BAB 9 BELUM SIAP

1315 Words
Begitu Riko pulang dan meletakkan ponselnya di atas meja, Novie segera mengambil benda tersebut dan memeriksa semua jejak percakapan suaminya. Novie kaget ketika melihat laporan pesan SMS banking transfer dana yang dikirimkan Riko ke rekening Nabila. d**a Novie langsung bergemuruh panas mengetahui Riko mengirim uang lima juta rupiah ke pada mantan istrinya. Bukan hanya masalah jumlah nominalnya yang membuat d**a Novie seperti sedang direbus, tapi Novie juga sedang sangat cemburu karena menduga Riko masih suka memperhatikan mantan istrinya. Meskipun Nabila kalah muda dari Novie yang baru dua puluh tiga tahun tapi Nabila juga masih cantik, badannya Bagus, pantas untuk dicemburui. "Jadi Mas Riko ngasih uang lima juta buat mantan istri Mas?" tanya Novie begitu Riko keluar dari kamar mandi. "Itu untuk bagas." "Lima juta hanya untuk anak umur satu tahun?" sewot Novie sama sekali tidak percaya. "Mas yakin itu bukan untuk ibunya juga? Ingat Mas, dia sudah mantan istri, sudah bukan tanggung jawab Masa Riko lagi untuk merhatiin dia!" Novie benar-benar dibakar cemburu. "Walaupun aku dan Nabila sudah bercerai tapi Bagas tetap anakku dan dia sedang sakit" "Ya, tapi sekarang aku istri Mas Riko, Mas yang minta aku berhenti bekerja saat kita menikah dan sudah semestinya uang suami juga uang istri, seharusnya Mas tetap harus memberitahuku dulu jika ingin ngasih duit buat siapapun!" "Itu hanya Lima juta bahkan uang jatahmu tiap bulan bisa lima kali lipat dari pada itu." "Mas, tetap harus memberi tahu istri!" Riko sedang lelah dan tidak mau diajak bertengkar jadi dia pilih berjalan pergi untuk mengambil baju dari lemari. "Mas!" kesal Novie karena merasa tidak dihiraukan. Sebenarnya Riko juga tidak biasa bertengkar dengan wanita karena dulu Nabila tidak pernah mengajaknya ribut sepeti ini. Novie memang masih sangat muda, masih sangat pencemburu dan selalu menuntut untuk dimanja. "Aku mau pulang ke Sukabumi saja, tinggal sama ibu. Aku juga gak kerasan tinggal di rumah ini." Setiap kali merajuk Novie juga kan selalu mengancam akan pulang ke rumah orang tuanya. "Aku sudah tidak bekerja demi Mas Riko, meninggalkan karirku dan sekarang aku hanya disuruh tinggal di rumah dengan tetangga yang selalu bergosip." Memang Riko yang meminta Novie berhenti bekerja, sama halnya seperti pada Nabila dulu. Riko tidak suka jika istrinya bekerja, dia maunya istri berada di rumah dan mengurus anak-anak. "Baiklah lain kali aku akan memberitahumu jika mau ngasih uang buat Bagas." Riko melunak karena ingat Novie juga sedang hamil muda. ****** Keesokan Harinya Riko kembali mengunjungi putranya ke rumah sakit karena rencananya hari ini Bagas sudah diperbolehkan pulang. Riko juga sudah membayar semua biaya perawatan putranya seperti janjinya kemarin. Setelah menyelesaikan semua administrasi Riko menyusul Nabila yang sedang berkemas, tapi ternyata di sana sudah ada Moy yang datang untuk mengantarkan Nabila pulang. "Aku sudah membayar semua biaya rumah sakitnya," ucap Riko begitu baru masuk. "Terima kasih Mas." Nabila mengangguk sambil memasukkan pakaian Bagas ke dalam tas. "Jadi kau palang dengan siapa?" "Moy yang mau antar." Riko ikut menoleh pada teman Nabila yang kali ini juga sedang menggendong Bagas. Riko tidak bicara apa-apa karena sepertinya Moy juga tidak menyukainya. Moy memang kurang pandai menyembunyikan perasaan, tidak seperti Nabila yang masih bisa saja tersenyum meski mantan suaminya bikin geregetan. Moy tahu jika Riko sebenarnya ingin menawarkan diri untuk mengantar pulang, tapi Moy yakin laki-laki itu tidak akan bakal berani. "Apa ada yang bisa kubawakan?" Riko bertanya untuk menawarkan bantuan ketika melihat Nabila menenteng dua buah tas. "Tidak usah Mas, aku sudah bisa." Nabila menyuruh Bagas berpamitan pulang pada ayahnya tapi nabila hanya mengucapkan salam tanpa menjabat tangan Riko. Sebenarnya Nabila juga tidak menyangka jika hubungannya dengan Riko akan jadi seperti ini. Bagaimanapun dulu mereka pernah menjadi suami istri yang saling mencintai. Tiga tahun hidup bersama siang dan malam juga bukan waktu yang singkat atau mudah untuk dilupakan begitu saja. Tapi setiap kali ingat kehadiran Novie yang telah menjadi duri perusak di antara mereka, rasanya kemurahan hati Nabila untuk Riko juga ikut kandas kering tak bersisa. Nabila memang hanya akan terus sakit hati jika cuma memikirkan perasaanya sendiri, tapi sekarang Nabila ingin melanjutkan hidup untuk Bagas dan harus tetap bahagia demi putranya. "Kemarin aku sudah bercerita mengenai dirimu pada Sunan." "Tolong Moy, jangan dulu," mohon Nabila pada Moy yang sedang menyetir. "Dia mau bertemu jika kau tidak keberatan." Moy menoleh Nabila sebentar. "Nanti biar Bagas kujagain dulu dan akan kuberikan paket gratis di salonku." "Aku belum siap!" tegas Nabila. "Aku juga tidak mau tiba-tiba bertemu orang asing seperti itu." Moy berhenti untuk berpikir sebentar, mempertimbangkan sifat Nabila yang sepertinya memang gak bakal mau asal ketemuan dengan laki-laki. "Mungin sebaiknya kalian kenalan dulu lewat chat, nanti Sunan kuberi nomormu." "Moy!" tegur Nabila yang tetap tidak mau. "Hanya chat, Nabila. kalian bisa kenalan dulu, ngobrol siapa tahu cocok." Moy juga tetap ngotot. "Aku bersikeras seperti ini karena aku tahu Sunan pria baik dan sudah lama jadi anggota grup untuk serius mencari pasangan hidup bukan untuk main-main." Nabila tidak berkomentar dia hanya menyisir rambut putranya dengan jari sambil melihat ke depan jalan raya yang sedang padat merayap. "Aku yakin mantan suamimu itu juga mulai menyesal, karena itu jangan sampai kau masih berharap untuk balikan lagi dengannya!" "Aku tidak pernah punya pikiran seperti itu!" "Ah, kalian sudah pernah jadi suami istri dan pasti masih belum saling lupa seperti apa rasanya." "Apa maksudmu?" Nabila pura-pura bertanya. "Jangan naif Nabila, aku yakin dalam seumur hidupmu kau juga belum pernah merasakan pria lain kecuali Riko dan aku yakin Riko pasti masih sering membayangkanmu ketika perempuan itu yang sedang menjepitnya." Berulang kali dan berulang kali mulut Moy tidak diciptakan dengan filter. "Aku tidak pernah memikirkannya!" tolak Nabila. "Karena itu cepat move on dan buka hatimu untuk orang baru!" Nabila kembali diam, tapi otaknya seperti sedang benar-benar berkerut mendapat tuduhan seperti itu dari Moy. "Sebenarnya aku juga ada janji kencan akhir pekan ini." Moy gantian bercerita dengan suasana hatinya yang gembira karena senyumnya juga langsung berseri. Nabila belum berkomentar tapi menunggu kelanjutan cerita sahabatnya. "Sudah satu minggu kami saling chat dan sepertinya kami cepat nyambung." Sebenarnya Nabila tidak bakal paham dengan istilah nyambung yang baru digunakan Moy. Walaupun sudah hampir tiga puluh tahun Nabila memang naif. "Dengar Nabila, kadang sesekali kita juga perlu berpetualang." Moy tidak munafik jika setelah jadi janda muda, sintal ,dan berduit dia juga jadi lebih banyak bersenang-senang. Bukan hanya sekali dua kali dia menjalani kencan satu malam dengan beberapa anggota grup dan menikmatinya sebagai hiburan "Kita sudah sama-sama dewasa, tahu bagaimana harus menjaga diri. Aku tidak ingin mengajarimu untuk jadi sepertiku tapi aku hanya ingin memberitahumu jika bukan cuma Riko yang mampu membahagiakanmu, masih banyak pria di luar sana yang bisa jadi tidak terduga asal kau tidak takut untuk membuka diri." Semua nasehat Moy memang tidak salah tapi mungkin Nabila saja yang belum siap membayangkan dirinya untuk kembali memulai dan meletakkan kepercayaan tanpa takut kecewa. Nabila juga tidak pernah memiliki pikiran untuk kembali rujuk dengan Riko meskipun kekhawatiran Moy juga masuk akal. ***** Malam harinya Bagas tidur sangat nyenyak, mungkin efek dari beberapa malam tidak bisa istirahat dengan nyaman dan dalam masa pemulihan setelah demam. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponsel nabila yang tergeletak di atas bantal [Bagaimana dengan Bagas?] pesan dari Riko. [Sedang tidur Mas] jawab Nabila dengan sangat singkat. [Istirahatlah jangan sampai kau ikut sakit] Dada Nabila langsung berdenyut aneh ketika membaca pesan dari mantan suaminya seperti itu. [Ya, Mas] Nabila juga cuma kembali membalas dengan kalimat singkat karena tidak mau terbawa dalam obrolan panjang. [Aku belum bisa tidur] Riko tetap mengirim pesan. Nabila segera menyisipkan ponselnya ke bawah bantal karena sudah benar-benar tidak mau kembali membalas pesan dari mantan suaminya yang mungkin dikirim sambil tidur memunggungi Novie. Ponsel Nabila tiba-tiba kembali bergetar agak panjang, menandakan pesan masuk beruntun beberapa kali. Nabila terkejut karena bukan kebiasaan Riko seperti itu. Buru-buru Nabila menariknya dan melihat beberapa pesan masuk dari nomor yang belum tersimpan. [Selamat malam, Nabila] [Maaf jika mengganggu] [Aku mendapatkan nomor ini dari Moy] Sumpah Nabila belum pernah merasa dadanya seberdebar ini hanya karena membuka pesan dari orang asing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD