Sesampainya di mall, Tiffany memarkirkan mobilnya dan menatap ke arah Kriss yang masih saja tertidur itu. Dokter Anya sendiri sudah bersiap untuk turun dari mobil lebih dulu.
Dokter Anya keluar, meninggalkan Tiffany dan Kriss yang masih ada di dalam mobil berduaan itu. Tiffany melepaskan sabuk pengamannya dan mendekati Kriss dengan hati-hati.
"Kriss," panggil Tiffany pelan sembari menepuk pipi Kriss dengan hati-hati.
Melihat Kriss yang mulai bergerak, Tiffany pun bergegas melepaskan sabuk pengaman yang dipakai oleh Kriss. Membuat Kriss terdiam dan menatap ke arah Tiffany yang membuat posisi mereka menjadi sedikit canggung saat di lihat orang lain.
"Sudah bangun? Ayo turun." Tanya Tiffany yang langsung saja membuat Kriss terdiam dan membiarkan wanita itu turun lewat pintunya lebih awal.
Memasuki mall, Kriss hanya terdiam dan menatap ke arah sekitar dengan kagum. Kriss akui, dirinya memang belum pernah melihat sesuatu yang sangat besar dan juga ramai seperti mall saat ini.
"Dokter, aku sama Kriss akan ke toko pakaian laki-laki. Dokter bisa mencari kita di sana nanti." Kata Tiffany pada dokter Anya sebelum pergi.
Tiffany menarik lengan Kriss dan membawa Kriss ke lantai dua menuju stand baju agar bisa memilihkan baju Kriss. Setidaknya dirinya akan membelikan sepuluh potong baju untuk keluar pada laki-laki itu.
"Awas ya kalau sampai berani lihat wanita-wanita cantik lainnya." Ancam Tiffany yang hanya ditanggapi gelengan oleh Kriss.
Di dalam mall, dokter Anya berjalan menuju ke arah stand parfum. Kebetulan parfum yang biasa ia pakai hampir habis. Dulu dirinya tidak pernah membeli parfum itu sendiri karena kekasihnya akan mengirim ke tempat kerjanya jika dirinya mengatakan parfumnya habis. Tapi kali ini dirinya sudah benar-benar memutuskan hubungan dengan laki-laki itu, jadi dokter Anya tidak ingin meminta bantuan lagi pada laki-laki yang ternyata hanya mengincar tubuhnya itu.
Dokter Anya berkeliling stand dan mulai melihat-lihat parfum yang tersedia.
"Permisi, apa boleh melihat parfum yang ini?" Tanya dokter Anya yang langsung saja mendapatkan sambutan hangat dari penjaga stand parfum.
Suara penjaga toko yang tengah merekomendasikan beberapa parfum membuat dokter Anya menyimak dengan baik. Dirinya memang tidak terlalu tahu banyak tentang aroma parfum, jadi dirinya membutuhkan rekomendasi dari penjaga toko.
"Ini harumnya enak, lembut dan juga tahan lama. Tidak terlalu menyeruak ke dalam hidung, jadi mungkin saja akan membuat anda merasa nyaman saat memakainya." Kata penjaga toko memilihkan parfum untuknya.
Dokter Anya mencobanya, tersenyum tipis karena dirinya memang suka dengan aroma yang baru saja ia hirup. Dulu kekasihnya selalu memberikan dirinya parfum yang cukup menyengat jadi dirinya sedikit tidak nyaman saat memakainya. Banyak juga wanita yang tidak menyukainya mengatakan jika dirinya berniat menggoda pasangan mereka. Padahal jelas-jelas dirinya hanya memakai pemberian yang diberikan oleh kekasihnya, tapi tetap saja mereka selalu berpikir buruk tentang dirinya.
"Kalau begitu tolong bungkus yang ini mas," pinta dokter Anya yang langsung saja disetujui oleh penjaga toko yang berjenis kelamin laki-laki itu.
Selesai memilih parfum, dokter Anya pun berjalan menuju eskalator untuk naik ke lantai dua dan menyusul Tiffany dan juga Kriss.
Jika di ingat-ingat, ini adalah hari kebebasan dokter Anya untuk yang pertama kalinya. Dokter Anya ingat betul jika kekasihnya selalu mengatakan pada dirinya untuk tidak perlu keluar dan dia akan membantunya untuk membeli semua hal yang ia inginkan. Akan lebih baik jika kekasihnya tidak meminta ganti uang yang dipakainya, tapi kekasihnya benar-benar meminta ganti bahkan juga ongkos yang ia pakai untuk parkir dan juga bensin. Benar-benar laki-laki perhitungan.
"Sayang, bagaimana jika kita membeli parfum? Aku akan memilihkan parfum yang cocok untuk kamu."
Suara yang terdengar akrab dan tidak asing membuat Tiffany mengangkat kepalanya, menatap ke arah mantan kekasihnya yang berada di eskalator samping yang memiliki tujuan untuk turun ke bawah.
Dokter Anya tersenyum tipis, dirinya benar-benar bersyukur karena bisa lepas dari laki-laki buaya seperti itu. Bagaimana jika dirinya masih bersama bersama dengan laki-laki itu? Pasti dirinya hanya akan duduk diam di ruangannya dan sibuk memikirkan apa yang dilakukan oleh kekasihnya saat ini. Dokter Anya mengaku jika dirinya benar-benar bodoh karena bertahan pada laki-laki b******k seperti itu.
Setelah puas menatap ke arah mantan kekasihnya, dokter Anya pun kembali menatap ke depan dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkan eskalator. Tuhan masih bersamanya dan menyelamatkan dirinya dari laki-laki b******k seperti itu, jadi untuk itu dokter Anya merasa sangat bersyukur dan sangat puas dengan takdir yang di aturkan oleh Tuhan.
Dokter Anya terus melangkahkan kakinya ke depan, matanya bergerak ke sana ke mari untuk mencari keberadaan kedua rekannya yang pergi ke atas lebih awal itu.
Sebenarnya tujuan dirinya dan Tiffany keluar malam ini adalah ke bar, Tiffany mengajaknya untuk minum dan pulang setelah cukup larut. Selain itu Tiffany juga mengatakan padanya jika minum adalah hal efektif yang sering dilakukan oleh Tiffany agar bisa tertidur dengan nyenyak. Untuk itu saat dirinya mengatakan susah untuk tidur selama beberapa hari ini, Tiffany mengajaknya pergi ke bar untuk menjernihkan pikiran.
"Maaf," kata Dokter Anya yang tidak sengaja menabrak orang lain yang tengah berjalan itu.
"Tidak apa-apa, salah saya juga karena tidak fokus pada jalan." Suara laki-laki yang terdengar membuat dokter Anya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya pelan.
Suara laki-laki tadi benar-benar sangat lembut dan enak didengar, berbeda dengan suara kekasihnya yang sering berbicara keras dan juga sesekali membentak dirinya dalam keadaan sadar. Dirinya benar-benar sangat menyedihkan jika di ingat-ingat lagi.
Dokter Anya melangkahkan kakinya lebih cepat saat matanya menemukan keberadaan Tiffany dan juga Kriss. Keduanya benar-benar ada di stand baju laki-laki dan tengah melihat baju-bajunya.
Tiffany terus memilih banyak sekali baju untuk Kriss, meminta laki-laki itu untuk mencobanya dan berakhir meminta pelayan untuk membungkusnya.
Kriss sendiri tidak senang karena Tiffany terlalu royal padanya, Kriss sudah bertekad untuk mengembalikan yang Tiffany yang akan ia pakai malam ini nanti. Dirinya tidak suka berhutang pada orang lain.
"Masih belum selesai?" Tanya dokter Anya yang tiba-tiba saja bergabung pada keduanya.
"Sebentar lagi, dokter Anya sudah selesai? Jika belum boleh pergi melihat-lihat lagi kok. Nanti kita yang nyamperin." Jawab Tiffany yang langsung saja dijawabi gelengan oleh dokter Anya. Dokter Anya tidak ingin berkeliling lagi karena takut bertemu dengan mantan kekasihnya. Dirinya benar-benar takut jika mendapatkan masalah saat berpapasan dengan orang itu.
"Tidak, aku akan menunggu saja jika seperti itu." Kata dokter Anya yang langsung saja mencari tempat duduk dan mengawasi Tiffany dan juga Kriss yang masih sibuk mencocokkan pakaian.
Dokter Anya juga melihat-lihat ke berbagai sudut, sepertinya dirinya akan datang ke sini lagi jika memiliki kekasih nanti. Dirinya ingin memberikan hadiah pada kekasihnya. Selain itu, dirinya harus mencari kekasih yang memiliki kepribadian baik dulu, memiliki pola pikir yang sama dengannya dan juga mau menerimanya apa adanya. Dirinya tentu saja tidak akan melupakan penolakan keluarga mantan kekasihnya hanya gara-gara dirinya sudah tidak memiliki keluarga lagi. Memangnya apa yang salah dengan itu? Tidak ada bukan? Dirinya pun kehilangan kedua orang tuanya bukan karena ingin, tapi semua itu karena takdir yang diberikan oleh Tuhan.
Dokter Anya menundukkan wajahnya dan menatap ke arah tas belanjaannya. Tangannya bergerak melihat isinya dan mengambil kertas kecil yang ada di dalam tas belanjaannya itu.
*Terima kasih sudah membeli di sini. Di saat kembali, jangan lupa untuk meninggalkan nomor ponselnya.*
"Kartu ucapan macam apa ini." Cibir dokter Anya dengan tersenyum lebar. Dirinya benar-benar tidak percaya jika ada laki-laki yang mau mendekatinya. Padahal dulu dirinya tidak berani membayangkan hal itu, karena dirinya sadar jika dirinya tetap akan bersama kekasihnya saja. Namun sekarang, dokter Anya semakin percaya diri untuk keluar setelah membaca kartu ucapan itu.
Tbc