Gara-gara kecupan ringan yang sangat mendadak, itu membuatku salah tingkah sepanjang perjalanan. Harusnya menjadi canggung, tetapi Mas Rifqi sepertinya tidak. Dia dengan santainya tetap mengajakku bicara ke sana dan kemari. Aku sendiri tidak punya pilihan lain selain berusaha biasa saja. Salah tingkah dan perasaan maluku kusimpan sendiri dan kuusahakan agar tidak ketahuan. Mas Rifqi ternyata mengajakku makan di rumah makan dengan dinding serba bambu yang menjual aneka makanan tradisional yang aku tidak bisa menyebut namanya satu per satu. Selain tidak hafal, juga memang terlalu banyak. Kurasa, tiga puluh menu mungkin lebih. Menunya benar-benar bervariatif. Tidak hanya makanan berat, tetapi makanan ringan dan cemilan pun ada. Soal minuman, jangan berharap ada minuman masa kini. Seperti b