Zayn mengakhiri kisah masa sekolahnya dengan romansa remaja khas SMA. Kala itu, Zayn tidak sengaja bertemu dengan seorang siswa tahun pertama yang menurutnya sangat cantik dan menarik. Berbekal wajah rupawan dan kekuasaan yang ia miliki di sekolah, ia berniat mendekati perempuan tersebut. Awal kedekatan Zayn berjalan mulus, dua sejoli itu akhirnya memadu kasih khas remaja SMA.
Hari berganti hari, kisah Zayn menjadi semakin manis. Dunia yang dihuni oleh milyaran manusia, seakan menjadi milik berdua. Setiap hari perasaan Zayn terasa berbunga-bunga, baru kali ini ia menjalani hari dengan penuh warna. Namun sayang, kisah asmara Zayn tidak seindah yang ia pikirkan.
Suatu hari, Zayn tanpa sengaja melihat kekasihnya tengah memadu kasih di dalam markas gengnya di sekolah. Ya, rupanya gadis yang Zayn cintai itu jatuh hati dengan salah satu teman satu gengnya. Kemarahan Zayn yang tiba-tiba tersulut membuat sofa yang berada di markas menjadi penuh dengan darah akibat dua orang lelaki yang dibutakan oleh cinta itu sama-sama tidak ada yang mau melepaskan wanitanya. Kekasih Zayn yang saat itu juga ada di sana hanya dapat berteriak meminta pertolongan tanpa berani ikut campur secara langsung ke dalam perkelahian dua lelaki yang memperebutkan dirinya tersebut. Perempuan itu kemudian berlari keluar sementara Zayn masih terus baku hantam dengan temannya di sana.
Beberapa teman Zayn yang lain akhirnya datang untuk melerai setelah kekasih dari dua orang yg berkelahi itu meminta tolong.
"Dia adalah kekasihku dan kau tahu itu! Kenapa kau tega bermain di belakangku seperti itu?!" Zayn berteriak pada lawan berkelahinya. Dua orang di kanan dan kiri Zayn berusaha keras untuk menahan tubuh Zayn agar tidak kembali berkelahi.
"Sadarlah, Bangs*t! Kau hanya seorang kutu buku yang berlagak jagoan! Teman wanitamu lebih memilihku yang jelas-jelas lelaki alpha daripada seorang kutu buku sepertimu!"
Perasaan Zayn hancur ketika mendengar ucapan bahwa kekasihnya hanya menganggap Zayn sebagai seorang kutu buku. Matanya terbelalak ketika melihat ke arah kekasihnya yang hanya tersenyum tipis sambil menatap Zayn rendah. Zayn tidak percaya jika ia dikhianati oleh dua orang sekaligus di hadapannya. Hal itu membuat pikiran sempit Zayn menuntunnya untuk keluar dari geng penguasa sekolah tersebut. Hari-hari di akhir masa sekolahnya menjadi kelabu, tidak lagi penuh warna seperti kemarin. Zayn sekarang hanya menghabiskan waktu menyendiri hingga ia lulus dari sekolahnya.
Kejadian tidak menyenangkan di akhir masa sekolah membuat Zayn akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang pendendam. Tidak hanya dendam kepada rekan satu geng dan mantan kekasihnya, rasa dendam yang dimiliki Zayn menjalar hingga ke orang tuanya yang ia anggap sebagai cikal bakal ia menjadi seorang kutu buku. Ia berpikir, didikan keras yang ia terima sejak kecil membuatnya menjadi seorang yang anti sosial.
Saat lulus dari sekolah, ayah Zayn menyuruhnya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun Zayn yang lelah dengan segala aturan yang ada di rumahnya memilih berontak dan kabur. Kehidupan jalanan ternyata berpihak kepada Zayn kala itu. Uang dan harta benda yang ia bawa ketika melarikan diri, membuatnya diperlakukan seperti raja di lingkungan barunya di jalanan Kota Nelayan. Setiap hari, kegiatan yang dilakukan oleh Zayn hanya bermain perempuan dan mabuk. Di usia belia seperti itu, kehidupan yang dijalani oleh Zayn sudah lebih dari sekadar dewasa. Remaja yang baru mekar itu tumbuh sebagai preman jalanan Kota Nelayan yang disegani.
Selain karena harta, Zayn muda juga disegani karena ia selalu membawa nama ayahnya ke manapun ia pergi. Ia selalu membawa foto dirinya dan keluarga di dompet dan selalu menunjukkan foto tersebut jika ada orang baru yang berkenalan dengannya. Lama kelamaan, Zayn mulai memiliki banyak pengikut setia.
Zayn muda bertahan hidup di jalanan dengan cara mencuri dan merampok. Namun Zayn tidak melakukan itu sendiri, banyak orang suruhan Zayn yang rela melakukan hal itu demi dirinya. Berkat namanya yang semakin besar, banyak wanita-wanita jalanan yang mendekat padanya. Hal ini menjadi sebuah balas dendam yang manis bagi Zayn setelah disakiti oleh orang yang ia kasihi ketika masa sekolah.
Salah satu kebiasaan buruk yang dilakukan oleh Zayn adalah berjudi. Berbekal pengetahuan yang ia terima ketika sekolah, membuatnya sering memenangkan permainan jalanan yang menggunakan unsur peluang. Hal itu membuat posisi Zayn di jalanan menjadi lebih kuat. Namun sayang, kekuasaan yang dimiliki Zayn tiba-tiba runtuh begitu saja.
Rumor yang mengatakan jika ada orang yang ahli dalam berjudi, menyebar luas hingga ke penjuru negeri. Berita itu membuat banyak penjudi dari berbagai daerah berbondong-bondong datang ke Kota Nelayan demi menantang Zayn bermain judi. Satu ketika, ada seorang wanita yang berasal dari Kota Utara yang merupakan daerah dataran tinggi, datang ke Kota Nelayan demi menantang Sang Raja Judi dari Kota Nelayan.
Awal permainan, semua berjalan lancar. Zayn dan si wanita saling bertukar poin menang dan kalah. Namun semakin lama permainan berlangsung, keadaan menjadi tidak seimbang. Zayn berulang kali kalah dari si wanita, hal itu membuat Zayn larut dalam emosi dan bertindak ceroboh. Sebenarnya saat itu Zayn sadar jika ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi. Zayn menyadari jika lawannya tengah berbuat curang, namun ia tidak mengetahui trik curang apa yang dipakai lawannya. Zayn hanya berpegang pada firasatnya yang mengatakan jika dirinya sedang dibodohi.
Demi membuktikan firasatnya, Zayn terus menerus bermain dengan si wanita hingga tanpa sadar ia sudah tidak memiliki apapun untuk dipertaruhkan. Dari situ akhirnya kekuasaan yang ia bangun selama ini runtuh. Pengikut yang selama ini ia sangka setia, berbalik mengikuti lawannya yang terus mendapatkan kemenangan beruntun. Zayn akhirnya merasa frustasi, ia berpikir jika semua orang di sekelilingnya ternyata hanya patuh pada kekuatan. Ketika orang yang mereka ikuti tidak lagi memiliki kekuatan, maka mereka akan berpaling.
Kehilangan kekuasaan, harta, dan juga pengikut membuat Zayn kembali berada dalam keterpurukan. Setelah semua yang ia miliki lenyap, Zayn keluar dari tempatnya tinggal selama ini dalam keadaan hina. Saat itu, ia ingin menjajaki jalanan lain di Kota Nelayan, tetapi sayang ia sadar jika apa yang selama ini menjadi modal ia gunakan untuk menguasai jalanan adalah uang dan saat ini Zayn sedang tidak memiliki itu. Saat itu Zayn bukanlah orang yang pandai bertarung, sehingga ia tidak dapat mengandalkan kekuatannya untuk bertahan hidup di jalanan.
Di tengah keputusasaan yang ia rasakan, satu-satunya jalan ia dapat bertahan hidup hanyalah pulang ke rumah orang tuanya. Dengan langkah lesu, pria muda yang kehilangan kekuasaannya itu pun berjalan kaki menuju rumah tempat ia dibesarkan. Cukup lama perjalanan yang harus ia tempuh, cuaca hujan yang kala itu sedang melanda Kota Nelayan tidak menghentikan langkahnya. Hanya ini satu-satunya jalan keluar agar ia dapat bertahan hidup.
Nasib sial lagi-lagi harus ia terima ketika sampai di rumahnya. Orang tua Zayn tidak lagi menginginkan anaknya untuk kembali. Orang tua Zayn telah menganggap jika anak semata wayangnya telah meninggal dunia. Hati Zayn terasa teriris ketika mendengar hal itu. Kesialan yang bertubi-tubi menimpanya, membuat darahnya mendidih dan akhirnya emosi yang selama ini disimpan oleh Zayn meledak di depan kedua orang tuanya. Ia membanting dan merusak barang-barang yang ada di rumahnya sambil terus mengumpat menyalahkan orang tuanya yang tidak memperlakukannya dengan baik ketika ia kecil. Televisi, meja kaca, vas bunga, dan banyak barang lain pecah berserakan di depan tiga orang yang sedang bersitegang itu. Zayn yang mulai dewasa, membuat orang tuanya kewalahan untuk mengalahkan tenaganya. Tenaga pria mekar yang meski tidak berada pada kondisi terbaiknya karena pengaruh narkoba dan minuman keras, berhasil memporak porandakan seisi rumah. Hal itu membuat kedua orang tua Zayn akhirnya berlutut memohon agar anaknya meredam emosi.
Karena sudah gelap mata, Zayn justru mengambil salah satu pecahan vas bunga dan menusuk kedua orang tuanya. Setelah kedua orang tuanya tiada akibat perbuatannya, barulah mata Zayn mulai terbuka dan ia menyesal atas perbuatannya. Saat itu ia sadar, seberapa besar rasa bersalah yang ia rasakan dan juga sebanyak apapun air mata yang keluar tidak akan mengembalikan nyawa kedua orang tuanya.
Rasa takut akan akibat dari perbuatannya membuat Zayn memutuskan untuk kembali melarikan diri. Ia terus berlari tanpa di tengah derasnya hujan Kota Nelayan. Zayn akhirnya berhenti berlari ketika tiba di depan pintu masuk pasar. Ia terengah, nafasnya telah habis tercecer di sepanjang jalan. Zayn menunduk sambil memejamkan mata, mengatur kembali nafasnya.
Tiba-tiba, seseorang menepuk pundak Zayn dari belakang. Zayn terkejut, ia takut jika orang yang menepuk pundaknya adalah seseorang yang ingin menangkapnya karena membunuh kedua orang tuanya. Zayn mematung sesaat, tidak berani menoleh ke belakang.
“Kasihan sekali nasibmu ya, tertimpa masalah bertubi-tubi.” Zayn sangat mengenali suara itu. Suara dari perempuan yang telah menghancurkan hidupnya hingga berkeping-keping. Zayn marah, matanya memerah, giginya gemeretak, dan tangannya mengepal keras. Ia ingin berbalik dan segera menonjok perempuan yang menjadi sumber bencana bagi dirinya. Namun ketika Zayn berbalik dengan cepat dan melayangkan tinju ke arah perempuan itu, si perempuan dengan mudah menangkis pukulan Zayn karena tenaganya telah habis.
Zayn menatap tajam perempuan itu sambil terengah. Perempuan berambut pendek berwarna merah muda di depannya hanya tersenyum tipis sambil berkata, “kau terlena dengan duniamu, Anak Muda. Kau lupa, dunia tidak hanya berputar pada dirimu. Kau bukan pusat dunia, kekuasaan semu yang kau dapatkan selama ini berhasil membuatmu lengah dan lemah. Lihat dirimu sekarang, keadaanmu sangat mengerikan!” Ucapan wanita itu benar-benar diingat oleh Zayn hingga saat ini.
Akhirnya wanita berambut merah muda itu mengajak Zayn naik ke mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri, dan membawa Zayn ke tempatnya yang ada di Kota Utara. Zayn yang merasa sudah tidak memiliki pilihan lain hanya pasrah dengan ajakan wanita tersebut. Di tengah perjalanan, barulah Zayn diberitahu jika sejak Zayn kalah darinya, ia selalu mengikuti kemanapun Zayn pergi karena tahu jika akan ada saatnya Zayn akan jatuh ke dalam genggamannya.
Di sinilah aku sekarang, di dalam mobil bersama Zayn yang telah kehilangan satu tangan. Mobil ini berhenti di sebuah rumah kosong yang tampak telah lama ditinggal oleh penghuninya. “Jangan bilang jika rumah ini…” ucapku ketika menyadari jika rumah yang ada di depan mobil ini tampak tidak asing.
“Benar, ini adalah tempat di mana aku dibesarkan,” jawab Zayn sambil menunjuk rumah tersebut menggunakan tangan kirinya. Setelah berhenti sejenak, perjalanan mengelilingi Kota Nelayan berlanjut sembari menyusuri satu persatu jejak kehidupan yang Zayn tinggalkan di masa lalu.
Sayangnya, cerita dramatis yang aku dengar seharian ini sama sekali tidak dapat aku percaya. Ya, aku dapat menganggap jika Zayn mulai terbuka padaku setelah kejadian yang menimpanya di Kota Industri. Namun kemungkinan untuk Zayn mengarang cerita palsu tidak kecil. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia mafia yang sangat gelap seperti Zayn, mengarang cerita sedih bukanlah perkara yang sulit. Orang-orang bawah tanah seringkali memanipulasi rasa simpati dari orang lain untuk mengumpulkan massa. Terkadang aku juga melakukan hal yang sama.
Sayangnya jika aku menunjukkan rasa tidak percayaku pada Zayn sekarang, penyamaranku akan segera terbongkar. Aku harus terus berpura-pura percaya dan luluh pada cerita yang ia karang. Tapi, ada kemungkinan juga jika cerita yang ia lontarkan adalah cerita sebenarnya. Aku hanya menganggap, lima puluh persen dari cerita itu adalah nyata, lalu sisanya adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan untuk menambahkan kesan dramatis. Maafkan aku, Tuan Zayn. Tidak mudah untuk benar-benar mengambil simpati dari orang yang sudah lama berkecimpung dalam dunia hitam sepertiku.