Bab 6. Waktumu

1427 Words
Wanita di hadapannya menatap dengan teduh ke arah pria yang berada di bawahnya, setiap ukiran di wajahnya dilihat dengan detail seakan tidak ingin waktu berlalu begitu saja dan ingin berlama-lama menatapnya. "Pelan-pelan, ini sakit ...," lirihnya. "Aku sudah pelan-pelan." Damian mencoba sedikit lebih lembut karena Lyra terus saja merintih kesakitan, entah kenapa dia melakukan ini sekarang, padahal tadinya dia tidak ingin melakukan apa pun untuk Lyra. "Katanya kau ingin menjualku?" tanya Lyra dengan polosnya. "Kau menganggap serius perkataanku?" tanya balik Damian pada Lyra. "Tidak juga, sih. Lalu bagaimana dengan rahasiamu? Katanya rumahmu rahasia, tapi sekarang kau membawaku ke sini," ujar Lyra sambil menatap Damian yang sedang mengobati kakinya. "Kenapa diambil pusing begitu? Berarti sekarang sudah tidak jadi rahasia lagi," balas Damian acuh tak acuh. Lyra merengut melihat respon Damian yang tidak antusias mengobrol dengannya, berbanding terbalik dengannya yang bersemangat sendiri. "Aku sudah mengobatinya, kau bisa istirahat dulu di sini." Damian meraih sesuatu yang baru saja dia beli dari luar setelah meninggalkan Lyra sendirian di sini, pakaian wanita untuk Lyra. "Gantilah pakaianmu, itu sangat kotor," ujar Damian menyodorkan pakaian yang telah dia beli tadi. Lyra meraih pakaian yang Damian sodorkan, wajahnya tidak terlihat senang dengan wajah mengerut setelah melihat pakaiannya, lalu dia menatap Damian dengan wajah merengutnya. "Ini seperti pakaian murahan," celetuk Lyra. Damian melotot, memutar bola matanya dengan malas, kemudian menghela napas frustasi, dia tidak menyangka Lyra akan mengatakan hal itu dengan mudah pada orang yang telah menolongnya. "Merk apa ini? Aku tidak pernah tahu ada merk ini?" Dan lagi Lyra menampilkan kekecewaannya tanpa merasa tidak enak pada Damian. "Pakai saja! Yang penting nyaman dan tidak kotor, jangan pikirkan merk apa yang kau pakai!" balas Damian. Lyra masih merengut, menaruh pakaiannya samping ranjang tempatnya duduk sekarang. Dia mulai menyingkap pakaiannya berniat membukanya dan melupakan Damian yang masih berada di sana. "Aku akan pergi dulu," ujar Damian tiba-tiba. Lyra langsung menurunkan tangannya, mengurungkan niat membuka pakaiannya setelah dia sadar ada Damian juga di sini. "Ke mana?" tanya Lyra. "Bekerja," jawab Damian dengan singkat. Lyra mengernyitkan alisnya merasa bingung, hari sudah sangat gelap, tapi Damian mengatakan ingin bekerja di hari yang mulai malam ini. "Bekerja di mana malam-malam begini?" Lyra menghentikan ucapannya begitu mengingat bagaimana dia bertemu dengan Damian di tempat hiburan. "Oh ... di tempat itu," lanjutnya. Entah kenapa perasaannya jadi sedih setelah Damian mengatakan akan pergi bekerja ke tempat itu, Lyra berharap waktunya dengan Damian berjalan lebih lama. "Aku pergi dulu, kau boleh beristirahat di sini sampai pagi nanti, kalau mau pergi jangan lupa tutup pintunya," ucap Damian. Baru saja Damian berbalik dan melangkahkan kakinya beberapa langkah, tapi Lyra sudah menahannya. "Tunggu ...." Damian terpaksa berbalik lagi menatap lurus yang baru saja menahannya, raut wajah Lyra di mata Damian seperti terlihat sedih juga kecewa yang tersirat tipis di wajah cantiknya. "Ada apa lagi?" tanya Damian tanpa basa-basi. Terlihat wajah Lyra yang agak ragu mengatakan sesuatu setelah melihat wajah Damian yang sepertinya sangat buru-buru dan terlambat karena menolongnya. "Jangan bekerja ke sana," larang Lyra. Damian jadi merasa agak bingung juga jengkel terhadap Lyra, sudah dia bantu dan merepotkan dirinya, sekarang Lyra malah melarangnya untuk melakukan pekerjaannya. "Kenapa melarangku seperti itu? Aku tidak akan mendengarkan laranganmu, aku tetap akan pergi bekerja." Damian melipat kedua tangannya di depan d**a sambil menatap kesal ke arah Lyra. "Aku yang akan membelimu malam ini, apa tarifnya masih sama? Ponselku masih hidup, akan aku transfer sekarang, berapa nomor rekeningmu?" Lyra menyodorkan ponselnya agar Damian bisa memasukan sendiri nomor rekeningnya. Tapi Damian malam menepis pelan ponsel Lyra dari hadapannya, kemudian berjongkok di hadapan Lyra yang masih duduk. "Kenapa kau melakukan ini?" tanya Damian keheranan. Damian menatap lekat sepasang manik Lyra dengan semburat warna hazel di iris yang membuatnya terlihat sangat cocok di wajah Lyra yang mungil, kemudian tatapan Damian beralih pada bibir Lyra yang mungil, tapi berisi terlukis warna merah muda bercampur darah yang mengering akibat serangan Samuel. "Kenapa memangnya? Kau tidak suka? Aku ini sekarang pelangganmu dan kau harus menurutiku, bukan?" Lyra memberikan serangan balik dengan kalimatnya yang membuat Damian tidak bisa berkutik lagi. Damian bangun dari jongkoknya, menghela napas lelah, kemudian dia mengambil ponselnya di saku celana untuk mengirimi seseorang pesan. "Kau pemaksaan rupanya," ucap Damian dengan senyum simpul. Lyra tidak mau kalah dengan keinginannya karena selama ini keinginannya selalu terpenuhi karena dia punya uang, untuk urusan ini mungkin Lyra akan sangat tidak terima jika dia tidak bisa mengatur Damian dengan uangnya. "Aku tidak ingin kalah, kau yang membuatmu melakukan ini, aku tidak suka jika tidak bisa mengatur orang," ungkap Lyra. Damian bergerak duduk di tepi ranjang tepat di sebelah Lyra. Sebenarnya dia sedikit merasa senang karena baru kali ini ada wanita yang menahannya seperti itu. "Dasar keras kepala, kau sangat aneh, Nona. Padahal kau baru saja mengalami kekerasan, bahkan hampir dibunuh dan diperkosa, tapi kau malah memesanku," tutur Damian. Lyra melirik ke Damian yang terlihat serius. "Memangnya kenapa?" tanya Lyra balik. Damian menghela napasnya. "Apa kau tidak trauma dengan pria?" Pertanyaan Damian justru membuat Lyra mengernyitkan alisnya. "Kenapa harus trauma? Ayahku juga pria dan dia punya banyak kekasih, bagaimana aku bisa trauma dengan hal yang biasa seperti itu, dia sama sekali tidak membuatku takut," papar Lyra. "Padahal kau hampir mati tadi, tapi sepertinya kau tidak menganggap nyawamu penting, ya? Kau harusnya bersyukur masih bisa selamat dari kejadian itu. Banyak orang yang ingin hidup dan berusaha keras untuk itu." Entah kenapa Damian jadi merasa risih melihat Lyra yang tidak bisa menghargai nyawanya sendiri. "Kenapa kau jadi menasehatiku begitu? Aku tidak pernah menganggap nyawaku tidak penting, tapi setidaknya aku lega bisa mengatakan semuanya pada b******n itu sebelum aku mati!" Lyra mulai kesal pada Damian. Damian sadar sudah melewati batasnya, tidak seharusnya dia menasehati Lyra karena hubungan mereka hanya sebatas penyedia dan pembeli, tidak lebih dari itu. "Maafkan aku, Nona. Aku melewati batas, aku benar-benar minta maaf," balas Damian. Lyra tidak menggubris Damian, dia lebih memilih mengedarkan matanya ke ruangan yang agak kecil itu sampai menangkap pintu yang dia yakini adalah kamar mandi, segera Lyra beranjak dari duduknya. "Kau mau ke mana?" tanya Damian melihat Lyra yang bangun. Lyra berbalik menatap Damian dengan wajah masamnya. "Mengganti pakaian!" ketus Lyra. Damian hanya mengerutkan dahinya kebingungan dengan kelakuan Lyra yang sangat random di luar dugaannya, baru kali ini Damian bertemu wanita seperti Lyra. Padahal dia menyewa Damian, tapi Lyra malah memutuskan untuk mengganti pakaian di ruangan tertutup dari Damian, sungguh itu membuat Damian selalu merasa aneh pada wanita yang sekarang berada di rumah sewanya. "Apa sekarang urat malunya menyambung lagi? Padahal kita sudah pernah menghabiskan malam bersama waktu itu," gumam Damian. Damian berjalan ke arah pintu menunggu Lyra selesai berganti pakaian, tidak lama dari itu Lyra keluar dan Damian langsung menggendongnya membuat Lyra agak sedikit tersentak kaget. Damian menjatuhkan Lyra di ranjang dengan cepat juga hati-hati karena dia tahu kondisi Lyra sedang tidak baik, dia langsung menyibak bajunya sendiri dan membuangnya ke sembarang arah. "Tunggu ...." Damian seperti tidak mendengar Lyra karena suaranya yang sangat kecil hampir tidak terdengar, Damian mulai mendekatkan dirinya menindih Lyra, sedetik kemudian Damian berniat menjatuhkan ciuman ke bibir Lyra, tapi wanita itu melengos. "Tunggu," ucap Lyra sekali lagi. "Hem ...." Damian hanya berdehem, tapi dia tetap meneruskan aktivitas menciumi Lyra dari mulai pipi, bibir, sekarang turun ke leher. "Hentikan!" Lyra menutup bibir Damian yang tidak bisa berhenti bergerak menyentuhnya. "Ada apa?" tanya Damian sembari mencium tangan Lyra yang menutup mulutnya. Lyra menyambar ponselnya dan menyodorkannya ke Damian. "Masukan nomor rekeningmu," pinta Lyra. Damian menepis ponsel Lyra, mengambil ponsel wanita itu dan menaruhnya kembali ke tempat awal. "Nanti saja bayarnya," balas Damian. Damian mendekatkan dirinya lagi menindih Lyra, kemudian mencium lagi bibir terluka wanita itu yang sudah memerah digigiti olehnya. Lyra melengguh ketika Damian menyerang lehernya lagi. "Tidak, jangan seperti itu ...!" pekik Lyra. Damian langsung menutup telinganya akibat pekikan dari Lyra. Pria itu meringis dan juga kaget karena sikap Lyra yang aneh padanya. Padahal di bawah sana sudah menegang dengan sendiri, tapi Lyra malah berteriak dengan lantang menghentikan aktivitas mereka. "Ada apa denganmu?" Damian agak kecewa aktivitasnya terhenti, padahal dia juga menikmatinya dan sedang berada di masa tanggung, hanya Lyra dari sekian banyak wanita yang bisa membuatnya begitu. "Aku tidak menginginkan itu," jawab Lyra. Damian tambah kecewa ketika Lyra mengatakannya langsung pada saat dia menikmati permainannya sendiri. "Apa maksudnya? Kau membeliku, tapi kau tidak menginginkanku?" Damian tidak terima dengan semua perkataan Lyra barusan. "Apa kau hanya ingin menahanku untuk tidak ke sana? Apa kau sedang bermain-main denganku?!" Entah kenapa Damian jadi sangat emosi karena Lyra menolaknya. "Aku tidak mempermainkanmu! Aku hanya ingin membeli waktumu saja, bukan pelayananmu!" kilah Lyra. "Lalu sekarang apa yang kau inginkan?!" tanya Damian dengan nada tinggi. "Aku ...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD