Kini Tian pun pulang ke rumah dengan senyuman yang tidak lepas dari bibirnya. Membuat Rendi merasa curiga, melihat sikap bosnya itu.
"Saya perhatikan dari tadi, senyum-senyum saja Bos. Bagaimana, diterima ya?" tanya Rendi yang penasaran melihat sikap bosnya itu.
"Alhamdulillah Ren, ternyata doa kamu nggak sia-sia. Saya diterima hehe," jawab Tian dengan begitu antusiasnya.
"Alhamdulillah Bos, berarti saya jadikan Bos dapat bonus tambahan, hehe."
"Rupanya, masih ingat saja kamu," jawab Tian.
"Ya iyalah Bos, bukannya Anda sudah janji."
"Kamu tenang saja, Ren. Nanti saya transfer ke rekening kamu."
"Benaran Bos, kalau begitu makasih banyak, ya." Rendi merasa sangat senang sekali. Akhirnya ia mendapatkan bonus dari bosnya itu.
"Iya, makanya kamu harus selalu berada di pihak saya, Ren."
"Kalau itu mah, pasti Bos," jawab Rendi yang selalu setia membantu Tian, baik dalam pekerjaan. Maupun urusan pribadi.
"Ya sudah Ren, saya mau sholat dulu. Saya mau berterima kasih kepada Allah. Karena sudah memperlancar urusan saya hari ini," jawab Tian dengan penuh syukur.
"Alhamdulillah, saya senang melihat Bos sudah rajin sholat sekarang."
"Ya namanya juga calon imam Ren, hehe." Tian pun segera pergi meninggalkan Rendi untuk menunaikan kewajiban sholatnya.
***
Setelah selesai sholat, Tian pun langsung mengambil ponselnya. Ia berniat untuk berkirim pesan dengan Adelia sebelum tidur. Sekaligus ia ingin mengajak wanita itu untuk jalan-jalan besok pagi, merayakan hari jadian mereka.
"Assalamu'alaikum Del, lagi ngapain sekarang? Sudah sholat isya belum." Tanya Tian lewat pesan yang baru saja dikirimnya kepada Adel.
Adel merasa heran, tidak biasa ia mendapatkan pesan malam-malam diponsel nya. Ia pun segera membuka dan membaca isi pesan tersebut.
"Dari Bang Tian rupanya." Ucap Adel dalam hati dengan senyum malu-malu. Setelah membaca pesan dari Tian, Adel pun segera membalasnya.
"Wa'alaikumsalam Bang, Adel baru saja habis sholat. Bang Tian sendiri sudah sholat belum ni?" Adel segera menekan tombol kirim, sambil menanti balasan dari Tian.
Tian yang merasa tidak sabaran berkirim pesan lewat SMS, akhirnya memilih untuk langsung menelpon Adel.
Drrt! Drrt!
"Bang Tian Calling." Sebelum mengangkat telpon dari Tian, Adel pun memastikan pintu kamarnya telah dikunci atau belum. Ia tidak mau adiknya Desi tiba-tiba masuk dan menguping pembicaraan antara dirinya dan juga Tian. Barulah setelah itu Adel mengangkat telpon Tian dengan perasaan sedikit tenang.
"Assalamu'alaikum Del. Abang ganggu ya?" tanya Tian, lewat panggilan teleponnya.
"Wa'alaikumsalam, nggak kok Bang," jawab Adelia.
"Oh ya Del, besok kamu kerja atau libur?"
"Besok Adel libur Bang, memangnya kenapa?" Adelia pun balik bertanya. Karena merasa heran mendengar pertanyaan dari pria yang saat ini baru saja menjadi kekasihnya.
"Nggak, Abang cuma pengen ngajakin Adel jalan-jalan besok. Itu pun kalau kamu bisa."
"Hmm, memangnya Bang Tian mau ngajakin Adel jalan-jalan kemana?" tanya wanita itu.
"Abang juga nggak tau Del, soalnya Abang kan baru di Jambi. Abang belum paham betul jalan disini."
"Ya sudah, Adel mau kok, Bang. Menemani Abang jalan-jalan besok."
"Benaran Del?" tanya Tian memastikan.
"Iya Bang," jawab Adelia.
"Makasih ya my sweetie."
Adelia sedikit malu ketika Tian menyebutkan kalimat itu.
"Abang apaan si, Adel kan jadi malu," ucap Adelia.
"Jangan malu dong, Sayang. Mulai sekarang Abang ingin membiasakan panggilan itu. Supaya kita lebih dekat. Lagi pula, panggilan sweetie itu sangat cocok buat kamu."
"Ih, Bang Tian, ternyata pintar gombalin cewek ya," jawab wanita itu. Setelah mendengar perkataan dari kekasihnya
"Nggak semua cewek Del, cuma sama kamu Abang seperti ini."
"Benaran Bang, Adel nggak percaya tu," goda wanita itu.
"Makanya, mulai sekarang kamu harus percaya sama Abang."
"Iya deh Bang, Adel percaya," jawab Adelia.
"Nah, begitu dong calon makmum Abang."
"Mulai lagi dech gombalnya keluar lagi."
"Hehe, itu tandanya Abang makin cinta sama kamu, Sayang. Oh iya Del, apa pun yang terjadi, Abang minta sama kamu, harus tetap percaya ya, sama Abang," pinta Tian, yang sebenarnya takut. Seandainya wanita itu mengetahui identitasnya.
"Iya Bang," jawab Adelia.
"Kalau seandainya ni ya, Abang ternyata berbohong sama kamu, apa kamu akan tetap mempercayai Abang?" tanya Tian yang ingin mendengar jawaban dari wanita itu.
"Ya tergantung Bang, jenis kebohongan Abang seperti apa? Kalau bisa termaafkan ya Adel maafin, tapi kalau kebohongan Abang sifatnya fatal, Adel juga nggak tau Bang, apa Adel bisa memaafkan Abang atau nggak."
Deg!
Seketika Tian terdiam mendengar jawaban dari Adel.
"Bang Tian kenapa diam saja? Jangan-jangan Abang lagi berbohong ya tentang perasaan Abang ke Adel."
"Ng-nggak kok Del. Kalau perasaan Abang ke Adel itu memang tulus dari hati Abang. Nggak mungkinlah Abang main-main. Abang harap Adel jangan meragukan perasaan Abang ya."
"Kalau itu insyaallah Bang, mulai saat ini Adel juga berjanji untuk belajar mencintai Bang Tian dengan tulus."
"Abang berterima kasih banget, Adel sudah mau memberikan kesempatan untuk Abang. Berhubung sudah malam, Abang tutup telponnya ya Del."
"Iya Bang."
"Kamu selamat istirahat, dan jangan lupa mimpi indah, kalau bisa mimpinya tentang Abang ya."
"Kalau itu Adel nggak bisa janji Bang, kita kan nggak bisa pilih-pilih mimpi."
"Hehe, iya juga si Del. Kalau begitu selamat tidur my sweetie, sampai ketemu lagi besok."
"Iya, Abang juga selamat istirahat. Abang pasti capek habis datang dari kampung."
"Iya ni Del, badan Abang pegal-pegal semua."
"Ya sudah bawa tidur saja Bang, insyaallah besok pegalnya hilang kok."
"Iya sayang."
"Sudah dulu ya Bang, Adel tutup telponnya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam my sweetie."
Tut! Tut!
Tian merasa bahagia setelah bertelponan dengan Adel. Tapi disisi lain ia juga merasa sedikit khawatir.
"Bagaimana kalau Adel sampai tau tentang kebohongan saya selama ini. Apa dia bisa memaafkan dan mau menerima saya lagi?" Pikir Tian dalam hati, sebelum memejamkan kedua matanya yang berlahan mulai terlelap.
Pagi ini Tian pun sudah bersiap-siap mengobrak-abrik isi lemarinya Rendi. Mencari baju yang cocok untuk dipakainya pergi bersama Adel. Sedangkan Rendi merasa heran melihat kelakuan bosnya itu
"Cari apa si Bos? Kok lemari saya jadi berantakan banget."
"Cari baju Ren, kalau begitu kamu saja yang cariin. Saya pusing Ren, baju kamu nggak ada yang bagus "
"Sadis banget si Bos ngomongnya. Memangnya Bos mau kemana pakai baju saya?"
"Ya kencan lah, namanya juga baru jadian "
"Hehe, semenjak dekat dengan Adel Bos jadi banyak berubah sekarang."
"Maksud kamu apa Ren?"
"Maksud saya, biasanya Bos itu penampilan selalu necis, perfect, pakai baju selalu yang bermerk. Tapi sekarang Bos lebih sederhana, mau-mau saja pakai baju saya yang harganya murahan hehe."
"Kan kamu bilang saya harus totalitas Ren."
"Iya Bos, tapi saya suka dengan Bos yang sekarang. Lebih terbuka nggak kaku kayak dulu."
"Oh, jadi maksud kamu saya dulu terlalu kaku."
'Sedikit Bos."
"Sudah berani kamu ngatain saya ya Ren, memangnya sudah siap untuk dipotong gaji "
"Ya elah, jangan dong Bos. Baru juga malam tadi saya dapat bonus, ini gaji saya mau dipotong lagi, sama juga bohong Bos."
"Makanya, cepatan kamu carikan baju yang cocok buat saya."
