Riko beruntung karena ketika dia tiba kebetulan Bang Togar pas ijin pulang, jadi tinggal Nabila dan putra mereka. Padahal sudah dari tadi Bang Togar mau ngajak Riko kelahi karena sampai lewat tengah hari dia belum muncul juga.
"Bagaiman kondisinya?" tanya Riko yang baru tiba karena Bagas sedang tidur.
"Masi demam Mas." Sebenci apapun Nabila terhadap Rico nyatanya ketika sedang dalam kondisi seperti ini dia sedang sama sekali tidak sempat memikirkan kebenciannya. Nabila hanya terus mencemaskan Bagas yang demamnya sama sekali belum turun sejak kemarin.
"Kupikir Bagas cuma flu." Rico menempelkan punggung tangan ke dahi putranya yang masih tertidur.
"Mungkin Bagas rindu sama Mas Riko."
Riko tidak bicara apa-apa begitu mendengar ucapan Nabila, dia hanya ikut duduk di samping ranjang untuk memperhatikan putranya. Sebenarnya tadi malam Riko juga tahu jika Nabila mengirim pesan dan menelpon beberapa kali tapi Novie juga berulang kali mengatakan jika Nabila hanya berusaha mencari-cari alasan untuk minta uang bulanan.
"Nanti akan kutransfer uang untuk beli s**u Bagas."
"Aku memang butuh uang untuk mengurus Bagas, tapi aku ingin Mas Riko juga lebih memperhatikan Bagas." Nabila kesal karena sepertinya Riko menganggap semuanya bisa beres hanya dengan memberi uang untuk membeli s**u.
"Mas juga yang harus bayar uang perawatan Bagas, karena aku sudah tidak punya uang tabungan sama sekali. Aku tidak mau terus merepotkan keluarga Bang Togar."
"Ya, aku akan bayar semuanya," pasrah Riko karena merasa dia memang salah telah mengabaikan telepon Nabila sejak tadi malam. "Apa kau sudah makan?" tanya Riko tiba-tiba karena melihat Nabila yang kusut dan kurang istirahat.
"Sudah Mas, tadi Bang Togar yang bawakan makanan."
Lebih tepatnya Bang Togar yang memaksa Nabila untuk makan karena Nabila memang harus sehat untuk bisa mengurus putranya.
"Istirahatlah, biar aku yang menjaga Bagas."
Sebenarnya Nabila ingin menolak tapi dia juga ingin memberi kesempatan Bagas untuk bersama ayahnya. Nabila juga langsung memperhatikan mantan suaminya yang masih duduk di samping putra mereka sambil mengenggam tangan kecil Bagas yang lemas. Jika sedang seperti itu sebenarnya Riko terlihat masih sama seperti dulu, tapi jika ingat seperti apa sikap Riko ketika berada di sekitar Novie rasanya Nabila benar-benar sudah tidak sudi memberinya maaf sedikitpun.
"Aku keluar sebentar untuk membeli air mineral, Mas."
Riko cuma mengangguk tapi masih meperhatikan Nabila sampai mantan istrinya itu keluar dari pintu. Berulang kali Nabila hanya ingin melihat apa Riko masih mau memperhatikan putranya.
Ketika sampai di kantin Nabila membeli dua botol air mineral dan dua kaleng kopi siap minum dari lemari pendingin. Saat Nabila akan mengambil sisa uang dari dompet untuk membayar minumanya, Nabila melihat SMS banking yang baru masuk ke ponselnya. Riko mengirin uang lima juta rupiah dan sebuah pesan.
[Biaya rumah sakit aku akan bayar semuanya]
Nabila cuma membaca pesan dari Riko tanpa dia balas, karena uang segitu sebenarnya tidak ada apa-apanya bagi Riko seandainya dia tidak terus mendengarkan istri barunya yang pandai merong-rong laki-laki.
Begitu Nabila kembali ke kamar perwatan ternyata Bagas sudah bangun dan sedang duduk di pangkuan Riko. Nabila langsung mendekat untuk memeriksa dahi putranya yang terlihat ceria.
"Demamnya sudah turun." Tanpa sadar Nabila tersenyum lega. "Sepertinya Bagas memang rindu Mas Riko."
"Bagas makan buburnya dulu ya?" bujuk Nabila mumpung putranya bangun.
"Sini biar kusuapkan."
Nabila juga membiarkan Riko yang menyuapi putranya. Sejak mereka berpisah Bagas sudah tidak pernah mendapatkan perhatian dari Riko seperti dulu. Mungkin sebenarnya Riko juga menyayangi putranya tapi dia juga marah atas keputusan Nabila yang bersikeras untuk tetap minta cerai. Kadang sakit hati mengakibatkan seseorang ingin membalas pasangannya dengan cara yang tidak dewasa, padahal sebenarnya dia sendiri yang salah.
"Sini ikut Bunda dulu biar Bunda gati popoknya." Nabila mengangkat Bagas dari pangkuan Riko untuk dia lepas celananya kemudian Nabila seka menggunakan tisu basah.
"Aku belikan kopin utuk Mas Riko." Nabila menunjuk kantong plastik yang tadi dia letakkan di atas meja.
"Terima kasih." Riko langsung membuka kaleng kopinya sambil menunggu Nabila yang masih mengganti popok untuk putra mereka.
Dulu biasanya Nabila memang akan langsung membuatkan kopi untuk Riko tiap kali dia tiba dari manapun, entah itu pagi siang ataupun malam. Nabila mengerti dengan tanggung jawab pekerjaan suaminya yang berat, Riko selalu sudah payah dan lelah ketika sampai di rumah. Sampai beberapa bulan belakangan Riko sering menolak dibuatkan kopi karena mungkin ternyata sudah ada yang ekstra mengurusnya juga di kantor. Nabila tidak menyesali perceraian mereka, Nabila cuma menyesal karena kurang waspada dengan pelakor macam Novie yang berkeliaran di sekitar suaminya. Kenyataannya sekarang mereka sudah berpisah dan Riko juga sudah resmi menikahi Novie yang sekarang sedang hamil muda.
"Permisi ... " Terdengar suara seseorang mengetuk daun pintu dan ternyata Moy.
Nabila yang membukakan pintu dan langsung mengajak sahabatnya itu masuk untuk dia perkenakan juga dengan Riko.
"Ini, Moy, teman Nabila saat di SMA yang dulu pernah Nabila ceritakan sama Mas Riko."
Sebenarnya ini juga kali pertama Moy mertemu mantan suami Nabila karena dulu saat Nabila menikah, Moy sedang berada di luar Jawa. Moy menjabat tangan Riko, kemudian memperhatikan Nabila dan putranya.
"Tadi Elice yang nagsih tahu kalau putramu sakit kebetulan aku sedang ada meeting di dekat sini, jadi sekalian aku mampir buat nengokin si ganteng."
Moy mendekati putra Nabila sambil memberikan bingkisan mainan yang dia bawa.
"Terimakasih Tate Moy." Nabila mengajarkan putranya untuk berterima kasih. "Duduklah."
Baru saja Nabila mempersilahkan Moy untuk duduk dan tiba-tiba ponsel Riko berbunyi, Novie menelpon.
"Mas di mana?"
Nabila dan Moy bisa ikut mendengar percakapan mereka dengan samar-samar karena volume ponsel Riko yang agak nyaring seperti biasanya.
"Aku masih di rumah sakit, Bagas sedang di rawat."
"Jadi mas lagi berduaan dengan mantan istri Mas!" sewot Novie dari seberang telepon.
Moy juga langsung melirik ke arah Nabila tapi tidak berkomentar apa-apa.
"Bagas sedang sakit."
"Itu pasti karena Nabila tidak becus mengurusnya!"
Nabila hanya melirik Riko yang kemudian permisi untuk keluar.
"Jadi seperti itu mulut istri baru mantan suamimu?" desis Moy begitu Riko keluar.
Moy yang cuma ikut mendengar sekilas saja langsung ikut geregetan. "Kalau aku jadi kau sudah kurampas dan kubanting HP mantan sumi yang pilih melihara wanita seperti itu!"
"Biarkan saja jika mereka cocok!" acuh Nabila yang juga akan kembali kesal jika teringat Novie.
"Bagas benar-benar demam." Riko baru kembali bicara setelah berada di koridor. "Ini sudah mulai reda."
"Ah, paling cuma gejala flu," enteng Novie yang terus coba mempengaruhi suaminya. "Nabila saja yang berlebihan, anak cuma demam aja sampai harus dirawat di rumah sakit. Itu pasti juga cuma akal-akalanya Nabila biar mas Riko keluar duit lagi untuk mereka. Ingat Mas aku juga sedang hamil muda anak kita nanti juga masih butuh banyak biaya dan tabungan untuk masa depannya."
"Aku tetap akan menabung untuk kalian." Riko coba menenangkan kecemburuan Novie yang semakin rewel sejak hamil muda.
"Aku juga mau rumah baru aku tidak mau terus-terusan tingal di rumah bekas istri Mas Riko."
Sudah satu bulan ini Novie juga rewel minta rumah baru karena alasan sering tiba-tiba sakit kepala jika tinggal di rumah itu, bahkan menuduh Nabila dan keluarganya mengirim guna-guna.
"Tunggu tahun depan."
"Karena itu Mas harus lebih rajin nabung jangan terlalu royal sama mantan istri yang sudah bukan siapa-siapanya Mas Riko lagi!"