Bab 5 Digerebek

1163 Words
Elang mundur selangkah, tetap menjaga jarak. Tapi Elenora berhasil mencengkeram tangannya. Elang merasakan suhu tubuhnya yang tinggi dan panas yang menjalar di lengannya. Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau tidak, dia juga bisa lepas kendali. Terlebih dia juga mulai merasa panas dan kepalanya pening, efek tiga gelas koktail yang dia minum tadi. "Diam di sini," kata Elang akhirnya, melepaskan tangannya dari cengkeraman Elenora. Ia berjalan ke arah kamar, meraih telepon di meja nakas dan menelepon layanan hotel. "Ini suite 1905," katanya dengan nada dingin kepada resepsionis. "Aku butuh seorang dokter. Segera." “Baik, Pak. Mohon menunggu, saya akan hubungi dokter.” Jawab resepsionis sopan. Elang meletakkan telepon kembali ke tempatnya, tidak terlalu mendesak resepsionis. Walaupun sebenarnya, kalau resepsionis tahu yang menelepon adalah putra pemilik hotel ini, mereka pasti akan bertindak lebih cepat. Lagi pula, Elang saat ini tidak memakai suite yang biasanya dia tempati setiap kali ke hotel ini, karena dia telah memberikan suite itu ke temannya sesama pilot, yang baru datang dari penerbangan panjang ke Eropa. “Aku sangat lelah dan ingin refreshing, sekalian menghadiri pesta ulang tahun Hans. Tolong beri aku suite terbaik.” Kata temannya di telepon. Suite terbaik, tentu saja adalah kamar suite yang selalu dia gunakan. Demi seorang teman, Elang mengalah dan menempati suite yang lebih kecil. Elang menghela napas panjang, menegakkan tubuhnya, dan berbalik—saat itu dia mendengar bunyi benda jatuh. Dia bergegas keluar kamar dan melihat Elenora sudah terduduk di lantai, di depan kamar. Wanita itu sudah melepas gaunnya, mungkin karena tidak tahan dengan rasa panas yang mendera tubuhnya. Elang menggeram, mulai tidak sabar. Namun, dia tetap melangkah cepat menghampiri Elenora dan mengangkat tubuhnya dari lantai. Dia meletakkan wanita itu di atas ranjang, dan menutupi tubuhnya dengan selimut. “Diam di sini. Sebentar lagi dokter datang.” Ujar Elang seraya berbalik. ‘Ada-ada saja, bermaksud menolong, tapi malah jadi repot begini.’ Gerutu pria itu dalam hati. “Tolong… ja-jangan pergi..” Langkah Elang tertahan. Seketika dia merasakan sesuatu yang hangat menempel di punggungnya, membuat pria itu membeku. Napas panas yang memburu menyentuh kulitnya, sementara lengan ramping melingkari pinggangnya erat-erat. Aroma samar anggur dan parfum lembut Elenora bercampur, merasuki penciumannya, membawa sensasi berbahaya. “Anggara…” Suara Elenora terdengar berat, hampir seperti bisikan penuh rintihan. Anggara? Sial! Malah mengigau lagi. Elang berusaha melepaskan tangan wanita itu dari tubuhnya. “Nona, kau sadar tidak sih, apa yang kau lakukan?” tanyanya tegang. Namun, Elenora malah semakin menempel. Gerakannya semakin tak terkontrol, membuat dadanya menekan punggung Elang. Ia mendesah pelan, seolah tidak tahan dengan sesuatu yang membakar tubuhnya dari dalam. Elang menggeram, berbalik kembali dan mendorong bahu Elenora, agar melepaskan dirinya. Tapi lengan Elenora membelit pinggangnya dengan kuat, dia justru kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke atas ranjang, menimpa wanita itu. Bruk! Elang terdiam sesaat, matanya melebar saat menyadari posisi mereka. Elenora terbaring di bawahnya, rambutnya yang sebelumnya digelung ke atas sudah berantakan, tergerai di atas seprai putih. Napasnya masih memburu, bibirnya sedikit terbuka, dan matanya setengah tertutup dengan tatapan yang buram oleh efek obat. Tubuh wanita ini begitu menawan, menggoda dalam cara yang tak seharusnya. ‘Ya Tuhan…’ Elang menelan ludah, segera memalingkan wajahnya. Tapi Elenora tidak berhenti. Tubuhnya kembali bergerak, punggungnya sedikit melengkung, tangannya menyentuh bahu Elang, lalu turun ke dadanya. Telapak tangan itu menyusup melalui kancing kemejanya yang terbuka, menyentuh kulit dadanya yang sudah mulai terbakar gair@h. “Anggara… ah…” Elenora kembali merintih dengan suara bergetar. Elang meremas seprei di sisi kepala Elenora, rahangnya mengeras. Ini bahaya. Ini benar-benar bahaya. “Berhenti, Nona!” suaranya serak. “Tapi aku tidak