Perjanjian

1222 Words
“Masuklah, Lun.” Niken mempersilahkan Luna masuk ke dalam ruang kerja. Luna pun melangkahkan kaki kecilnya itu masuk ke dalam dan semakin mendekat dengan tiga orang yang ada di sana. Mata Luna menangkap sosok Danis yang makin terlihat ketus padanya saat ini. Pemuda itu bahkan tidak melihatnya datang, oh bukan mungkin kata yang tepat Danis membuang muka untuk Luna. “Duduk sini, Lun. Ayo sini,” ucap Niken “Iya, Ma,” jawab Luna pelan. “Ma?” ucap Danis sedikit tegas. “Mama yang nyuruh. Mau protes juga ke Mama?” Mendengar jawaban dari sang Mama Danis pun diam. Dia kembali membuang wajahnya tidak ingin melihat Luna. Luna pun duduk di sofa panjang yang juga sudah di tempati oleh Niken. Dia menganggukan sedikit kepalanya untuk menyapa Arnold. “Apa kabarmu, Lun? Saya dengar, hari ini Danis udah berhasil bikin kamu nangis dua kali ya?” tanya Arnold. “Alaah itu cuma kerena dia aja yang bodoh, Pa! Sok banget jadi istrinya Danis di rumah ini.” Danis menoleh dan melihat Luna dengan sudut matanya, “Sadar posisi lu itu cuma pelayan di dumah ini.” “Danis!” ucap Arnold keras. Mendengar teguran dari sang Papa, Danis kembali membuang muka pada Luna. Luna yang mendengar kata-kata kasar dari Danis pun hanya bisa menundukkan kepalanya makin dalam. Dia makin takut pada Danis dan tidak ingin berurusan lagi dengan pemuda yang sama sekali berbeda dengan yang sering dia lihat. “Luna ... jangan peduliin Danis. Apa yang dikatakan Danis itu salah.” “Tapi bukankah isi perjanjian itu memang seperti itu. Tapi sayangnya, Danis bahkan menolak pelayanan saya sebagai istri. Kata-kata yang di pakainya terlalu kasar dan di depan banyak pelayan di rumah ini. Saya malu.” “Apa? Danis memaki kamu di depan pelayan?” jeda sebentar dan Niken menoleh ke arah Danis, “Sejak kapan kamu berubah? Sejak kapan kamu suka maki-maki pelayan, hah? Bilang sama Mama.” “Alaaah itu dia aja yang bodoh. Danis ga pernah sarapan di kalo pagi. Danis akan makan di kantor. Eh dia malah maksain buat Danis makan roti ga jelas buatan dia. Dan yang kedua itu ya dia kenapa berani masuk ke kamar Maya. Itu yang paling membuat Danis marah.” “Sarapan? Sepotong roti aja kamu bisa bikin nangis Luna di depan pelayan? Kamu ga punya adab? Kamu mau jatuhkan harga diri istri kamu di depan pelayan kamu?” “Dia bukan istri Danis, Ma.” “Di mata semua orang dan di mata hukum, dia istrimu, Danis!” ucap Niken lebih tegas. Danis melihat ke arah sang mama dengan pandangan kesal. Dia tidak menyangka kalau sang mama akan membela Luna sampai seperti itu. Fia membuang wajahnya lagi dengan makin kesal. “Sudah, kalian ini kok malah berantem. Mumpung kita duduk berempat, ayo kita bahas lagi apa yang di tulis di surat perjanjian kemarin. Jangan ampe ada yang kaya guni lagi, Papa ga suka.” “Mau bahas apa lagi sih, Pa. Danis cuma mau dia jangan campuri urusan Danis. Lakuin aja semau kamu tapi satu, jangan ganggu hidup gw!” ucap Danis sambil menatap tegas ke Luna. Luna membalas tatapan Danis. Dia tidak ingin mengalah lagi oada pemuda yang sepertinya memang bukan ini sikapnya. Dia jadi ingat tentang kata depresi yang di bilang Arnold. Bisa saja ini adalah bentuk depresi Danis yang ditinggal pergi oleh kekasihnya. Apa lagi semua kata itu sudah di dukung oleh ucapan Niken yang sudah jelas tidak mungkin berbohong. “Maaf, Danis. Sepertinya saya tidak bisa memenuhi apa yang kamu minta,” ucap Luna. Danis segera menoleh ke arah Luna. Tatapan yang mengintimidasi itu kembali terlihat. Tapi untungnya Luna mulai membiasakan diri dengan ini. Sebuah respon yang sudah ditebak Luna dari awal. “Lun, kamu bisa jelaskan apa yang kamu bilang barusan?” tanya Arnold. “Pa, di surat perjanjian tertulis kalo Luna akan menjadi pelayan pribadi untuk Danis. Pelayanan seorang istri. Ya sudah cukup itu saja. Tolong biarkan saya melayani kamu dengan cara saya. Seperti apa yang di lakukan pelayan di rumah ini ke Danis.” “Kamu akan mengurus Danis dengan cara kamu?” “Iya, Ma. Lisa sudah menceritakan semua kebiasaan Danis di rumah. Bagaimana mungkin orang yang suka dengan olah raga pagi, tapi dia hanya sarapan kopi pekat setiap harinya tanpa makanan lainnya. Itu tidak bagus.” “Tapi itu kebiasaanku! Lakukan saja apa yang di katakan Lisa ke kamu, jangan terlalu banyak protes!” “Saya baru satu hari jadi istri kamu. Gimana saya ga kuatir kamu bakal mati mendadak kalo kaya gitu cara hidup kamu. Apa kamu pernah nanya ke jantung kamu? Apa kamu pikir jantung kamu busa terima apa yang kamu lakukan ke dia tiap hari? Trus lambung kamu. Apa kamu juga pernah nanya perasaannya saat kamu kurangi pekerjaannya di pagi hari?” “Lu nyumpahin gw cepet mati?!” “Ga nyumpahin, tapi kalo tetep kaya gini ya siapa yang tahu kalo kamu makin memperpendek umur kamu sendiri. Aku masih terlalu muda untuk jadi seorang janda!” Niken dan Arnold tersenyum melihat Luna. Mereka tidak menyangka kalau menantu barunya itu bisa menjawab ucapan Danis dengan cara yang seperti itu. Sepertinya mereka memilih menantu yang tepat untuk membantu putra mereka melupakan Maya. “Kalo kamu ngomong gitu, trus apa yang kamu mau, Lun?” tanya Arnold. “Luna cuma mau dia menerima pelayanan Luna di rumah ini. Ikuti semua dan makan apa yang Luna suguhkan. Dia harus jadi orang yang sehat dan jangan pernah lagi marah-marah dan menghina di depan pelayan!” “Emangnya kenapa?” tantang Danis. “Kamu udah lakuin itu dua kali sama aku. Kalo udah ketiga kalinya, jangan salahin aku juga kalo aku juga akan melakukan kekerasan verbal ke kamu!” ucap Luna tegas sambil menatap netra Danis. Danis kembali membuang wajahnya, dia membuang tatapan matanya yang tadi secara tidak sengaja tertembus oleh sorot tajam mata Luna. Dia tidak menyangka kalau Luna bisa melakukan itu padanya. “Alasan yang cukup bagus. Lagian apa bedanya sih sarapan di rumah sama sarapan di kantor. Cuma beda dikit doank waktunya kan. Kamu tinggal diem dan Mama yakin, Luna bakal nyiapin semuanya buat kamu. Iya kan, Lun?” “Iya, Ma. Itu maksud Luna. Ga usah anggep Luna itu istri, tapi cukup biarkan Luna melakukan apa yang sudah menjadi tugas Luna.” “Kamu sudah cari tahu belum semua kebiasaan dan apa yang tidak boleh dimakan sama Danis.” “Sudah. Saya sudah mencari tahu gimana cara hidupnya. Justru karena itulah saya jadi tahu kalo hidupnya sangat tidak bagus.” “Mama sih setuju, karena Mama juga merhatiin semua yang butuhkan oleh Papa. Gumana, Dan? Kamu bisa terima kan ... ini cuma sepele doank kok.” Danis melihat ke arah Luna. Dia melihat gadis itu bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Wajahnya sama sekali tidak gentar menatapnya seperti tadi. “Ya udah kalo cuma kaya gitu doank. Tapi jangan minta yang aneh-aneh kamu. Aku ga akan mau tidur sama kamu.” “Siapa juga yang mau tidur sama monster kaya kamu. Jangan berlebihan kamu, Danis. Aku bukan gadis murahan!” “Iya sudah-sudah. Kok malah ribut lagi. Jadi udah ya ... kamu bisa terima apa yang di minta sama Luna kan?” tanya Arnold. “Tapi tetep enggak buat kamar Maya. Dia dilarang masuk ke sana.” “Siapa juga yang mau masuk ke sana. Aku nyesel pengen tau soal kamar itu!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD