“Guys, kalian tahu nggak sih staff direksi emang ada yang anak muda, ya?”
Siang itu Nadira sedang makan siang di food court kantor bersama ke tiga sahabatnya. Sejak pagi tadi pekerjaan Nadira cukup banyak sehingga tidak memiliki waktu untuk membahas soal ini.
“Lah Dir, yang anak HR kan lo sendiri kok malah nanya kita-kita. Yang harusnya kenal dan tahu seluruh karyawan kan lo lah gimana sih?”
“Justru itu. Gue baru lihat mukanya. Nggak mungkin sekretaris direktur juga, jasnya aja YSL nggak mungkin jabatan kaleng-kaleng.” Nadira mendorong mangkuk udonnya yang sudah kosong. “Mukanya tapi tuh agak nggak asing.”
“Anjrit kok lo sampe bisa lihat merk jasnya lo abis ngapain? Ketemu sama dia di mana?” Ivanka yang semula tidak terlalu tertarik dengan ucapan Nadira kini sepenuhnya mengalihkan perhatian kepada gadis itu.
“Bukan kerja di sini kali, meeting doang?”
“No, dia bilang kerja di sini.” Nadira yakin karena lelaki itu punya id card kantor yang menunjukkan bahwa dirinya memang bagian dari perusahaan. “Tapi gue kenal anak lantai direksi yang masih muda. Cowok muda di lantai direksi tuh cuma dua orang, sekretarisnya Pak Danu sama Pak Brata, si Rayn sama Bima.”
“Guys kalian jangan lupa kalau Pak Ariano juga masih muda, loh.” Zevanya ikut buka suara.
“Semuda apa sih dia paling nggak kan dia udah middle 40an. Lagian kalau Pak Ariano si Nadira pasti tahu lah, kemeja norak kembang-kembangnya juga selalu mencolok dari kejauhan bikin gampang dikenalin,” kata Ivanka tidak setuju. “Tapi kalau itu beneran doi, parah banget lo Dir nggak ngenalin bos sendiri.”
“Lagian susah amat si Dir, cek aja di aplikasi HR. Kan lo anak HR yang punya akses langsung buka database karyawan tanpa diomelin.” Giselle memberi saran. Teringat dirinya yang pernah kena omel karena pernah ketahuan saat iseng mengecek profil anak baru di project management, menyalah gunakan profesinya sebagai IT system analyst saat sedang melakukan maintenance aplikasi HR.
Sesuai saran sesat Gisel, akhirnya Nadira melakukan investigasinya menjelang jam pulang kantor. Nadira sengaja menunggu rekan-rekan dari divisinya bersiap pulang sehingga tidak ada yang sadar dirinya sedang mengutak-atik aplikasi HR untuk keperluan pribadi. Jelas hal ini tidak patut dicontoh.
“Masa sih Pak Ariano.” Nadira menggigit bibir bawahnya gusar.
Ariano Mahesa yang ada di ingatan Nadira tidak semenarik itu. Lelaki itu selalu berpakaian norak, tidak pernah lepas dari kacamata tebalnya dan jidatnya selalu tertutup poni. Untuk wajahnya sendiri, Nadira tidak terlalu ingat jelas. Dia hanya pernah sekali dua kali bertemu dengan lelaki itu untuk meeting divisi ketika baru saja naik jabatan menjadi direktur personalia. Lagipula Nadira kan hanya staff level bawah yang tidak mungkin punya urusan langsung dengan executive semacam Ariano. Itu sebabnya gadis itu juga tidak pernah menaruh perhatian lebih kepada lelaki itu. Dan jangan lupa gaya berpakaian lelaki itu yang ugh norak abis. Nadira sampai heran sendiri kok bisa-bisanya seseorang bergaji puluhan juta perbulan itu punya selera berpakaian mengenaskan begitu.
Nadira menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada salah satu rekannya yang akan menangkap basah dirinya sedang kepoin atasan. Nanti bisa dituduh yang tidak-tidak. Maklum, image predator cowok ganteng sudah melekat dengan Nadira karena gadis itu yang pernah dekat dengan hampir seluruh cowok-cowok ganteng dan berpotensi di Life Care. Jadi kalau dirinya ketahuan sedang cari-cari informasi begini, gosip Nadira sedang cari mangsa baru lagi pasti akan menyebar cepat.
Name: Ariano Mahesa Kusmawan Hartadi
DoB: 20 July 1989
“s**t, dia beneran baru tiga puluh satu?” Nadira menatap layar komputernya dengan mata melebar. Nadira memperbesar foto Ariano yang tersemat di sebalah profil lelaki itu. Di foto itu, Ariano memakai kacamata tebalnya dan gaya rambutnya pun turun menutupi jidat. Tetapi ini kali pertama Nadira bisa memperhatikan wajah atasannya itu secara lebih seksama. Mata itu, hidung itu, dan bibir itu…
“No way, it can’t be him!” Meski Nadira terkejut, tetapi ia yakin seratus persen kalau orang yang menumpang payung dengannya tadi pagi adalah Ariano. “Wow ternyata ganteng juga dia kalau pakai baju normal dan lepas kacamata. Manisnya keliatan.” Nadira segera menutup aplikasi tersebut dan mematikan komputer. Setidaknya dia tidak harus dirundung rasa penasaran dan tidak tenang lagi setelah mengetahui siapa lelaki manis yang berjalan bersamanya di bawah gerimis tadi pagi. Tetapi sudah hanya sampai di situ, karena Nadira jelas tidak akan make a move atau mencoba apapun untuk memasukkan lelaki itu ke dalam daftarnya.
1. Dia bos.
2. Siapa yang jamin lelaki itu masih available
3. He’s not Nadira’s type