"Kalau itu mah, siap Bos," jawab Rendi dengan penuh percaya diri.
Saat ini Tian sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk pergi ke rumah Adel.
"Saya pergi dulu ya Ren," pamit Tian kepada asisten pribadinya itu.
"Ok Bos, hati-hati di jalan dan jangan lupa bawa oleh-oleh untuk saya."
"Enak saja, kamu nyuruh saya bawa oleh-oleh untuk kamu," jawab Tian yang merasa tidak terima. Dan berniat pergi meninggalkan asisten pribadinya.
"Hehe saya cuma bercanda Bos, itu juga kalau Bos sempat."
"Dasar perut karet, saya pergi Ren. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam Bos, selamat berkencan ya!" Teriak Rendi ketika Tian sudah melangkah pergi. Tian sama sekali tidak memperdulikan teriakan Rendi, ia terus melanjutkan langkahnya untuk menuju rumah sang pujaan hati.
Setibanya dirumah Adel, Tian melihat Buk Sarah yang tengah asyik menyirami sayur-sayuran yang tampak menghijau. Tian pun langsung mendekati Buk Sarah dan menyapanya.
"Assalamu'alaikum Tante. Wah, kelihatannya segar sekali sayur-sayurannya Tan."
"Wa'alaikumsalam, eh ada Nak Tian. Iya Nak, sekarang Tante lebih senang menanam sayur sendiri karena lebih sehat tanpa zat kimia dan juga biar bisa menghemat, hehe," jawab Sarah kepada pria itu.
"Bagus dong kalau begitu Tante," jawab Tian yang merasa kagum, dengan ibu dari wanita yang dicintainya.
"Ngomong-ngomong, Nak Tian mau bertemu Adel ya."
"Iya Tante, sekalian saya mau minta ijin sama Tante untuk membawa Adelia jalan-jalan. Itu pun kalau Tante mengijinkan," pinta Tian dengan begitu sopan.
"Ya sudah, bentar ya Nak Tian. Tanya panggilkan Adel dulu."
"Iya, Tante," jawab Tian.
Tak lama kemudian, Sarah pun datang bersama putrinya Adelia.
"Ingat ya, kalian pulangnya jangan malam-malam. Kalau bisa sebelum magrib sudah sampai di rumah."
"Baik Tante, saya janji akan membawa Adel pulang kerumah sebelum magrib."
"Ya sudah, kalau begitu kalian hati-hati dijalan. Tante titip Adel ya Nak Tian," pesan wanita itu.
"Mama apaan si, memangnya Adel anak kecil apa, pakek acara di titip sama Bang Tian," protes Adelia.
"Hehe, bagi Mama kamu tetap anak kecil, Sayang," jawab Sarah sambil mengelus pundak putrinya dengan penuh kasih sayang.
Setelah berpamitan dengan Sarah, Tian dan Adelia pun segera pergi. Walau sudah resmi menjalin hubungan, Adel tetap memilih untuk menjaga jarak dengan Tian saat berjalan. Ia melakukan itu karena mereka bukanlah muhrim dan tidak ingin menimbulkan fitnah bagi orang yang melihatnya.
"Oh iya Del, nanti temani Abang, untuk membeli beberapa baju ya," pinta pria itu.
"Jadi Abang ceritanya mau shopping ni.'
"Hehe, soalnya Abang nggak punya banyak pilihan baju. Lagipula Abang ingin memakai baju pilihan dari wanita yang sangat spesial di hati Abang."
"Ih, mulai dech Bang Tian gombalnya keluar."
"Kan gombal sama pacar sendiri nggak apa-apa Del, hehe."
Adel pun tersipu malu saat mendengar perkataan dari Tian. Ia merasa sedikit canggung tapi ia juga merasa sangat senang mendengarnya.
"Sekarang kita ke mana dulu ni Del?"
"Kita cari baju saja untuk Abang."
"Ya sudah, Abang ngikut kamu saja. Kamu yang tentuin dimana mall untuk kita berbelanja bajunya."
"Kok di mall si Bang, di sana itu mahal. Bajunya bermerk semua, kan sayang uangnya."
"Terus kita beli bajunya di mana Del? Maklumlah Abang kan baru tinggal di Jambi, jadi Abang kurang begitu paham pusat perbelanjaan yang ada di sini," jawab Tian berusaha mencari alasan.
"Kita cari di pasar saja Bang. Di sana banyak kok toko baju yang harganya murah-murah dan kualitasnya juga nggak kalah dari yang di mall-mall."
"Ok sweetie, kalau begitu kita kesana sekarang."
Wajah Adel pun seketika merona ketika Tian memanggilnya dengan panggilan sweetie. Entahlah Adel merasa cinta itu mulai ada. Sebuah cinta yang bisa mengubah hari-harinya yang sangat membosankan menjadi lebih berwarna dan penuh kebahagiaan.
Kini Adel dan Tian pun telah sampai di sebuah toko baju yang khusus menjual pakaian pria. Sungguh ini merupakan pengalaman pertama bagi seorang Mr Tajir. Yang mana dulu Tian lebih suka membeli pakaian yang bermerk dengan harga fantastis. Tapi sekarang dia harus mengubah gaya hidupnya secara total, demi mendapatkan cinta dari sang pujaan hati.
"Kayaknya dua kemeja ini cocok dech buat Abang. Kira-kira Abang suka yang mana?" Tanya Adel sambil memperlihatkan kemeja berwarna coklat muda dan juga kemeja berwarna hijau daun kepada Tian.
"Kamu suka keduanya Del?" tanya Tian.
"Iya Bang, tapi Adel bingung pilih yang mana? Jadi Adel serahkan pilihannya sama Bang Tian.
"Hmm, kalau begitu Abang pilih keduanya."
"Benaran Bang."
"Iya, lagipula Abang jarang beli baju Del. Jadi mumpung ada kamu yang menemani Abang."
"Ya sudah, kalau begitu ayo kita ke kasir Bang."
Setelah membeli beberapa kemeja untuk Tian, Adel dan Tian pun berjalan-jalan disepanjang toko yang ada di pasar. Tanpa sengaja Tian melihat ada satu set baju lengkap dengan hijab nya yang sangat cocok jika Adel yang mengenakannya.
"Del, tunggu sebentar," pinta Tian menghentikan langkah Adel.
"Ada apa Bang?" tanya Adelia yang merasa heran.
"Ayo kita masuk ke toko itu," ajak Tian dengan bersemangat
"Tapi Bang, itukan toko khusus pakaian wanita."
"Iya Abang tau, Abang mau beli pakaian untuk seseorang."
Adel menurut saja apa yang diucapkan Tian, dia pun menuruti langkah Tian dari belakang."
"Menurut kamu, baju yang itu bagus nggak Del," tunjuk Tian pada patung yang memakai satu set pakaian yang dilihatnya tadi yang di terpajang cantik di etalase toko.
"Bagus banget Bang, tapi sepertinya mahal dech Bang harganya."
Tanpa persetujuan Adel, Tian pun langsung memanggil pelayan toko untuk membelinya.
"Memangnya Abang beli baju itu untuk siapa? Untuk adik perempuan Abang ya?" tanya Adelia ketika dia dan Tian tengah bersantai di sebuah kafe yang tak jauh dari pasar.
"Bukan, Abang mana punya adik perempuan Del."
"Terus, untuk siapa Bang?" tanya Adel lagi karena ia masih merasa penasaran.
"Baju ini Abang beli untuk wanita spesial yang sudah mengisi hati Abang."
"Maksud Abang-."
"Maksud Abang, baju ini untuk kamu Adelia," ucap Tian yang langsung memotong perkataan Adelia.
"Tapi Bang, Abang nggak perlu ngelakuin itu. Harga baju itukan mahal, mendingan uangnya ditabung saja. Lagi pula, Adel nggak minta Abang untuk membelanjakan Adel, karena Adel bukan tanggung jawab Abang."
"Iya Del, Abang tahu. Dan jika dari awal Abang bilang baju ini untuk kamu, Abang yakin kamu pasti akan menolaknya. Please, Abang mohon kamu terima ya baju ini. Saat ini kamu memang bukan tanggungjawab Abang. Tapi Abang ikhlas melakukan semua ini. Dan jika kamu menolaknya Abang benar-benar sangat sedih Del."
Sejenak Adel pun terdiam mendengar perkataan Tian.
"Maaf, kalau seandainya perkataan Adel tadi menyinggung perasaan Abang. Adel cuma nggak mau membebani Abang dengan memberikan Adel barang-barang mahal. Adel sayang sama Bang Tian itu tulus tanpa embel-embel apapun. Masalah hadiah pemberian Bang Tian tadi, Adel terima kok Bang, Adel juga nggak mau mengecewakan Abang. Tapi lain kali tanpa Abang beri hadiah pun, rasa sayang Adel ke Abang akan tetap sama dan nggak akan berubah."
"Makasih ya, Del. Kamu memang perempuan baik yang pernah Abang kenal. Wajahmu memang secantik hatimu. Saat ini Abang benar-benar bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, karena telah mempertemukan Abang dengan sosok bidadari surga yang nggak ada tandingannya di mata Abang."
Adel pun tersipu malu mendengar perkataan dari Tian. Sosok pria yang kini mampu meluluhkan hatinya yang dulu sempat membeku akibat trauma di masa lalu.
Bersambung.