bisa… Tolong..” Elenora menggigit bibirnya sendiri, tubuhnya kembali bergerak, menggesekkan dirinya ke tubuh Elang yang masih di atasnya. Elang hampir kehilangan kendali. Tangannya bergerak, menahan bahu Elenora agar tetap diam. “Jangan gerak!” suara Elang terdengar dalam dan tajam. Elenora meringis, matanya berkaca-kaca. “Tolong aku…” bisiknya. Elang menutup matanya erat, berusaha mengendalikan diri. Napasnya berat. Ia tahu ini bukan salah Elenora. Ini pengaruh obat yang entah bagaimana bisa dia minum. Sepertinya seseorang memasukkan obat perangsang itu diam-diam ke dalam anggur dan memberikannya pada wanita ini. Tiba-tiba terdengar bunyi bel. Elang terlonjak kaget namun lega, rupanya dokter datang lebih cepat dari perkiraannya. Dia memaksa menarik diri dari belitan tangan wanita itu dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. “Diam di sini,” katanya tegas, Bunyi bel kembali terdengar. Elang menghela napas panjang, merasa sedikit lega. Akhirnya, dokter yang ia panggil sudah datang. Ia berharap dokter itu bisa membantu menetralkan pengaruh obat dalam tubuh wanita itu sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk. Dengan langkah cepat, Elang berjalan menuju pintu dan membukanya tanpa berpikir panjang. Namun, apa yang ia lihat membuatnya membeku. Bukan seorang dokter yang berdiri di sana, tapi seorang wanita dengan gaun merah ketat, tersenyum lebar. Rambut panjangnya tergerai, wajahnya dipoles riasan mencolok, dan tatapan matanya tajam penuh perhitungan. Di belakangnya, berdiri dua orang pria bertubuh tegap, salah seorang sedang memegang perangkat kamera yang sudah dalam posisi on, dan seorang lagi berbadan gempal, tidak memegang apapun. Elang langsung waspada. "Siapa kalian?" tanyanya dingin, tubuhnya segera menegak. “Kapten Elang Dirgantara, sepertinya kau sedang menikmati malam istimewa, ya?” Kata wanita itu, mengabaikan pertanyaan Elang. Jantung Elang langsung berdegup kencang, instingnya merasakan adanya ancaman. Refleks, ia hendak menutup pintu, tetapi wanita itu lebih cepat. Dengan gerakan cekatan, ia menyelipkan kakinya ke celah pintu, mencegah Elang menutupnya. Wanita itu lalu melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada pria-pria di belakangnya untuk masuk. Dalam hitungan detik, mereka mendorong pintu lebih lebar dan menerobos masuk ke dalam suite tanpa memberi Elang kesempatan untuk mencegahnya. "Hei! Apa-apaan ini?!" seru Elang dengan suara keras, mencoba menghadang mereka. Namun, langkah wanita itu begitu mantap. Ia memimpin rombongan masuk hingga ke kamar tidur, di mana Elenora sedang berbaring gelisah. Elang merengut tajam, amarah membakar di dalam dadanya. "Keluar dari sini, SEKARANG JUGA!" raungnya marah. Tapi pria yang memegang kamera terus mengambil gambar, sementara wanita itu mulai berbicara di depan kamera, seolah membuat laporan langsung. "Keluar!" Elang berusaha menghalangi mereka, tapi pria yang bertubuh gempal mendorongnya ke samping, membuatnya kehilangan keseimbangan sejenak. Pria itu menahan Elang, hingga kedua rekannya leluasa mengambil gambar di area kamar. Cahaya kamera langsung menyorot ke arah ranjang. Elenora masih berbaring di sana, dalam balutan pakaian dalam yang nyaris tak menutupi apa pun. Wajahnya memerah karena efek obat. Napasnya tidak teratur, tubuhnya berkeringat, dan matanya yang setengah terbuka menatap bingung. Elang meraung marah. "MATIKAN KAMERANYA, BR3NGSEK!" Ia melangkah maju, meraih lengan pria yang membawa kamera, dan menariknya dengan kasar. Namun, pria itu bisa berkelit dan melangkah cepat menuju pintu. Wanita yang tadi memimpin mereka sudah berdiri lebih dulu di ambang pintu dengan senyum puas. "Maaf untuk gangguan kecil ini, Kapten. Silakan dilanjutkan." Mereka lalu pergi, seolah tidak terjadi apa-apa. Elang ingin menghalangi mereka, tapi dia melihat seorang pria berjas putih dengan tas di tangan datang menghampirinya. “Selamat malam, Pak. Saya dipanggil untuk situasi darurat di suite ini.” “Ah, iya, benar.” Tidak ada yang bisa Elang lakukan selain memberi jalan sang dokter masuk ke kamar. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD