15. Wrong Girl in Wrong Time

1826 Words
"Mya, pokoknya ntar lu harus nemenin gue juga ke bandara. Gue gak mau kalau cuma berdua Randu." Di mobil Mya saat akan ke rumah Randu, Sonja mengomel tak jelas. "Kan ada Bintang sih. Gak berdua doang Sonja." Jawab Mya malas. "Ntar pulangnya gimana coba? Aku berdua Randu doang kan? Gak mungkin Bintang ikutan balik lagi." Di antara semua alasan yang mungkin Sonja bikin, Mya paling sebal dengan alasan terakhir ini.  "Dengar ya neng, kalau berdua doang tuh bukannya malah kesempatan bagus banget buat tahu Randu lebih dekat? Kenal dia lebih dekat? Manfaatin dong tuh kesempatan, jarang-jarang kan datang dua kali." "Duh Mya tapi gue gugup. Iya kalau gue gak bikin salah, kalau gue malah tambah kikuk gimanaaa dong? Yang ada dia malah tambah illfeel ke gue. Ikut ya yaaa..." Sonja masih berusaha merayu Mya. "Kagak, tugas gue nganterin elu ke rumah Randu. Lagian lu hari ini tampil udah maksimal banget kok. Dress selutut biru muda model v neck, make up natural tapi lipstik warna agak menantang, pakai sneaker putih, sama shoulder bag warna putih. Sempurna banget! Kalau sampai Randu gak ngelirik lu sama sekali, gue curiga dia pacaran ama Daniel deh. Gak percuma kan kursus ama gue? Hehe..." "Kursus apaan? Liat dari youtube juga kok. Ini Mya, lehernya terlalu rendah gak sih? Ama warna lipstik kayanya terlalu ngejreng deh. Gue ganti yang warna merah bata aja aah." Sonja berniat menghapus lipstik di bibirnya, dia sudah mengambil selembar tisu. Tapi tidak jadi saat mendadak Mya mengancamnya. "Whaaattt?! Berani lu hapus tuh lipstik Sisley Hydrating gue yang mahal itu, gue ntar bilang ke Randu kalau lu nyimpen foto candid dia di kamar!" "Diih... diih... iya iya. Tapi emang enak banget dipake sih nih lipstik. Gak heran mahal. Kamu kosmetik kenapa yang mahal-mahal sih Mya?" "Gaji gue gede, kerjaan gue mengharuskan gue ketemu banyak orang apalagi kalau pas gue lagi asesmen. Jadi biar gue enak dilihat, penampilan gue harus modis dan stylish. Jangan lupa juga gue kan juga selebgram, mayan deh bisa dapat produk-produk kecantikan buat endorse secara gratis," Jawab Mya enteng. Mya adalah direktur HRD di perusahaan tempatnya bekerja sekarang. Sonja juga diterima bekerja di PT Sindhu Sejati pasti karena andil Mya di dalamnya. Walaupun mahasiswa berprestasi, tapi karakter Sonja yang introvert dan tertutup, membuatnya terhambat diterima bekerja di perusahaan yang membutuhkan untuk bertemu banyak orang. Beruntung dia punya otak yang cerdas, hingga tak perlu susah payah lolos tes di PT Sindhu Sejati dengan posisi sebagai seorang accounting officer. Posisi itu membuatnya tidak perlu bertemu banyak orang, hanya saja dia sering kesepian sih. Beruntung Mya sering menemaninya makan siang.  "Dah, gak usah melamun, ntar banyak doa dan berdzikir aja kalau gugup duduk sebelah Randu. Turun yuk, udah sampai nih. Tuh Bintang langsung menyambutmu." "Sonjaaa..., akhirnya datang juga. Aku udah khawatir kamu gak jadi anterin ke bandara. Eeh ada Mbak Mya juga ya. Masuk yuk mbak, aku masih dikasih wejangan sama ibu, saved by the bell, kalian datang tepat waktu. Ampe merah nih kuping dengerin wejangan ibu." Tapi mendadak Bintang terdiam saat melihat Sonja, seperti tersadar ada sesuatu yang berbeda. "Sebentar..., kayanya kamu berbeda banget hari ini deh. Apa ya?" Bintang menggaruk kepalanya dan kembali memperhatikan Sonja dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kamu cantik banget Sonja. Bener deh. Aah aku tahu, kamu pakai lipstik warna merah dan dress v neck yang whuuaw... menantang." Puji Bintang dengan decak kagum. "Ini si Mya nih, maksa banget nyuruh pakai baju ini. Mana lipstik warnanya gonjreng banget." Sonja malah mengeluh, berusaha menarik dress itu ke atas untuk menutupi dadanya. "Gonjreng? Ngejreng ya maksud lu?" Bintang bertanya dengan menggaruk kepalanya, tidak paham dengan bahasa Sonja. "Bintang, mau sampai kapan di situ? Itu dipanggil ibu, buruan! Bentar lagi kita berangkat." Mendadak Randu sudah berdiri di depan pintu yang ada beberapa undakan. Randu mengernyitkan kening, saat melihat ada seorang gadis tinggi bersama Bintang. Itu siapa? Kok mirip Sonja? Tapi beda banget, bener Sonja bukan sih? Randu coba menyakinkan apa yang dilihatnya tidak salah, bahwa gadis tinggi yang bersama Bintang adalah Sonja. Hal itu terkonfirmasi saat Bintang menarik tangan Sonja, kemudian melewatinya begitu saja, bahkan malah menunduk dengan pipi semburat pink. "Yuk Sonja, masuk. Duduk dulu ya sebentar, kalau di luar ntar kamu digondol maling." Goda Bintang. Sonja mencari keberadaan Mya. Ternyata, Mya sedang asyik bercengkerama dengan Lies. Tampak akrab. Mya memang orang yang supel, tidak sepertinya yang butuh waktu lama untuk bisa mengobrol dengan hangat apalagi jika belum kenal lama.  "Wah ada Sonja juga ya. Kebeneran kalau begitu." Tutur Lies. "Kebeneran kenapa tante?" Tanya Sonja dengan heran saat mencium punggung tangan Lies. "Tante tidak enak badan, dari kemarin sih. mungkin masuk angin. Sepeertinya tante tidak bisa ikut mengantar Bintang ke Cengkareng. Tante mau di rumah saja ditemani Mya ya, tadi Mya janji akan memijat kepala tante." "Gak papa bu, Bintang kan sudah diantar Mas Randu sama Sonja. Ibu istirahat aja ya, kalau Bintang sudah sampai lokasi, langsung Bintang telpon." Bintang menyahut dari kejauhan sambil memeriksa lagi barang bawaannya. "Sonja duduk dulu ya, sambil menunggu Bintang beres. Dia mah kaya princess aja kalau mau bepergian, banyak banget bawaannya. Randu kamu temani Sonja dulu ya biar ibu bantu Bintang untuk cek lagi barang-barangnya." Lies kemudian membantu Bintang agar cepat selesai. Dengan kikuk Sonja duduk di sofa yang ada di ruang tamu, berhadapan dengan Randu yang tanpa kuasa menolak permintaan ibunya. Sonja menunduk, memilin ujung dressnya, karena Randu yang terus melihat ke arahnya.  Eeh Randu beneran lihat ke aku gak sih? Atau aku cuma sekedar geer saja?  Lebih baik kupastikan deh.  Sonja nekat, mengangkat wajahnya dan untuk beberapa detik tatapan mereka bersirobok. Ternyata Randu memang masih melihat ke arahnya. Tentu saja membuat Sonja semakin kikuk. "Kenapa pakai baju itu? Belahan dadamu terlalu rendah, mau pamer?" Pedas sekali kritikan Randu. Hal itu terdengar oleh Mya. "Eeh?? Eng... enggak kok, enggak.." Sonja kemudian berusaha menarik kerah dress itu ke belakang, tapi percuma.  "Wah, Randu mulai perhatian sama Sonja nih. Gak ada yang salah dengan outift  yang dipakai Sonja kok. Itu gue yang bantuin dia milih outfit itu loh. Cakep kan?" Celetuk Mya. "Besok lagi jangan pakai dress berbelahan d**a serendah itu. Gak elok." Masih saja Randu menilai negatif pada dress yang dikenakan Sonja. "Ciee... yang udah mulai perhatian nih." Goda Mya, sementara wajah Sonja tentu saja semakin merah karena malu, dan suka.  Bener nih Randu mulai perhatian padaku? Atau Mya cuma iseng aja? "Yuk, Bintang sudah siap nih. Ada apa kok diem-dieman? Mas Randu tolong bantu bawa ini dong." Bintang menunjuk ransel besarnya, sambil meringis, meminta tolong Randu untuk bantu bawa ke mobil. Randu yang baik hati, menuruti kemauan adiknya itu. Selesai berpamitan pada sang ibu tercinta dan Mya, mereka masuk mobil.  "Ndu, ntar tolong balikin Sonja dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun ke rumah ya. Gue nemenin ibu sampai beliau agak enakan." "Beres Mbak!" Yang menyahut malah Bintang.  "Sonja walaupun Bintang gak di sini lagi, tapi kamu sering mampir ke sini ya nak. Apalagi selama tante di Jakarta nih, Randu kalau pulang malam. Tante kesepian." Pinta Lies sebelum berangkat. Randu geleng-geleng kepala dengan rencana sang ibu yang mulai gencar.  "Iya tante, Insya Allah." Jawab Sonja, tidak tahu harus berkata apa. "Bintang, aku bukan supir. Duduk depan, di sebelahku." Randu membentak Bintang yang sudah membuka pintu tengah mobil SUV warna hitam milik Randu.  "Yah..., Mas Randu gimana sih? Aku kan nemenin Sonja loh, kasian dia sendirian di tengah." "Pindah depan, atau kamu berangkat pakai taksi." Ancam Randu kesal. Dengan bersungut, Bintang mengikuti perintah Randu.  Jalanan yang lengang, membuat perjalanan dari rumah Randu ke Bandara Soekarno Hatta Cengkareng menjadi lebih cepat. Randu melirik jam tangannya. Pesawat yang akan dipakai sang adik akan boarding sekitar sembilan puluh menit lagi. Jika kondisi lancar seperti ini, tidak sampai lima belas menit lagi mereka sudah bisa sampai.  Qantas yang akan dipakai Debby jam delapan malam. Setelah menurunkan Bintang, masih ada waktu tersisa untuk aku bisa ke Terminal 3. Bagaimanapun juga, aku ingin lihat Debby sebelum dia berangkat. Tidak bisa kupungkiri, aku kangen dia, dua minggu ini sama sekali tidak melihatnya.  "Kenapa Vania gak ikut ngantar?" Tanya Sonja pada Bintang.  "Tadi pagi dia ada tugas ke luar kota." Jawab Bintang singkat. "Kan udah ada Sonja juga. Jadi gak ada Vania juga gak papa deh."  Randu melirik kesal pada Bintang. Sudah punya pacar masih saja mencari ban serep.  "Sonja kamu cantik banget deh, kalau pakai baju kaya gitu kan jadi semakin menarik. Warna lipstiknya juga bagus, cocok di kamu. Gitu aja terus ya." Bintang memiringkan tubuhnya ke kanan agar bisa melihat ke arah Sonja. Sementara yang dilihat hanya bisa mengangguk, tidak berani menjawab.  "Terlalu terbuka." Randu menyeletuk.  "Biarin sih Mas, itu juga masih sopan kok, dibanding yang gak niat pakai baju kan lebih banyak tuh." Malah Bintang yang menjawab. Duduk di mobil Randu dengan dress selutut saat berdiri, tentu saja memperlihatkan sedikit paha mulusnya. Sonja sedikit memiringkan kakinya agar bisa tertutupi. Randu melihat ke arah belakangnya melalui spion. Matanya reflek melihat ke paha mulus Sonja, berucap istighfar dalam hati dan segera fokus ke jalanan di depannya. Biarkan saja Bintang dan Sonja mengobrol entah apa. Lebih penting agar dia fokus pada jalanan di depannya. Abai pada paha mulus Sonja. "Sudah sampai, turunlah. Biar ini parkir valet saja." Titah Randu. Ketiganya turun, Randu menyelesaikan parkir valetnya, kemudian mendekati Bintang dan Sonja yang sedang bercanda, tampak akrab. Tawa Sonja tampak lepas, sepertinya nyaman jika bersama Bintang. Tapi sangat kikuk saat berada di dekatnya. Bagaimana mungkin ibu bisa bilang kalau gadis tinggi itu suka padanya? Mungkin ibu salah kan? Sonja bukan suka padanya, tapi pada Bintang, si adik kecil. "Bintang, sudah saatnya kamu check in, buruan. Hangus ntar tiketmu." Randu mengingatkan Bintang.  "Iya Mas... Aku pergi dulu ya. Titip ibu. Kontrakku gak lama kok, dua tahunan lah udah balik lagi ke Jakarta." "Uang yang aku transfer ke rekeningmu semalam, gunakan dengan bijak selama di sana. Jangan boros ya! Hati-hati juga, kamu di daerah baru, dek." Randu memeluk Bintang, dan Bintang balas memeluk kakak lelakinya itu dengan sayang. Seperti biasa Randu selalu mengusap pucuk kepala sang adik, bahkan hingga Bintang sudah dewasa pun masih dilakukannya. "Aku udah gede Mas!  Malu!" Bintang menghindar, membuat Randu tersenyum kecil. Bintang tetaplah Bintang, adik kecilnya. Semoga dengan bekerja di kota lain bisa membuatnya semakin dewasa. "Sonja, gue pergi dulu ya. Tungguin gue ya!" Saat Bintang hendak memeluk Sonja terdengar deheman cukup keras.  "Ehem!! Masuk, buru!" Randu bersedekap, melihat ke arah Bintang dengan kesal.  "Iya, iya. Berangkat ya semua. I love you all..."  Usai punggung Bintang tidak terlihat lagi, suasana menjadi canggung. Randu melirik jamnya. Jam 17.45. Sebentar lagi pesawat Debby sudah akan boarding. Dilihatnya Sonja yang malah menunduk, sepertinya membalas pesan di ponselnya. "Kamu ada janji lagi setelah ini?" Tanya Randu tiba-tiba membuat Sonja kaget.  "Eng..enggak pak. Langsung pulang kok." "Kalau begitu temani aku sebentar ya, ke terminal tiga ultimate." Sonja hanya menurut saja, tidak tahu apa keperluan Randu di terminal internasional itu. Gerimis turun membasahi bumi. Tapi hanya butuh waktu sepuluh menit saja untuk sampai di terminal tiga. Seperti biasa Randu parkir valet. Kemudian meminta Sonja turun dan mengikutinya.  Kepala Randu menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti mencari seseorang. Dan terhenti saat sudah menemukan yang dia cari. Tubuh Sonja membeku. Kakinya terasa berat. Di depannya ada sosok cantik Debby yang sedang memegang koper dan dokumen-dokumen perjalanan. Perasaan Sonja mendadak tidak enak. Dia tahu ada yang salah di situ, saat itu. Randu melangkah maju, mendekati Debby. Mendadak Randu memeluk Debby, hanya sesaat saja dan membisikkan sesuatu, entah apa Sonja tidak tahu. Karena kemudian ganti Debby yang memeluk Randu. Randu melepaskan pelukan mereka, melangkah menuju Sonja, menarik tangannya untuk mengikuti langkahnya, tanpa mau menoleh lagi ke belakang. Tidak mau lagi menoleh ke masa lalunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD