81

1195 Words

Pagi datang dengan membawa udara dan cahaya lembut, menembus tirai tipis kamar mereka. Disana ada wanita yang masih bergelung di selimut dan beranjak setelah melihat bahwa di sampingnya tak ada lelakinya. Berbeda dengan keadaan di ruang makan. Sinar mentari menyentuh kulit Bramasta yang baru saja selesai menata dua cangkir teh hangat di meja makan kecil dekat jendela. Dapur masih semerbak wangi roti panggang dan telur rebus — sederhana, tapi dibuat dengan hati penuh cinta. Bram, hanya dengan kaus putih dan celana kain abu yang longgar, tampak tenang. Rambutnya sedikit berantakan, namun justru membuat sosoknya terlihat begitu mempesona. Ia menoleh ke arah kamar, yang terletak di lantai dua, tersenyum kecil ketika mendengar suara lembut Kalinda memanggil pelan. “Mas…” Suara itu serak, m

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD