Naura berlari sekuat yang dia bisa di koridor rumah sakit tempat Rohana dirawat. Beberapa saat lalu, dia menghubungi Faris untuk mengetahui di rumah sakit mana neneknya dirawat. Naura tidak peduli dengan Bram yang berlari di belakangnya, dia hanya fokus pada Rohana. Dia ingin melihat wanita yang sudah dia anggap sebagai neneknya sendiri itu secepat mungkin. Sesampainya di ruang ICU, Faris sudah menunggu di sana, lengkap dengan jubah biru yang melapisi bagian luar dari jas putih yang dikenakannya. Wajahnya datar, tidak seperti Faris yang biasanya. Naura menatap wajah lelaki itu dengan penuh tanya, hanya saja satu patah kata pun belum bisa keluar dari bibirnya. Hanya air mata yang berbicara, seakan menyampaikan betapa besar rasa khawatir yang Naura rasakan. “Maaf Naura, saya gagal. Di per