat ini karena dia sungkan dengan senior-seniornya jika membuat keributan. “Sayang … “ sapa Zidane yang mengembangkan senyumnya. Gaby diam tak memberikan respon, bahkan ketika Zidane mendekat dan mengusap sayang kepalanya dia hanya diam. “Kamu lupa aku bukan pacar kamu lagi?” tanya Gaby dengan nada dingin. “Sayang, jangan begitu, sudah aku katakan aku tak pernah mau putus dari kamu.” “Jangan bertele-tele, Zi, cepat katakan apa yang ingin kamu katakan karena aku hanya punya waktu sebentar untuk menemui kamu.” Zidane terdengar mendesah, dahulu dirinya begitu bahagia ketika banyak temannya mengatakan bahwa seorang Gaby mengidolakannya. Hingga tanpa perlu banyak bersusah payah dia berhasil mendapatkan hati gadis cantik berpenampilan cuek dan seringkali membuat cowok penasaran itu. Rekor Gaby yang seringkali terdengar sering berganti pacar justru membuatnya tertantang memiliki gadis itu, sampai dia rela memutuskan segera Emilda ceweknya pada saat itu yang belajar di sekolah lain begitu ketahuan selingkuh tanpa memberinya kesempatan untuk membela diri. Di awal Zidane merasa bahwa memiliki Gaby adalah kebanggaannya, yang bisa menjadi pelipur lara dan pelariannya dari penghianatan Emilda, namun seiring hari yang dia jalani bersama Gaby dia menjadi tahu bahwa gadis ini sesungguhnya sangat istimewa. Label player yang tersemat pada nama Gaby dia tahu jelas apa penyebabnya, tak seburuk yang orang sangka-kan. Namun kesalahan fatal dia perbuat ketika suatu kali Emilda merengek memintanya bertemu kemudian merayunya kembali dan banyak berkata manis penuh permohonan maaf. Hingga hatinya yang jujur masih belum sepenuhnya melupakan Emilda menerima setiap sikap manis gadis mantannya itu bahkan ketika dengan bahagia Emilda mencium pipinya sama persis seperti ketika mereka masih pacaran. Satu kesalahan besar ketika dia tak mengetahui bahwa Emilda mengartikan bahwa mereka balikan dan entah bagaimana caranya momen itu terabadikan dalam sebuah jepretan kamera yang di gunakan Emilda untuk memperbarui status mereka di akun sosmed biru di tambahkan tagging ke akunnya sendiri hingga terbaca cepat oleh Gaby. “Sayang, saat itu kamu hanya salah paham, kamu tahu kan Emilda mantan aku dan aku jelas nggak akan balikan sama dia, aku hanya cinta kamu.” Gaby terdiam sesaat seolah menimbang apa yang di sampaikan oleh Zidane. “Aku hanya cinta kamu, percaya sama aku, Sayang. Aku mohon.” Kali ini Gaby menjawab cepat. “Aku nggak bisa, Zi, di awal komitmen kita sudah tersebutkan bahwa hanya ada kita tanpa ada orang lain di antara hubungan kita. Aku tahu Emilda mantan kamu, tapi aku nggak yakin dia akan hadir di tengah hubungan kita hanya sekali kemarin.” “Gaby, please kamu berfikir jernih, jangan emosi.” “Zi, sudahlah, dari mata kamu dan tatapan Emilda ke kamu, aku tahu kalian belum saling melupakan atau benar-benar saling melepaskan. Jadi biarlah aku yang mengalah.” “Gab, jadi kamu nggak mau memperjuangkan hubungan kita?” “Buat apa, Zi? jika aku memperjuangkan hubungan kita, maka wajah cantik Emilda itu sekarang sudah hancur penuh dengan luka dan plester di mana-mana, kamu rela seperti itu? aku tidak sedang emosi, Zi, jika aku emosi maka hal seperti itulah yang pasti aku lakukan.” Mata Zidane nampak berkaca, dia terlanjur menyukai gadis di depannya. Gadis unik yang sungguh berbeda dengan Emilda-nya yang manja dan bak ratu dalam sikapnya. Dia menyukai kesederhaan Gaby, sikap apa adanya gadis itu, keterbukaannya, keterusterangannya dan … ah, pokoknya segala hal pada diri Gaby yang menurutnya tampak istimewa. “Maafkan aku, Zi, waktuku habis untuk menemui kamu, temanku menunggu. Berbahagialah kembali dengan Emilda, aku rela.” Zidane hampir saja meraih Gaby ketika Meta meloncat di tengah-tengah mereka. “Pulanglah, Zi, jangan ganggu Gaby lagi,” ujar Meta sambil mengangguk perlahan, sesungguhnya dia tak tega melihat wajah sedih Zidane saat ini, tapi dia tahu cowok ini telah berbuat salah dan dirinya lebih menyayangi dan mementingkan hati sahabatnya. Meta segera menyusul Gaby yang berjalan masuk, merangkul bahu gadis itu yang menoleh sekilas dengan mata dan hidung memerah. Di apa-apain juga Gaby hanyalah tetap seorang gadis yang cukup rapuh hatinya, bisa menangis dan sedih saat putus cinta. Sungguh berbeda dengan sikap tegarnya pada hari itu ketika memutuskan Zidane dengan segera. Meta hanya mengelus lembut pundak sahabatnya, berusaha memberinya ketenangan. “Semua akan selalu baik-baik saja seperti kemarin, kan?” bisik Meta yang di balas anggukan oleh Gaby. “Bagus udah kembali, gue kira elo bakal ingkar,” sapa Hasta yang sepertinya sungguhan bernafsu mengalahkan Gaby begitu gadis itu dan Meta kembali ke hadapannya. “Aku bukan tipe orang yang suka ingkar janji,” jawab Gaby sambil menempatkan tubuhnya di depan Hasta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD