Samuel mulai menyapukan seluruh bibirnya di setiap jengkal tubuh Paris, menghirup aroma dari kulit Paris melalui indra penciumannya lalu menyimpan aroma Paris di dalam ingatannya. Memerangkap puncak d**a Paris menggunakan bibirnya sementara tangannya dengan gerakan yang sangat ahli mempermainkan bagian d**a Paris yang lain. Paris mencengkeram rambut di kepala Samuel menekan kepala Samuel seolah-olah memperdalam cumbuan Samuel di dadanya. Setelah puas bermain-main dengan bagian d**a Paris Samuel menciumi perut Paris kemudian tangannya menarik kain rapuh yang menjadi satu-satunya penutup tubuh Paris melewati kakinya. Samuel membuka paha Paris lebar-lebar kemudian ia membenamkan wajahnya di antar kedua paha Paris menjilati rasa asin di sana dengan cara yang manis. Memorak-porandakan Paris hingga Paris melenguh, berteriak merasakan tubuhnya terasa seperti hancur berkeping-keping dan sesaat otaknya kosong.
Tetapi gairah itu datang lagi manakala Samuel menyapukan kembali lidahnya di tempat sensitifnya lalu dengan lembut menggantinya perlahan menggunakan satu jemari panjangnya.
“Sam...” erang Paris.
“Iya, sayangku...” sahut Samuel dengan suaranya yang parau tetapi suara itu justru terdengar begitu seksi di telinga Paris.
“Itu tidak cukup,” erang Paris. Ia menginginkan hal lain yang lebih dari sekedar jari.
Diam-diam Samuel menyeringai licik. “Katakan apa yang kau inginkan, cantikku?”
Paris mengerang, ia masih memejamkan matanya. “Aku ingin dirimu.”
“Aku di sini.” Samuel dengan nada lembut menjawab permohonan Paris.
“Aku ingin bagian dirimu,” erang Paris.
Samuel mendekatkan wajahnya, memerangkap bibir Paris menggunakan bibirnya sementara ia memasukkan dua jemarinya. “s**t! Kau sangat rapat!” umpatnya di antara cumbuannya.
“Sam....” Terus saja Paris merintih.
“Iya, Sayang.”
“Aku ingin kau memasukiku.” Kali ini suara Paris benar-benar memohon.
Samuel mendekatkan bibirnya di telinga paris sementara kedua jemarinya masih terus menggoda Paris di bagian pangkal pahanya. “Katakan sekali lagi,” ucap Samuel dengan nada menggoda.
“Aku ingin kau memasukiku, sekarang,” kata Paris terdengar memohon.
“Bolehkah aku di atasmu?” bisik Samuel.
“Aku yang akan di atas,” erang Paris.
“Kalau begitu malam ini kau hanya akan dipuaskan olehku dengan jari dan lidahku saja,” kata Samuel.
Mendengar apa yang diucapkan samuel, wajah Paris memerah. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi sementara gairahnya telah menguasai kepalanya . Ia bisa mencari pria lain, ia tidak suka di permainkan oleh siapa pun. Dengan kasar ia menjauhkan tangan Samuel dari area pribadinya.
“Pergi kau dari sini! Kau pikir kau siapa?” ucapnya dengan nada kasar sambil menarik dirinya. Tatapan matanya setajam belati menatap Samuel.
Sudut bibir Samuel mengulas senyum tipis, ia tidak mempedulikan ucapan Paris. Pria itu justru menarik kaos yang ia kenakan melalui kepalanya dan membuangnya sembarangan. Memperlihatkan otot-otot tubuhnya yang terpahat sempurna di depan Paris kemudian dengan gerakan yang sangat menawan ia menanggalkan sisa kain yang menempel di tubuhnya hingga ia polos seperti Paris. Memperlihatkan benda tumpul yang telah mengeras di antara kedua pahanya yang tampak sedang menantang Paris.
Samuel berani bertaruh, wanita itu tidak akan menolak dirinya, wanita yang tidak ia ketahui namanya itu telah terbakar gairah yang tidak biasa.
“Aku akan membiarkan dirimu di atas dengan satu syarat, jika dalam waktu dua menit aku tidak bisa membuatmu melebur, aku akan berada di bawahmu hingga pagi,” ucap Samuel tanpa melepaskan pandangannya dari Paris. Ia terus mengunci tatapan mata Paris yang nanar menatapnya dengan tatapan murka karena merasa di permainkan.
Mendengar tantangan Samuel tatapan marah dimata Paris perlahan melebur hanya menyisakan ekspresi angkuh di wajahnya. “Kau tidak akan bisa semudah itu menaklukanku, Samuel,” katanya dengan nada sangat sinis.
Samuel meraih benda yang berada di atas nakas, sebuah benda yang berada di atas nakas yang masih terbungkus dengan timah merobek bungkusnya perlahan. Tetapi karena mata Paris berpindah terfokus ke arah benda tegak milik Samuel, pria itu mengurungkan niatnya untuk memasang alat kontrasepsi. “Apa kau ingin mencicipinya? Memasukkan ke dalam mulutmu?”
Paris membelalakkan matanya kemudian ia berucap dengan ketus. “Itu kotor.”
Ya. Menurut Paris itu kotor karena Samuel seorang gigolo, Paris tidak sudi menyentuh benda itu menggunakan bibirnya. Ia hanya sudi melakukannya jika bersama Arsen karena Arsen adalah suaminya.
Samuel tertawa di dalam hati, bagaimana mungkin benda itu disebut kotor? Sedangkan wanita di depannya itu memiliki kegemaran membeli benda itu demi kepuasannya. Tetapi, malam ini bukan waktunya untuk berdebat masalah kotor karena ada hal yang lebih penting untuk diperdebatkan.
Samuel mendekati Paris setelah memasang alat kontrasepsi, ia meraih dagu paris kemudian mendaratkan kecupan di kening Paris, berpindah ke matanya bergantian, pipi kanannya, hidungnya, di pipi kirinya lalu berakhir di bibir Paris. Cumbuan bibirnya sangat mesra penuh kasih sayang seolah tidak ada nafsu di sana. Samuel mengangkat tubuh Paris memindahkannya ke atas pangkuannya, memosisikan diri Paris di atas tubuhnya.
Paris meraba benda itu, benda yang menurut Paris sangat menakjubkan, benda itu berbeda dari milik seluruh pria yang pernah ia beli. Paris menuntunnya menuju ke dalam tempat yang menjadi tujuannya. Perlahan menyatukan kedua tubuh. Penuh, sesak, terisi. Paris menemukan sesuatu. Sesuatu yang selam ini ia cari.
Sial!
Samuel mengumpat di dalam benaknya karena wanita yang berada di atasnya terasa sangat cocok dengannya, sempit hangat dan lembut. Jika terus begini mungkin ia akan meledak dalam waktu satu menit di dalam tubuh wanita cantik yang sedang berusaha menguasainya. Samuel menata dirinya, perlahan ia menggerakkan pinggulnya mengimbangi gerakan wanita di atasnya. Samuel mencoba mencari sesuatu yang bisa menyentuh wanita di atasnya dan membuatnya kembali melebur. Ia tidak ingin menjadi pria bodoh yang di kuasai oleh wanita hingga pagi.
Gerakan Samuel yang begitu lembut teratur dan seolah membelainya dengan penuh kasih sayang membuat Paris tidak mampu lagi menahan gejolaknya yang meronta sejak tadi, bukan gerakan yang gerakan kasar dan liar yang membuatnya takjub tapi gerakan lembut yang seolah membelah itu membuat Paris bergetar, tidak mampu bertahan lagi ia ambruk di atas d**a Samuel seolah seluruh tulang belulangnya terlepas dari sendirinya. Ini adalah hal paling gila dalam hidup Paris karena sebelum dua menit ia telah melebur dalam kenikmatan.
Samuel menyeringai puas, ia memeluk tubuh Paris dengan erat. Menciumi pucuk puncak kepala Paris penuh kasih sayang kemudian ia berucap, “Kau memang pantas untuk dipuja cantik.”
Paris tidak bergeming. Demi Tuhan, ia tidak pernah merasakan kepuasan dalam berhubungan seperti ini, ia menyukai permainan yang liar dan gila bukan permainan yang lembut seperti yang baru saja mereka lakukan barusan. Ia bahkan tidak sempat membayangkan pria yang selalu ada di dalam pikirannya setiap kali ia bercinta dengan sugar baby yang ia beli karena pria yang sekarang bagian tubuhnya masih berada di dalam dirinya... pria inilah yang ia cari. Ada rasa takut menjalari benaknya hingga tubuhnya sedikit bergetar. Jantungnya bahkan terasa tertusuk benda yang tak terlihat.
“Apa boleh aku di atasmu?” Samuel bertanya dengan suara parau bagaimana pun ia tidak ingin memaksa wanita yang sedang meringkuk di dalam dekapannya. Wanita yang ia rasakan tubuhnya sedikit bergetar.
Paris mengatur napasnya. Ia juga segera mengatur emosinya.
Walaupun ia berhak menolak tetapi ia harus menepati janjinya, ia mengangguk kecil meskipun anggukannya itu tidak terlalu tampak tetapi Samuel tahu wanita yang bersamanya memberikan lampu hijau. Samuel membalik posisi tanpa melepaskan penyatuan tubuh mereka. Mencari posisi yang nyaman lalu mulai menggerakkan pinggulnya dengan gerakan lembut penuh dengan irama, mengentakkannya dengan gerakan bervariasi. Menambah ritmenya sedikit kasar kemudian menggoda Paris, lagi, terus menerus hingga Paris menjerit berulang-ulang dan ia mendapatkan kesenangannya. Permainan masih berlanjut dengan berbagai gaya dan posisi di setiap sudut ruang kamar itu.Paris tidak sadar lagi kapan ia tertidur, ia bahkan tidak tahu jam berapa permainannya dan Samuel berakhir karena ketika ia terbangun matahari telah tinggi dan yang pasti Samuel tidak berada di kamar itu lagi. Ia segera duduk, mencari ponselnya dan juga mengambil dompetnya. Bukan masalah uang yang ia takutkan hilang tetapi ia ingat bahwa ia belum membayar Samuel. Bergegas ia memanggil Rachel.
“Rachel, ini tentang urusan Samuel tadi malam.” Paris langsung pada tujuannya memanggil Rachel.
“Hei, tunggu,” kata Rachel di seberang sana. “Samuel... aku lupa memberi tahu kepadamu, ia tidak bisa datang karena ia memiliki urusan mendadak dan kau juga tidak menghubungiku jadi aku pikir kau tidak memerlukannya. Bagaimana jika malam ini kau aku carikan sugar baby yang lain?”