“Apakah benar ini kediaman Tuan Adam?” Pria itu bertanya dengan sopan, menunjukkan wajah ramah disertai senyuman. “A … ya, benar,” jawab Sarmilah tanpa mengalihkan perhatian dari pria di hadapannya. Pria itu masih muda, mungkin suaisa Rama tapi, ia tidak begitu yakin. “Ah, syukurlah aku tidak salah alamat. Apakah beliau di rumah?” “Ya, beliau di rumah. Kira-kira, ada perlu apa?” ujar Sarmilah. Ia sengaja tak segera memanggil Adam karena waspada jikalau pria itu sama seperti Shinta yang berusaha melukai Adam waktu itu. Pria itu tersenyum hingga matanya menyipit dan mengatakan, “Ada hal penting yang ingin aku sampaikan. Ini semua ada hubungannya dengan Jenie, istri dari cucu beliau.” Sarmilah terdiam sejenak sampai tiba-tiba Adam telah berdiri di belakangnya. Adam menyusul Sarmilah k

