Terlihat nama kontak Adinda di layar ponsel milik mas Bastian. Untuk apa Adinda menelpon mas Bastian malam-malam begini. Sejak kapan mereka saling bertukar nomor telepon di belakangnya? ya Allah semoga saja dugaannya salah. Tidak mungkin mereka menjalin hubungan asmara dan mengkhianati dirinya. Saat dia akan mengangkat panggilan teleponnya, tiba-tiba mas Bastian muncul dari arah belakang dan langsung merebut ponselnya.
"Beraninya kamu menyentuh ponselku! " bentak mas Bastian membuatnya melonjak kaget ketakutan.
"M.. mas maafkan aku, bukannya aku lancang ingin mengetahui privasi yang ada di ponselmu. Tapi kenapa Adinda menelponmu malam-malam begini mas? apa hubungan kalian berdua? sejak kapan kamu dan Adinda bertukar nomor ponsel mas? " tanya Andini tidak ingin cepat berburuk sangka pada suaminya dan ingin memastikan bahwa dugaan di hatinya itu salah.
"Tentu saja itu urusan pekerjaan! jangan pernah kamu sentuh ponselku tanpa izin dariku lagi atau aku akan mematahkan tanganmu itu! " mas Bastian kembali membentaknya dengan kasar. Andini sudah kebal menerima semua perkataan dan perlakuan kasarnya. Itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. Setelah mengatakan itu, mas Bastian kembali keluar dari kamarnya dan membanting pintunya lebih keras dari sebelumnya. Andini hanya bisa mengelus d**a dan terus beristighfar melihat tingkah laku suaminya yang tidak kunjung berubah dari hari pertama mereka menikah sampai sekarang.
Apa perusahaan papanya sedang bekerja sama dengan perusahaan mas Bastian? tapi masa Adinda harus menelpon di luar jam kerja? Andini menggelengkan kepalanya, dia harus bersikap tabayyun dulu. Jangan sampai kesalah pahaman ini merusak rumah tangga dan hubungan persaudaraannya dengan Adinda. Bisa jadi itu memang masalah pekerjaan yang mendadak makanya Adinda terpaksa menelpon mas Bastian malam-malam begini.
***
Pagi harinya Andini menyiapkan sarapan pagi seperti biasa dan menyajikannya di atas meja makan. Setelah itu dia mengambil nasi goreng yang sengaja disisakan olehnya sedikit di atas kuali penggorengan dan menaruhnya ke atas piring. Jika tidak demikian, dia sudah dipastikan tidak bisa sarapan karena mas Bastian dan keluarganya jarang menyisakan sedikit nasi dan lauk untuknya setelah mereka makan.
Lalu setelah itu dia duduk di lantai dapur dan membaca doa terlebih dahulu sebelum menikmati sarapannya. Selesai makan tak lupa dia mengucapkan rasa syukur kepada Allah karena masih diberikan nikmat menyantap makanan yang lezat ini meski hanya sedikit saja porsinya.
"Andini! cepat kemari!" panggil Mayang mama mertuanya.
"Iya ma! " sahut Andini seraya berlari tergopoh-gopoh menghampiri mama mertuanya yang ada di depan halaman rumah.
"Andini kamu itu t***l apa hah?! kenapa baju mama jadi pudar begini warnanya?! " tanya mama Mayang seraya memperlihatkan baju branded miliknya yang sudah pudar warnanya di hadapan Andini.
"Astaghfirullah, maafin Andini ma. Andini gak sengaja mencampur baju ini dengan yang lain dan memasukkan deterjen yang salah ma, " pekerjaan pagi ini begitu banyak. Pagi-pagi sekali Andini harus mencuci baju, bersih-bersih rumah dan memasak untuk satu keluarga di rumah ini. Mungkin baju itu tak sengaja dia masukkan bersama baju-baju yang lain saat mencucinya pagi tadi.
Mama Mayang melemparkan baju yang pudar itu tepat di depan muka Andini. " Kamu itu teledor sekali Andini! kamu tau baju itu harganya sangat mahal! kamu mau kerja jadi babu sebulan saja gak akan cukup untuk mengganti baju itu! dasar menantu kagak becus! harusnya Adinda saja yang menantuku! dia sangat cantik, pintar, berbakat, dan juga memiliki karir yang jelas! mama nggak akan malu kalau ngajak dia pergi arisan atau jalan-jalan. Kalau mama ngajak kamu jalan yang ada mama malah mendapatkan malu punya menantu dekil seperti kamu! masih untung mama nampung kamu di rumah ini. Harusnya mama bujuk Bastian buat menceraikan kamu saja! menantu tidak berguna kamu! sana pergi lah! mama muak melihat wajahmu itu! "
Mata Andini berkaca-kaca karena kembali mendapatkan perlakuan kasar dari mama mertuanya itu. Bibirnya bergetar menahan air matanya agar tidak jatuh saat itu juga. " Maafkan Andini ya ma. Andini janji tidak akan mengulanginya lagi. "
Setelah mengatakan itu Andini kembali ke belakang sambil membawa baju milik mama mertuanya yang sudah pudar warnanya. Saat menjemur baju ini pagi tadi, dia tidak memperhatikan bahwa warnanya sudah memudar seperti ini. Wajar jika mertuanya marah besar karena baju ini seharga dengan dua motor beat.
Matanya melirik ke arah meja makan yang kotor dan berantakan. Secara reflek dia menarik nafas panjang saat melihatnya. Namun dia tetap ikhlas menjalani semua pekerjaan ini tanpa mengeluh sama sekali. Baginya keluarga mas Bastian adalah keluarganya juga.
Sejak masih dia kecil dia tidak pernah tau siapa orang tuanya yang sebenarnya. Baginya keluarga angkatnya dan keluarga mas Bastian adalah anugerah yang Allah berikan untuknya. Jadi dia tidak pernah mengeluh meskipun sikap mereka kurang baik padanya. Dia yakin suatu saat nanti sikap mereka akan berubah seiring berjalannya waktu. Seperti jarum jam yang selalu berdetak setiap detiknya, dia sangat yakin di detik berikutnya, mas Bastian dan keluarganya akan mencintai dan menyayanginya.
TING
Selesai berberes-beres, terlihat ada pesan masuk dari mas Bastian di layar ponselnya. Wajahnya berubah cerah karena jarang-jarang mas Bastian mengirimkan pesan atau menelponnya selama 3 tahun mereka berumah tangga. Dengan tidak sabar, dia langsung membuka kotak pesan dari suaminya itu.
Malam ini bersiap-siaplah, aku akan mengajakmu ke pesta ulang tahun perusahaan temanku~ Mas Bastian.
Apakah Andini tidak salah lihat? mas Bastian mengajaknya pergi ke pesta perusahaan temannya malam ini. Akhirnya hari yang dia tunggu-tunggu telah tiba. Dia langsung ke kamarnya untuk mencari gaun pesta yang pantas dipakainya malam nanti. Di lemari ada dua baju gamis yang cocok dan sering dia pakai ke kondangan. Dia tidak ingin mempermalukan mas Bastian di pesta perusahaan temannya. Jadi malam nanti dia harus berdadan secantik mungkin dan memakai gamis warna hitam ini.
Malam harinya...
Andini menatap ke cermin melihat penampilannya sudah rapi dengan mengenakan gamis hitam yang melekat di tubuhnya lengkap dengan pasmina hitam yang menutupi mahkota rambutnya. Tak lupa dia memoleskan bedak tipis dan lipstik merah agar wajahnya tidak terlalu pucat. Setelah itu dia turun ke bawah menemui mas Bastian yang sudah menunggunya disana.
Mas Bastian terlihat sedang duduk di ruang keluarga sambil memainkan ponselnya. Saat melihat Andini turun dan menghampirinya, wajahnya kembali berubah menjadi dingin.
"Kamu serius memakai baju itu? kamu itu mau ke pesta atau mau ke pengajian? " sindir mas Bastian.
"Kenapa mas?apa gamisnya jelek? aku sering memakai gamis ini ke kondangan mas, " tanya Andini mulai tak percaya diri saat mendengar sindirannya.
Mas Bastian berdecak kesal. "Yasudah cepatlah kita hampir telat. " Mas Bastian bangkit dari duduknya lalu berjalan mendahului Andini keluar rumah. Sementara Andini harus berlarian menyusulnya dengan susah payah karena dia memakai sepatu hak tinggi sampai ke mobil.
Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, mas Bastian melajukan mobilnya sampai ke sebuah rumah mewah. Mas Bastian turun lebih dulu tanpa membukakan pintu mobil untuk Andini. Andini kembali menyusul mas Bastian setelah turun dari mobil.
"Mas, tunggu aku mas! " panggil Andini seraya berlari mengejar suaminya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah mewah itu. Namun mas Bastian tidak menggubrisnya dan memilih menyapa teman-temannya yang lain. Disana juga ada Adinda adik tirinya. Adinda mendekati mas Bastian dan memberikan kecupan hangat di pipinya tepat di depan mata Andini.
Kenapa Adinda mencium pipinya mas Bastian? apa kecurigaannya itu benar kalau mereka diam-diam memiliki hubungan spesial di belakangnya? pada malam itu Adinda juga menelpon mas Bastian, tidak mungkin di tengah malam Adinda menghubungi untuk membahas masalah pekerjaan.
"Kak Andini, " sapa Adinda seraya berjalan mendekatinya. Adinda malam ini terlihat sangat cantik dengan mengenakan gaun pesta yang seksi berwarna merah cerah. Belahan dadanya yang besar terlihat hampir mencuat dari balik gaun tersebut.
"Adinda kenapa kamu beraninya mencium pipi mas Bastian? kamu tau kan dia itu suamiku? " tanya Andini dengan mata berkaca-kaca.
"Ya ampun kak, kakak cemburu ya? maaf kak itu hanya ciuman biasa tidak usah dimasukkan ke dalam hati. Ayo nikmati pesta ini kak, kapan lagi kakak datang ke pesta seperti ini bukan? ayo minum dulu minuman ini," Adinda menawarkan sebuah minuman pada Andini. Andini reflek menutup hidungnya saat mencium bau menyengat dari minuman tersebut.
"Minuman apa ini? kenapa baunya aneh? " tanya Andini.
"Bukan kak, ayo minumlah, " Adinda terus memaksa Andini untuk minum. Andini pikir itu bukanlah alkohol dan meminumnya begitu saja. Setelah meminumnya, kepalanya terasa berputar-putar dan hampir saja kehilangan kesadarannya. Sebenarnya minuman apa yang sudah diberikan oleh Adinda padanya barusan.
Tubuhnya langsung sempoyongan sembari memegang kepalanya. " Adinda, apa yang kamu berikan pada minumanku? "
Adinda tidak menjawab pertanyaannya dan langsung menuntunnya pergi ke tempat lain. Andini tidak tau kemana Adinda membawanya. Kepalanya terasa pusing dan pandangan matanya mengabur. Adinda membawanya ke sebuah kamar dan membaringkan tubuhnya dengan susah payah di atas ranjang.
BRUKK
Setelah itu Adinda menelpon seseorang untuk datang ke kamar ini. " Andini sudah ada di dalam kamar. Sisanya aku serahkan padamu! " Andini tersenyum smirk menatap Andini yang sudah tidak sadarkan diri sebelum pergi meninggalkan kamar itu. Sebentar lagi mas Bastian akan menjadi miliknya dan secepatnya menceraikan Andini.