Catatan 19

2100 Words
Berada pada dua pilihan sulit di antara harus menyelamatkan Nugraha dan mengorbankan Hana atau mengorbankan Nugraha dan menyelamatkan Hana, membuatku tidak dapat berpikir jernih dan menentukan pilihan mana yang terbaik. Ketika aku memandang ke arah Nugraha, aku melihat tatapan penuh harap untuk menyelamatkan dirinya namun tersirat rasa pasrah yang memintaku menyelamatkan Hana dan mengorbankan nyawanya. Ketika aku melihat ke arah Hana, terlihat tatapan pasrah dan takut. Dalam diam, Hana seakan memintaku untuk melepaskannya agar Nugraha bisa selamat. Aku terus menahan tangan Hana agar tidak berlari ke arah Julian, aku gelengkan kepala ke arah Hana, memintanya agar tidak menyerahkan diri kepada Julian dan aku akan memikirkan cara untuk menyelamatkan dua nyawa sekaligus. “Baiklah, bagaimana jika kau lepaskan pria itu. Sebagai gantinya, bawalah aku bersamamu, Tuan Julian!” Aku mengangkat tangan kiri, sedangkan tangan kananku tetap memegang erat tangan Hana. “Kau pikir aku bodoh?! Melepaskan sesuatu yang sudah jelas ada di tanganku demi dirimu?!” Julian tidak bergeming dengan perkataanku. Selangkah demi selangkah, aku mendekat ke arah Julian dengan hati-hati. Aku tidak ingin ada nyawa melayang dengan percuma di sini. “Sayang, jangan!” Tubuh Nugraha bergerak melawan, aku menangkap niat dari Nugraha yang ingin menyelamatkanku. Aku hanya melirik ke arah Nugraha dan tidak memberikan tanggapan apapun atas kalimat yang ia lontarkan. “Aku jelas lebih cantik dan menggoda jika dibandingkan dengan istrimu bukan? Tidak apa-apa, aku akan menemanimu bermain di sini.” Aku bergerak semakin mendekat ke arah Julian. Julian yang memegang pistol terlihat panik, pistol yang ia arahkan kepada Nugraha kini beralih menuju ke arahku. Tangan Julian terlihat gemetar, dari sini aku dapat menyimpulkan jika ia belum berpengalaman memegang senjata api. Aku hanya dapat diam dan mengangkat tangan sambil tetap mengarah perlahan mendekati Julian. Nugraha yang melihat pertahanan Julian terbuka karena pistol yang Julian pegang tidak lagi mengarah padanya, segera menyikut perut Julian lalu Nugraha berbalik dan menendang bagian depan Julian. Julian terkejut dan mengaduh merasakan ngilu pada bagian pribadinya. Nugraha segera menarik tanganku untuk melarikan diri dari tempat itu. Tangan Hana yang masih memegang erat tanganku, membuatnya ikut terseret ketika Nugraha membawaku berlari. Namun naas, sebelum aku sampai di luar rumah, sebuah tembakan terlepas dari pistol yang dibawa oleh Julian tepat mengenai punggung bagian kiri Hana dan membuat Hana seketika terjatuh. Beruntung ada sebuah sofa di depanku sehingga kami bertiga dapat bersembunyi di baliknya. Nugraha mencoba mengawasi Julian sementara aku mencoba menghentikan pendarahan pada punggung Hana yang semakin lama semakin deras. Aku panik, aku takut peluru itu telah berhasil menembus hingga ke jantung Hana. Nafas Hana mulai tersengal, wajahnya meringis menahan sakit pada tubuhnya, tangannya gemetar dan pandangannya semakin terlihat kosong. Tapi aku tidak dapat berdiri dari tempat ini karena jika sembarangan berdiri, maka Julian dapat langsung mengeluarkan tembakan dan justru dapat menambah jumlah korban. Tetapi jika tidak segera bergerak, aku khawatir keadaan Hana menjadi semakin fatal. Aku melihat ke arah Nugraha yang juga sama-sama merasa panik. “Sayang, kau membawa benda itu bukan? Berikan kepadaku!” ucap Nugraha pelan namun tegas. Aku mengerti dengan apa yang Nugraha katakan, aku buka tas selempang yang selalu aku bawa ke mana-mana, dan aku keluarkan benda keramat dari dalam tas itu. Sebuah benda yang tidak akan aku gunakan kecuali dalam keadaan darurat itu, mau tidak mau harus keluar untuk melumpuhkan lawan yang memegang senjata api di depanku. Aku masih tidak menyangka jika Julian berani menembakkan pistolnya. Aku berpikir jika Julian hanya akan menggunakan pistol itu untuk menggertak. “Baiklah, semua terisi penuh.” Nugraha memeriksa magazine dari pistol yang kuberikan kepadanya. Ya, barang keramat dari tasku adalah sebuah senjata api laras pendek yang tidak akan kugunakan kecuali keadaan benar-benar mendesak seperti saat ini. Nugraha memang seorang agen yang terkenal dengan akurasinya dalam menembak, namun itu semua hanya berlaku jika Nugraha tidak dalam keadaan panik. Tapi hari ini, aku justru takut ketika Nugraha memegang senjata api. “Hati-hati, Julian bisa berbuat nekat, Nugraha!” “Aku tahu, diamlah!” “Aku hanya khawatir padamu! Apa aku salah?” Aku mendengus kesal karena ucapanku justru dianggap mengganggu konsentrasinya. Aku masih tetap berusaha menghentikan pendarahan yang terjadi pada Hana dengan merobek sebagian bajuku dan menutup luka yang ada di punggung Hana dengan kain itu, meski aku tahu jika usahaku tidak akan membuahkan apapun karena pendarahan itu tidak segera berhenti. Tapi setidaknya aku masih melakukan sesuatu daripada harus diam tanpa melakukan apapun. Nugraha mengambil nafas panjang, ia mulai melirik tajam dari tepi sofa ke arah Julian dengan pistol yang siap ditembakkan. “Hana! Hana! Sadarlah! Hana!” Aku berteriak tegas namun tetap dengan suara pelan. Kesadaran Hana yang ada di dalam dekapanku menghilang, nafasnya sudah tidak dapat aku rasakan lagi, detak jantungnya berhenti dan matanya menutup rapat. Sepertinya aku dan Nugraha tidak berhasil menyelamatkan nyawa korban. “Nugraha! Korban tidak dapat diselamatkan!” Air mata kembali menggenang di kelopak mataku dan emosiku mulai tidak dapat aku kendalikan. Aku merasa gagal, gagal menyelamatkan orang yang seharusnya dapat bertahan hidup. Seandainya aku dapat bermain lebih cantik lagi, bukan tidak mungkin nyawa Hana tidak melayang. Tapi, apa yang harus aku lakukan saat ini? Penyesalan hanya tinggal penyesalan. Mau menyesal sebesar apapun, tetap tidak akan mengubah kenyataan jika Hana meregang nyawa di depanku. Seakan tidak mendengarkanku, Nugraha tetap menatap tajam ke arah Julian yang tengah berdiri sambil mengacungkan pistol ke arah sofa yang menjadi tempatku berlindung. Setelah menarik nafas panjang, Nugraha bergerak dengan cepat ke arah samping dan menembakkan pistol yang ada di tangannya. Aku sedikit mengintip dari sisi lain sofa dan melihat jika peluru yang ditembakkan Nugraha berhasil mengenai bahu kanan Julian dan membuat pistol yang ada di tangan Julian terjatuh. Aku segera berlari ke arah Julian dan dengan cepat menendang pistol itu menjauh sebelum Julian sempat mengambilnya. Nugraha menodongkan pistol ke arah Julian yang berlutut tidak berdaya memegang bahu kanannya yang terluka. Nafas Julian tersengal, ada tatapan marah dan dendam yang aku tangkap dari matanya. Mulutnya meringis menahan sakit, darah berwarna merah pekat mulai mengalir dari sela-sela jari seakan tidak sanggup terbendung oleh telapak tangan yang menutupi lukanya. “Apa kita harus membunuhnya?” ucapku sambil menatap tajam ke arah Julian. “Jangan, kematian yang mudah tidak akan menyiksanya. Ia harus merasakan apa yang dialami oleh Hana selama hidup bersama dengannya.” Nugraha menatap rendah ke arah Julian, seakan membalas tatapan yang diberikan Julian kepadanya. “Sekarang kau hubungi markas pusat, katakan jika kita berhasil menangkap pelaku penculikan dan pembunuhan,” perintah Nugraha. Aku segera melaksanakan perintah dari Nugraha. Sekitar 20 menit setelah aku menghubungi markas pusat, bantuan dari kepolisian datang. Tapi nasib kurang beruntung menimpaku dan Nugraha di mana kami berdua dipanggil ke kantor Unit Intelijen Khusus di kantor pusat kepolisian negara. Ketika panggilan itu aku terima, aku telah merasakan ada sesuatu yang kurang baik akan terjadi kepadaku dan Nugraha, tetapi kekasihku meyakinkanku bahwa segalanya akan baik-baik saja. Sayangnya ketika tiba di kantor Unit Intelijen Khusus, pikiran positif itu harus rela kulenyapkan. Di kantor itu telah hadir Nova, Juan dan Sea dengan tatapan sinis kepadaku dan Nugraha. “Kalian tahu kenapa kalian dipanggil ke sini?” ucap Juan ketika aku dan Nugraha memasuki ruangannya. “Kalian berdua jangan duduk, karena hak kalian di ruangan ini adalah berdiri!” Sea menambahi kalimat Juan dengan nada sinis. Nova yang menjadi anggota termuda di sini hanya diam mengawasi dan tidak berkomentar apapun. “Aku tidak ingin basa basi, silakan kalian katakan tujuan kalian memanggilku dan Lilia ke sini, karena kemarin aku harus bekerja di hari libur.” Nugraha seakan tidak memiliki rasa takut dan tidak merasa bersalah menjawab perkataan Juan dan Eva. “Aku memanggil kalian ke sini karena pelanggaran kode etik. Kemarin, aku mendapatkan informasi dari tim pengumpulan data bahwa kalian melakukan penyelidikan ilegal dengan kasus yang tidak didaftarkan kepada The Barista. Aku tahu jika kalian ingin memberikan kesan baik karena telah berhasil menyelesaikan satu kasus di luar jam kerja kalian sebagai agen The Barista, tetapi yang kalian lakukan justru fatal. Jika kemarin kalian memberikan laporan secara resmi, kemungkinan kalian akan dimaafkan. Tetapi sayangnya kalian memilih untuk melakukan penyelidikan tidak resmi dan membuat korban terbunuh. Kalian tahu apa yang kalian pertaruhkan? Nyawa manusia!” Juan menggebrak meja setelah menjelaskan panjang lebar tentang kesalahanku dan Nugraha.Tanganku gemetar mendengar suara meja yang sangat keras, aku melirik ke arah Nugraha dan menemukan jika kekasihku juga tengah gemetar. Ia seperti terkejut, tidak menyangka jika penyelidikan sepihak yang ia rencanakan justru berakhir dengan tragedi. “Aku ingin tahu, bagaimana cara kalian mempertanggungjawabkan apa yang telah kalian perbuat?” Suasana seketika menjadi hening ketika Juan selesai dengan kalimatnya. Nugraha pun hanya diam tidak menjawab, padahal sebelum ini ia meyakinkanku jika semua akan baik-baik saja. “Nugraha, bagaimana kau akan bertanggung jawab? Kau dan Llia adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai laki-laki, aku yakin kau mau bertanggung jawab.” Ucapan Sea justru memperkeruh suasana yang ada. “Aku… Aku dan Lilia akan keluar dari The Barista jika memang diperlukan,” jawab Nugraha singkat. Aku sendiri tidak masalah jika harus keluar dari sini, asal masih bisa terus bersama dengan Nugraha. Tapi ternyata perkiraanku salah, di mana The Barista memiliki hukuman yang menurutku jauh lebih kejam dari sekadar keluar dari The Barista. Statusku dan Nugraha sebagai seorang agen intelijen khusus memang membuat kami berdua kebal terhadap hukum, tetapi itu semua tidak menghentikan The Barista memberikan hukuman yang menurutku sangat menyiksa. “Aku tidak setuju jika kalian keluar dari The Barista, karena bagaimanapun kalian akan hidup bersama di luar dan tidak akan merasakan apapun karena ingatan kalian tentang The Barista akan dihapus. Tetapi aku mengusulkan untuk mengeluarkan Nugraha dari The Barista, tetapi tidak memperbolehkan Lilia untuk keluar dari The Barista. Lilia akan bertugas di luar negeri selama beberapa tahun sebagai agen bayangan. Selama Lilia berada di luar negeri, ia tidak diperbolehkan untuk menghubungi Nugraha. Ingatan Nugraha yang terhapus dan ingatan Lilia yang masih tersimpan akan membuat dua sejoli di depan kita mengalami siksaan yang keras. Aku harap dengan hukuman ini, kalian berdua akan belajar agar tidak melakukan sesuatu yang merugikan warga sipil.” Nova yang dari tadi hanya diam, langsung mengeluarkan komentar pedas tanpa memikirkan perasaanku sama sekali. Anehnya, saran dari Nova diterima oleh Juan dan Sea. The Barista segera mengeksekusi hukuman kepada Nugraha, membuatnya kehilangan ingatan selama beberapa tahun terakhir dan hanya menyisakan identitasnya sebagai seorang Nugraha. The Barista juga memintaku menyaksikan secara langsung ketika suntikan amnesia kepada Nugraha diberikan. Aku hanya bisa menahan tangis ketika mengetahui jika Nugraha akan kehilangan kenangannya selama bekerja bersamaku sebagai seorang agen. Satu hari setelah Nugraha kehilangan ingatan, aku diterbangkan menuju Belgia dan dilepas liarkan di sana. Perasaan putus asa, patah hati dan tidak dapat menerima kenyataan bahwa sekarang Nugraha tidak lagi berdiri di sampingku membuatku merasa percuma jika harus mempertahankan harga diriku dan kelasku sebagai wanita mahal. Dari sana aku mulai berlaku murah, bertindak kotor dan bekerja tidak sesuai dengan prosedur. Meski pekerjaanku selama di luar negeri selalu bersinggungan dengan mafia, tetapi hukuman yang aku jalankan membuat The Barista tidak dapat mengeluarkanku karena terikat dengan perjanjian bahwa aku akan menjadi agen selamanya. Hukuman yang aku jalani juga membuat hubunganku dengan para mafia berjalan baik. Aku mengenal banyak mafia besar di luar dan menjanjikan jaminan hukum kepada mereka. Namun meski aku terlihat semena-mena, ketika menjalani sebuah misi jiwa agen rahasiaku selalu menuntun untuk menjalankan misi sebaik mungkin dan tidak mengacaukan misi seperti apapun caraku menyelesaikannya. Ketika aku mendengar jika ada agen The Barista yang berhasil memasukkan Nugraha ke dalam penjara, aku merasa terkejut, sedih, marah dan tidak dapat menerima jika orang yang aku sayangi selama ini harus bersinggungan langsung dengan hukum. Memang, selama aku bekerja sebagai agen, aku tidak dapat menghubungi Nugraha sehingga aku tidak dapat memberikan jaminan hukum kepadanya. Belum lagi, orang yang berhasil menangkap Nugraha adalah Bianka, seorang agen baru yang sekaligus juga korban dari kejahatan Nugraha. Andai, andai saja saat ini ada kesempatan untukku bertemu lagi dengan Nugraha, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Setelah beberapa tahun berselang, nama seorang LIlia telah menjadi legenda di kalangan mafia internasional dan mata-mata internasional sebagai seorang informan. Madame, adalah nama panggilan yang aku sematkan untuk diriku sendiri setelah berhasil menjalin kerjasama dengan beberapa organisasi mafia dan bekerja sebagai agen intelijen di baliknya. Jika aku di masa kini mengingat kembali kenanganku di masa lalu, aku hanya berpikir sesuatu yang sederhana namun rumit. Seandainya aku, Bianka dan Nugraha bertemu di satu tempat, apa yang akan terjadi? Aku sebagai seorang agen yang mungkin menjadi panutan untuk Bianka namun di balik itu adalah kekasih dari orang yang mungkin sangat dibenci oleh Bianka karena membunuh keluarganya, dan Nugraha yang merupakan pelaku utama pembunuhan keluarganya tetapi ternyata memiliki hubungan dengan orang yang saat ini tengah menjalankan satu misi dengan Bianka. Mungkin satu hari aku memang harus bertemu dengan Nugraha enam mata bersama dengan Bianka juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD