Regan seketika membuka mata dengan nafas memburu. Sebulir keringat dingin pun menetes melewati pelipis. “Re? Kau baik-baik saja? Ada apa?” Salwa memperhatikan Regan yang wajahnya tampak pucat. “mimpi buruk?” Regan berusaha mengumpulkan kesadaran. Rupanya melihat ayah Mara mengangkat parang untuknya hanyalah sebuah mimpi. Meski begitu, ia tak bisa berhenti memikirkannya sekarang. “Apa kita hampir sampai?” tanya Regan pada sang ibu. “Belum, baru setengah perjalanan. Tidur saja lagi, nanti kalau sudah sampai ibu akan membangunkanmu,” jawab Salwa. Dibutuhkan waktu kurang lebih 3 jam perjalanan menuju rumah orang tua Mara dan sekarang mereka baru menempuh setengahnya. Regan menjatuhkan punggungnya pada jok dan mendongak sambil memijit pangkal hidungnya. Mimpi barusan kini mengganggu pi