Part - 6 - Gadis Berbahaya

1581 Words
Sudah dua minggu Silvia tak nongol di pesantren. Yah, pembuatan film barunya sebentar lagi rampung. Tinggal seminggu lagi ia menjalani pengambilan adegan di kota yang berbeda. Sebenarnya mungkin bukan kota, tapi lebih ke tempat pedalaman yang masih sulit akses. Adegan terakhir yang akan ia jalani memang sedikit ekstrim. Tapi demi profesionalisme ia akan lakukan semaksimal mungkin agar hasilnya juga memuaskan. "Eh, say! Orang pesantren apa gak ada yang curiga kalo you masih ngendon di sini?" Sonia membawakan secangkir teh hijau hangat untuk Silvia. Duduk selonjoran di balkon hotel memang sedikit mengusir lelah setelah seharian berada di depan kamera. Silvia menerima teh hijau dan mulai menikmatinya. "Gak lah. Orang lo ngarang kisah sedih belibet gitu, mana mungkin mereka nyari tahu." "Eikeu sih cuma khawatir aja ya cin... ntar ujungnya bokap lo gagalin kontrak lagi tuh, kan berabe!" "Mana ada, Son! Orang gue udah tanda tangan kok, dan lagi udah setengah jalan gini." "Iya sih, tapi ngomong-ngomong nih ye, si Fadhil ganteng kemana sih? Dari siang eikeu belom dapat kabar apapun dari anak itu." Silvia memicing. Jangan bilang nih banci ngincer si Fadhil juga? "Ngapain lo cari si Fadil?" "Ya, eikeu miss berat lah sama tuh bocah, duh bodynya itu bikin gak tahaaannn... rrrrr!" "Eh iler tuh, nyampe netes gitu! Jorok lo ah! Jangan-jangan lo bikin teh sambil ileran juga!" "Apa sih cin..? Kagaklah, orang eikeu bikin tuh minuman sambil lihatin si Ardi ngorok, mana ada sampe ileran, yang ada malah iler eikeu kering kerontang, gak selera liat si Ardi nyebelin mah!" Dasar banci! Dari luar terdengar suara ribut orang beradu faham. Silvia yang tadinya gak peduli mulai menajamkan telinganya saat nama seseorang dipanggil-panggil. "Apa, Sil? You nguping orang berantem, gak baik tahu!" "Bentar deh, Son! Kayaknya gue kenal suara mereka. Kayak suara si Fadhil deh." Mata Sonia langsung cemerlang begitu mendengar nama Fadil Sang Pujaan hati. "Fadil? Seriusan? Eh, bentar eikeu pastiin dulu cin.." Karena penasaran tingkat tinggi, akhirnya dua manusia itu mengendap-ngendap keluar dari kamar hotel dan memasang telinga mereka rapat-rapat ke pintu hotel yang berseberangan dengan kamar hotel Silvia. Dan sepertinya dewi keberuntungan tak berpihak pada Silvia. Baru saja dia menempelkan telinganya ke pintu hotel, tiba-tiba saja pintu hotel terdorong ke dalam. BRAK!!! Gudubrak!!! Silvia dan Sonia sukses terjerembab ke dalam dan mencium lantai kamar dengan sempurna. Silvia meringis. Sialan! Sakit juga! Mata Silvia melotot melihat sepasang sepatu di depan matanya. Dengan gerakan perlahan, tatapannya naik ke si empu sepatu. Dan matanya makin melebar saat tahu siapa pemilik kaki itu. Glek. "U-ustat ga-ganteng?! Ha-hai..." Well, Ziad melongo melihat Silvia yang jatuh mengenaskan di depannya bersama seseorang yang.... tunggu, sepertinya Ziad pernah melihat makhluk ini! Tapi dimana? Dari dalam kamar keluar Fadhil yang memakai setelan santainya. "Ada apa, Bang? Belum pulang?" Silvia menutup mulutnya. Apa? Abang? Fadhil memanggil Ziad dengan panggilan abang?! Silvia masih duduk, yeah, sedikit berharap pria keren di depannya itu sudi menolongnya untuk bangun. "Lho, Sil? Kamu ngapain? Kok duduk di lantai kayak gitu sih?" "Eh, Dil. Sorry! Gue tadi, itu.. anu, mau nanya masalah skenario yang harus dihafal, yah, begitulah, dan gue malah jatoh." Fadhil manggut-manggut sambil melirik abangnya yang masih diam tak bereaksi apa pun. Apa karena pertengkaran mereka tadi? Ataukah karena ada makhluk berlawanan jenis yang sangat indah duduk pasrah di depannya? Yah, abangnya yang anti wanita itu, mungkin shock karena baru merasakan bahwa berdekatan dengan wanita itu sungguh menyenangkan. Fadhil mengulurkan tangan hendak menolong Silvia yang masih duduk mengenaskan. Namun tangannya ditepis seseorang. Fadhil sampai kaget, pasalnya yang menepis tangannya adalah Sang Abang sendiri. "Bangun kamu! Katanya pergi ke Singapura! Saya laporin kamu ke pesantren!" Ziad berkata tanpa melihat ke arah Silvia sedikit pun. Fadil yang tadinya kaget semakin tambah kaget. Apa dilaporin? Kenapa Silvia berhubungan dengan pihak pesantren? Sonia yang tadi sedang anteng nikmatin dua pria keren di depannya mulai beringsut keluar dengan mengendap-endap. "Eh kok gitu sih? Jangan dong Pak Ustat! Please! Ya? Sekali ini doang kok, cuma film ini aja!" "Maaf, saya tidak bisa berkompromi dengan kebohongan!" Anjir! Mampus gue! Ayo Sil, cari akal! Biar si Ganteng gak bocorin semuanya! "Sebentar, Bang. Aku belum ngerti keadaan ini. Ngapain Abang laporin Silvia ke pesantren? Ada hubungan apa Silvia dengan pesantren?" Ziad menghembuskan nafasnya dengan lelah. "Tanya sendiri sama orangnya." Silvia menggigit bibirnya. "Dil, jadi lo adeknya Ustat Ganteng ini?" "Ustat Ganteng? Dari mana sebutan aneh itu?" Fadhil menahan tawa. Ia yakin, Bang Ziad pasti sangat tertekan dengan semua prilaku berani Silvia. Ziad terlihat menahan kesal. Lalu tanpa menoleh ia pamit pada adiknya itu. "Dil, Abang gak mau tahu! Pokoknya kamu harus temui Abah sekali saja." Ziad melenggang pergi dari kamar hotel milik Fadhil. Ia tidak menjawab, alih-alih menjawab pertanyaan Ziad, ia justru malah penasaran ada hubungan apa antara Silvia, Ziad-yang-Silvia-dipanggil-ustat-Ganteng, dan pesantren? Baru saja ia akan bersuara, Silvia tiba-tiba bangkit dan mengejar Ziad yang keluar. Fadhil akhirnya hanya mengangkat bahu. *** Mengejar pria jangkung itu ternyata cukup menguras tenaga. Tentu saja, dengan postur tinggi seperti itu, membuat langkah Ziad menjadi lebar dan cepat. Silvia sampai ngos-ngosan mengejarnya. Meski sudah berusaha, tetap saja tidak terkejar. Keringat mulai menetes di dahi Silvia. "Mampus gue! Gimana caranya gue menutup mulut si Ganteng itu! Mana dia jujurnya setarap malaikat lagi!" Merasa buntu tentu saja. Silvia tak tahu lagi gimana cara menghentikan Ziad. Salahkan rasa penasarannya yang teramat tinggi hingga ia berbuat konyol dengan menguping dan berakhir dengan kejadian memalukan. Sebersit ide gila muncul di otaknya. Senyum licik terbit di bibirnya. "Sorry deh, tanggung udah dosa gue, ngibulin semua orang! Sekali lagi aja deh, bikin mingkem mulut tuh cowok!" Silvia memijit nomor kontak Ziad. "Hallo, assalamualaikum!" Anjir, baru rencana ngibulin juga udah berasa dosa gue kalo sama malaikat mah! "Ya, Hallo! Maaf Ustat! Bisa kemari sebentar? Ke kamar hotel yang ada di seberang kamar Fadhil." "Kenapa saya harus kesana?" Oh My God! Polos amat sih, Bang! Mau gue ajak b******a! "Ekhm, maaf sebelumnya, apa Pak Ustat memberi tekanan pada Fadhil? Sebab saya lihat sekarang Fadhil mabuk dan--" Tut-tut-tut. Ziad menutup sambungan telepon. Silvia tersenyum penuh kemenangan! Kena kamu! Sorry, gue kehabisan cara sih! Silvia sedikit berlari untuk segera sampai ke kamar hotelnya. Ia lalu mengambil guling dan segera mengubur guling itu dengan selimut menyerupai orang yang tidur dalam selimut. Ia menghitung, berapa lama Ziad bisa sampai kemari. 1..2..3.. BRAKK!!! Hampir saja Silvia memekik saking kagetnya. Ziad sampai ke kamarnya bahkan belum selesai hitungan ketiga, luar biasa! "Fadhil! Mana Fadhil adik saya?!" "Maaf, saya mohon maaf sekali lagi, pak Ustat, saya hanya bisa menolongnya seperti ini." Silvia melirik gulungan guling yang dibalut selimut tebal itu. Ziad segera melangkah mendekat ke arah kasur. Dan ia membelalak kaget saat belum sampai ke kasur, tangannya ditarik Silvia dan beberapa detik selanjutnya Ziad berdiri kaku. Sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh pipinya. Yes, Silvia mengecup pipinya lalu gadis itu mengabadikan moment yang membuat Ziad jantungan tersebut dengan kamera handphone-nya. Klik. Ziad menatap Silvia yang nakal. Sungguh! Dirinya juga pria normal! Tatapan Ziad tertuju ke arah manik mata Silvia. Membuat gadis itu mengerjap beberapa kali. Semburat merah menyebar di pipi halus Silvia. Namun, bukan Ziad namanya jika harus tak tahan godaan. Ziad mundur dan memalingkan wajahnya seraya mengucap istighfar. "Astagfirullah!! Kamu! Sudah keterlaluan!" Silvia yang memang sedikit terpengaruh dengan tatapan Ziad menelan salivanya dengan susah payah. Sumpah! Dia sering mengerjai pria, tapi tak pernah merasakan efeknya yang seperti ini. Ini lebih dari kata gila! Ini juga membuatnya sedikit jantungan! Silvia meraba dadanya sendiri. "So-sorry, gue cuma butuh sesuatu yang bisa membuat lo nutup mulut." "Apa?!" "Ya, foto ini aset buat gue." "Maksud kamu apa? Mau kamu apakan foto itu?" "Gue bisa mengirim foto ini ke Pak Kiyai kalo lo berani membuka rahasia gue di sini." "Kamu!!" Ziad geram. Tentu saja, mana mungkin dia akan mendiamkan kelakuan gadis itu yang menurutnya sudah kelewatan! Silvia yang sudah berhasil menguasai dirinya lagi lalu tersenyum penuh kemenangan. "Mau buat kesepakatan? Lo diem, jaga rahasia gue setidaknya sampai film gue selesai. Dan gue gak akan pernah nyebarin foto mesra kita." "Saya tidak akan pernah mau membuat kesepakatan konyol itu, berikan HP kamu, saya akan hapus apa yang tidak pernah saya lakukan." "Apa? Oh, hohoho! No, Ustat Ganteng tersayang! Ini senjata ampuh! Gue gak bakalan kasih! Ambil aja kalo bisa." Silvia mengacungkan Handphone ke atas, dia sangat yakin kalo pria itu tak akan berani mengambilnya. Mengingat bagaimana pria itu yang tak mau bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrimnya. Namun apa yang Silvia perkirakan ternyata meleset, dengan gerakan cepat Ziad menyambar Handphone milik Silvia. Dan tentu saja, karena Silvia dalam keadaan tak siap akhirnya ia malah oleng dan jatuh. Kesal, kaget dan marah membuat Silvia geram dan kakinya mengait kaki Ziad yang akhirnya terjatuh dengan posisi Ziad di atas tubuh Silvia. Tanpa sadar, Ziad malah tak sengaja menekan tombol Handphone Silvia yang memang masih dalam posisi kamera siap untuk berfoto. Silvia sendiri juga kaget. Beneran kok, dirinya gak bermaksud membuat adegan lebih gila lagi! Yang tadi aja udah bikin jantungan! Silvia tadinya hanya bermaksud membuat Ziad jatuh juga biar pria itu merasakan sakitnya jatuh terjerembab. Mereka saling menatap beberapa saat. Dapat Silvia rasakan d**a pria di atasnya ini berdebar melebihi batas normal. Segila-gilanya Silvia, belum pernah ia membuat pria berada di atas tubuhnya seperti ini. Si Ardi juga paling memeluknya seperti guling. Dan ini? Wow, ini di luar kendalinya! Silvia lalu mendorong d**a Ziad yang masih berada di atas tubuhnya. "Eh, lo apa-apaan?! Nyari kesempatan ya?!" Ziad mengerjap. Ia lalu segera bangun dan menggeleng-gelengkan kepalanya seraya beristighfar beberapa kali. Ziad sudah tak ingat lagi dengan foto tak senonoh itu, ia hanya segera bangkit dan keluar kamar. Gadis ini sangat berbahaya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD