Pemimpin Sejati

1685 Words
Panji terbaring lemah. Dia hanya mampu menyaksikan pertarungan itu. Tanpa bisa membantu. Dia memukul tanah sebagai tanda frustasinya. Seseorang mencolek bahunya. "Mas Panji, ayo diobati dulu lukanya," kata perempuan itu. Panji menatap wajahnya. Dia seperti pernah melihat wajah itu. Tetapi dia tidak bisa mengingat nama perempuan itu. Panji menoleh ke arah pertarungan Wewe dan para ibu hamil. Sebagian Wewe telah habis dimusnahkan oleh ibu hamil. Dan yang tersisa hanya satu dua, bisa dihitung jari. Sedang dibantai oleh ibu-ibu itu. Karena stamina ibu itu juga tidak besar, maka mereka menyerang secara berkelompok dan bergantian. Panji merasa tidak berguna. Dia merasa kalah. Perasaannya pun memburuk. Dia hanya menatap nanar. "Mas Panji, permisi ya," kata Rengganis lagi. Dia mengusap kapas yang sudah diberi betadin ke lengan Panji yang luka. Panji segera sadar dari lamunannya. "Terima kasih," kata Panji. Rengganis menggeleng. "Saya yang makasih. Mungkin Mas Panji lupa, tapi saya selalu ingat. Mas Panji yang membantu saya dan teman teman ada di sini tetap hidup," kata Rengganis. Panji merasa malu. Dia merasa tidak melakukan apapun untuk pantas menerima ucapan terima kasih. Dia berusaha bangkit tetapi kakinya terpeleset jatuh. "Sini, aku bantu," kata Rengganis mengulurkan tangannya. Hah. Harga diri Panji terluka. Mana mungkin dia dibantu oleh mereka. Harusnya dia yang membantunya. Panji merasa enggan menerima bantuan itu. Dia hanya diam saja. Rengganis merasa tidak enak. Dia menarik tangannya kembali. Dia bingung kenapa Panji bersikap dingin padanya. Dia hanya berusaha membantu. Rengganis akhirnya pamit dari hadapan Panji. "Aku permisi dulu mas, nanti mas langsung ke tenda. Tim medis sudah datang," kata Rengganis buru buru. Panji menyesali sikapnya. Kekalahan dan kelemahannya bukanlah karena para ibu hamil itu. Hanya saja dia belum kuat, dan lengah saat diserang tadi. Dan lagi dia bergantung kepada Naraya. Hal yang seharusnya tidak boleh dia lakukan. Panji menghela nafas berat. Dia menatap kembali pertarungan Lukman dan Leak yang masih berlangsung. Leak masih dalam kondisi prima. Tetapi Lukman tidak. Energi sihirnya sudah habis untuk memantrai senjata yang digunakan ibu hamil. Melawan Leak dengan hanya menggunakan kekuatan fisik sungguh merepotkan. Lukman bertanya tanya, dimana Leak bersembunyi. Kenapa dia tidak merasakan apapun dengan kekuatan sebesar itu selama ini. Apakah Leak sangat pintar untuk menyembunyikan auranya. Bagi pendekar, bersekutu dengan Danyang tidak ada larangan. Mereka boleh melakukannya asalkan dengan tujuan membantu Apiabadi membasmi Wewe. Dan Lukman memiliki insting yang tajam untuk merasakan adanya bahaya atau tidak. Selama ini dia selalu bisa untuk merasakan kehadiran Danyang. Baik Naraya maupun Dewanti. Dia bisa tahu itu. Tetapi kenapa dengan Leak tidak? Lukman hanya merasakan aura Wewe dimana mana. Bagaimana kondisi pertarungan di sisi sana. Di sisi para Wewe dan ibu hamil itu. Lukman menoleh sebentar. Dia melihat Wewe semuanya sudah habis. Dan tim media sudah datang. Mereka akan selamat semuanya. Lukman melompat tinggi menjauhi area gedung dan orang orang. Dia tidak ingin kekuatannya melukai mereka dengan tidak sengaja. Lukman juga memastikan agar Leak mengikutinya. "Dengan wujud jelekmu. Aku yakin tidak ada yang mau berteman denganmu," ejek Lukman. Wujud Leak saat itu memang sangat buruk. Hewan buas lapar saja wujudnya lebih bagus darioada Leak. Saat ini wujud Leak seperti monster. "Diam kau Lukman. Apakah kau mau beradu lidah atau kekuatan denganku?" Bentak Leak. Lukman tersenyum. Emosi Leak sudah mulai terpancing. Dia tidak setenang kelihatannya. Atau karena wujudnya yang berubah itu jadi penyebabnya? Lukman ingin menelitinya. Untuk itu dia harus menang lawan monster itu. Leak mengeluarkan pisau pisau itu lagi. Lukman berkali kali melompat mundur untuk menghindari pisau itu. Tetapi ternyata pisau itu tidak ada habisnya. Setiap pisau yang gagal mengenainya, akan memburunya kembali. Lukman lelah menghindar. Lukman mengubah posisi kakinya dan mulai menangkis serangan serangan kecil itu. Serangan yang dianggapnya kecil. Ternyata strateginya keliru. Pisau itu berbeda dengan pisau sebelumnya. Pisau itu berubah menjadi ular berbisa. Ular itu memilih tangan dan kaki Lukman. Lukman mencengkram dan meremukkan ular di lengannya. Ular ular itu terus menempel ke tubuh Lukman. Lukman melepaskan mereka satu per satu. Dan meremukkannya. Hingga ke tulang tulangnya. Tetapi ular yang lain datang dan melilit, mematok tubuhnya lagi. Lukman berang. Kenapa ular sialan itu tidak ada habisnya. Dia menghentakkan kakinya ke tanah. Bunyi kratak yang keras dan goncangan hebat. Ular ular itu diinjak dalam satu hentakan kaki. Lukman menyerbu Leak. Satu satunya cara menghentikan ular itu adalah dengan membunuh tuannya. Dia tidak lagi mempedulikan ular yang melilit dan mematok tubuhnya. Dia menyerang Leak. Leak menghindar. Lukman menaikkan kecepatannya. Saking ceoatnya dia bergerak, ular ular itu jatuh sendiri. Dia meninju Leak berulang kali. Leak mampu menghindar beberapa kali. Namun ketika Lukman menaikkan kecepatannya lagi. Leak tidak bisa mengikuti gerakan Lukman. Dia kena tinju di wajah dan dadanya. Dia terlempar jauh ketika pukulan terakhir itu mendarat di perutnya. Leak merasa sakit. Pukulan Lukman memang luar biasa kuatnya. Tenaga kuda tidak ada apa-apanya. Leak merasa tulang-tulang remuk. Tetapi dia tersenyum. Dia senang melawan Lukman. Tubuhnya terbanting ke tanah dengan keras. Bukannya mengaduh, Leak malah tertawa terbahak-bahak. Lukman terengah-engah. Ketika mendengar Leak tertawa setelah mendapat serangan seperti itu. Lukman merinding. Orang itu pasti tidak waras. Ah dia bukan orang. Monster. Monster sinting. Leak terus tertawa. Tertawa dan tertawa. Bulan yang bersinar terang malam itu mulai tertutup awan. Menjadi gelap. Lukman merasakan ada sesuatu yang mendekat. Ketika dia waspada. Ternyata benda itu tidak menyerangnya melainkan menyerang Leak. Lukman merinding lagi. Gumpalan hitam seperti lumpur itu seakan memakan Leak. Lukman hanya mengamati dari jauh. Dia tidak berniat membantu Leak. Karena Lukman tahu, benda itu pasti dipanggil Leak sendiri. Lukman tidak tahu benda apa itu. Mungkin kekuatan dari kegelapan atau dunia iblis. Entahlah. Leak masih tertawa ketika gumpalan itu menempel dan memakan dirinya. Gumpalan itu melahap Leak dengan cepat. Leak seperti terbungkus kepompong hitam. Dia tidak melawan. Seolah olah menerima gumpalan itu adalah hal yang wajar. Kemudian benda itu membuka. Lukman tidak bisa mengenali wajah Leak lagi. Dia bukan lagi manusia Wewe atau manusia. Mungkin bisa disebut monster. Wujudnya kini lebih buruk dari yang tadi. Seolah para Wewe ditempel di setiap bagian tubuhnya. Menjadi lukisan abstrak yang menyeramkan. Lukman bergidik. Kalau sampai monster ini mendekati gedung. Pasti ibu ibu itu akan histeris ketakutan. Lukman menggaruk lehernya yang tidak gatal. Kemudian sedikit dia meradakan bagian tubuhnya ada yang mati rasa. Jari tangan kirinya. Apakah ini efek racun ular tadi? Lukman mengenyahkan pikiran itu. Saat ini yang lebih penting adalah melenyapkan mosnter itu. Monster itu rupanya masih Leak. Dari wujudnya yang buruk. Kemudian berubah menjadi seorang perempuan dengan tanduk. Perempuan dengan gaun hitam dan berambut panjang. Lukman sepertinya mengenali wajah itu. Wajah Lukman sedikit pucat dan tidak percaya. "Bagaimana mungkin?" Perempuan monster itu menyerang Lukman serangan dari kuku mematikan. Lukman bergerak ke samping. Ketika dia menoleh, perempuan itu malah sudah di dekatnya. Lukman tidak menyadari kapan peremouan itu berpindah posisi. Dia akan meninju perempuan itu. Tetapi dia sekejap lenyap. Lukman berkedip. Perempuan itu sudah sepuluh langkah darinya. Sungguh kecepatan yang menganggumkan. "Siapa kau sebenarnya, Leak?" Tanya Lukman lantang. Dia butuh jawaban. "Kau akan tahu kalau ada dekat dengan kematian," kata Perempuan itu. Lukman terkekeh. "Wajahmu cantik, tapi sifatmu sadis. Ckckck," kata Lukman geleng-geleng kepala. Perempuan itu tidak menanggapi bercandaan Lukman. Sifatnya seolah berubah seratus delapan puluh derat dengan Leak yang tadi. Dia hanya diam di sana menatap Lukman tanpa ekspresi. Lukman berdeham. "Aku suka perempuan yang kuat." Perempuan itu bergerak. Sedetik kemudian ada di depan Lukman. Dia menghunuskan pedang ke tubuh Lukman. Lukman menangkis dengan dua tangan. Lukman belum bisa melihat pergerakan perempuan itu. Tetapi dia bisa merasakan angin di sekitarnya berubah. Nyaris saja dia tewas. Perempuan itu mundur dan menarik pedangnya. Pedang itu menggores kedua tangan Lukman. Darah mengucur deras. Perempuan itu menjilat darah Lukman di pedangnya. Ada senyum sedikit tersungging di bibirnya. Dia mendesah. Bulu matanya turun menikmati tetesan darah itu melewati kerongkongannya. Lukman hanya menatap tanpa berkata - kata. Perempuan itu sangat sadis. Lebih sadis daripada Leak. Deg! Jantung Lukman berdegup kencang. Pasti racun ular itu telah mulai menyebar di aliran darahnya. Tubuhnya mulai kaku. Tapi Lukman tidak boleh menyerah. Di belakang dia, ada ribuan warga yang berharap padanya. Keselamatan mereka menjadi hal yang paling berharga buat Lukman. Dia tersenyum getir. Mungkin inilah saatnya. Saat dia harus memaksimalkan daya hidupnya untuk melawan musuh. Dan kali ini musuhnya manusia Wewe super kuat. Lukman mengepalkan tinjunya. Memusatkan seluruh kekuatannya untuk serangan ini. Lukman maju. *** Panji berjalan tertatih tatih melewati jalan setapak di dekat hutan. Dia ingin mengetahui keadaan Lukman. Meskipun dia tidak bisa membantumu, dia tetap harus ada di sana. Bayu telah menghubunginya tadi, dan dia segera menyusulnya. Tidak sulit menemukan di mana mereka bertarung. Suara berdentum keras dan tekanan angin yang kuat menjadi pertanda adanya pertarungan. Panji menyeret kakinya lebih cepat. Firasatnya mengatakan dia harus segera tiba di sana. Harus. Telinganya menangkap suara kendaraan mendekat. Suaranya sangat kasar. Entah bagaimana supirnya menyetir. Suara mobil itu makin lama makin terdengar. Ketika Panji menoleh, dia melihat bus cosmos melaju dengan serampangan dengan kecepatan yang tidak pelan. Bus itu berhenti mendadak di dekat Panji. Pintu bus dibanting kasar. Bayu berlari mendekati Panji. "Di mana Lukman?" Tanya Bayu. Panji menunjuk area pertarungan di tengah hutan. "Sebaiknya kau ikut naik bus saja," kata Bayu. Panji dan Bayu naik bus. Panji baru mengerti kenapa bus itu berjalan meliuk liuk. Karena yang menyetir adalah Bayu. Bus Cosmoa sampai di dekat lokasi pertarungan. Badan bus di sisi kanan kirinya sudah tergores ranting dan cabang pohon. Ada beberapa kaca jendela yang pecah. Tapi Bayu tidak peduli. Ketika mereka semua turun dari Bus. Lukman melihat mereka. Dia menatap Bayu dengan sinar mata tajam. Bayu mengepalkan tinjunya. Lukman tidak ingin dia ikut campur dalam pertarungan. Bayu membangun batas perlindungan untuknya dan rekan. Panji terkejut. "Apa kau tidak akan membantunya?" Tanya Panji tidak percaya. Bayu diam membatu. Wajahnya keras. Dan mereka semuanya melihat, ketika Lukman ditusuk perutnya oleh musuh. Dia berdiri tegak dengan pedang tertancap. Perempuan itu tertawa dan kukunya yang tajam itu menyobek d**a Lukman dan mengambil jantungnya. Bayu meraung. Arunika menjerit. Panji lemas seketika. Dan sepuluh orang yang ada di sana juga diam membeku. Perempuan itu tertawa terbahak bahak dan menjilati darah yang menetes dari jantung itu. Dia seperti meraskan sensasi yang menyenangkan. Sensasi yang ingin selalu dirasakannya. Bayu meraung akan menyerang perempuan itu. Tangannya dipegang erat oleh Dewanti yang muncul tiba-tiba. "Jangan. Dia bukan lawanmu sekarang," kata Dewanti pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD