Kerusuhan Pagi

1073 Words
Untuk pertama kalinya Rara sudah terbangun lebih dulu dari jam weker yang selalu setia membangunkan paginya. Hingga saat abang tersayangnya Bian ingin membangunkannya, terkejut bukan main karena adiknya sudah sangat rapi saat ini dan siap untuk berangkat sekolah. "Kamu gak sakit kan dek?" Tanya Bian memegang dahi Rara. "Ish apaan sih bang. Rara gak sakit tau. Sehat begini dibilang sakit. Doanya jelek banget sih." Dumel Rara yang sudah berhasil menepis tangan Bian. "Lagian tumben banget kamu udah rapih begini. Biasanya juga masih tidur pulas." Ujar Bian membela diri. "Ah yaudah kali bang gak usah dibahas. Adeknya berubah kok malah dianehin. Yuk kita kebawah." Ajak Rara menarik tangan Bian agar segera menuju ke ruang makan yang berada dilantai satu. "Pagi Mom." Sapa Rara dan Bian hampir bersamaan. "Pagi anak-anak mommy." Ify menerima kecupan dari kedua anaknya itu di pipinya. "Tumben Rara udah bangun jam segini." Ujar Ify membuka pembicaraan sambil membereskan piring dibantu oleh Bian. "Ya kan mau jadi anak SMA ma. Lagian ini hari pertama Rara gak mau terlambat. Nanti bisa berabe." Sungut Rara yang sedari tadi sudah terduduk dikursinya. "Pagi Mommyku tayang..." "Pagi Mommyku syanttikkkzz..." "Eh buset dah bocah. Pagi-pagi udah ngalay aja lo berdua." Dengus Bian melirik kedua adiknya itu jengah. "Pagi putra-putra tampannya mommy." Ify kembali menerima kecupan dipipinya dari kedua anak tersebut. "Ayo Ano dan El jangan buat keributan dipagi hari. Duduk yang rapih, kita tunggu papa dan abang-abang kalian datang." Perintah Ify tak bisa dibantah membuat Devano dan Elang yang saling berebutan kursi itu berhenti dan terduduk tegap layaknya berada di rapat yang sangat sangat resmi. "Plis deh B aja. Itu dada jangan dibusungin begitu." Decih Bian. "Ngapa lo bang? Iri dada gue lebih besar dan montok dari lu??" "Devano language please," "Sorry Mom." "Mampus." "Dasar pria iri hati." Desis Devano menatap Bian penuh dendam. "Morning Mom." "Ooh morning Azka, Chiko. Ayo duduk dulu kita tunggu papa sebentar lagi." Setelah mengecup pipi Ify seperti pagi biasanya, Azka dan Chiko menduduki kursinya masing-masing. "Pagi semua, pagi sayang." Sapa seorang kepala keluarga dirumah ini yang sudah terduduk di kursi kebesarannya sesudah mengecup kening istrinya itu. "Pagi dad." "Pagi sayang." "Ayo kita mulai makan paginya." Ify mengangguk dan bangkit dari duduknya. "Kamu mau apa kak?" Tanya Ify pada suaminya yang tengah menyesap kopi. "Roti selai aja yang." "Oke." Setelah meletakkan roti selai sesuai dengan kesukaan sang suami dipiringnya, Ify menatap piring anaknya satu-satu. Azka dan Chiko sudah memulai makannya dengan roti selai seperti Rio. Bian sudah memakan pancake kesukaannya dengan hikmat begitupun dengan Rara. Tetapi piring Devano dan Elang belum terisi apapun. "Loh Ano, El, kenapa belum ambil makanannya?? Kalian kan akan punya kegiatan seharian ini. Sarapan pagi gak boleh ditinggalkan." Ujar Ify menatap kedua anaknya itu. "Kita sarapan kok mom." Ujar Elang membela diri dari ceramah panjang Ify sebelum berlanjut. "Iya tapi mau kayak papi, ditanyain." Ujar Devano dengan wajah sok polos diikuti Elang yang membuat Bian berkeinginan untuk melempar wajah kedua adiknya itu dengan sepatu pantofel yang dipakainya. Ify menghela nafas melihat tingkah kedua anaknya yang sedikit abstrub ini. Sedangkan Rio menggelengkan kepala tak habis pikir dengan tingkah kedua anak konyolnya itu. "Jangan jadi anak manja Devano, Elang. Kalian kan sudah besar ambil sendiri dong." Tegur Rio. "Papi juga kan sudah besar. Kenapa masih minta bantuan mommy untuk siapin sarapan?" Ujar Devano dengan wajah cemberut. "Astaga Devano. Umur lo itu udah gak pantes kalo pasang muka begitu. Sok jadi dedek gemess banget sih lo." Decih Bian. "Gak usah ikut campur ya pria iri hati." Desis Devano membuang muka. "Yasudah kamu mau makan apa Ano? El?" Tanya Ify penuh perhatian. "Nasi goreng." Jawab mereka berdua kompak. Dengan cepat Ify mengambil piring Devano dan Elang lalu mengisi dengan dua centong nasi. "Ini." Acara makan pagi pun dilalui dengan hikmat. "Azka hari ini kamu yang akan mewakili daddy rapat di perusahaan om Andre." Ujar Rio membuka pembicaraan. "Oke dad." "Aku mau berangkat sekolah nih. Hari ini yang nganter siapa?" Tanya Rara berhasil membuat semua mata menatapnya. "Ini hari senin kan? Berarti pria iri hati yang antar kamu." Ujar Devano. "Loh bukannya hari senin itu bang Iko ya?" Tanya Rara bingung. "Bang Iko kan jadi dosen, gak boleh terlambat dia masuk kelas." "Bang Bi juga kan dokter, pasti ada apel pagi dirumah sakit. Iya kan bang?" Tanya Rara yang diangguki Bian. "Tuh bang Ano aja deh atau bang El, kalo bang Az sibuk sama kantor gak boleh terlambat dia harus memberi teladan sama karyawan." Ujar Rara. "Bang El ada rapat Ra pagi ini sama klien, gak bisa. Ntar dia gak jadi cathering lagi. Sama Ano aja sono, dia kan pengangguran." "Mulut El, sama abang lo juga gak ada sopan." Dengus Devano sambil menjitak kepala adiknya itu. "Adaw-" "Yaudah kamu sama bang Ano aja ya Ra." "Sip deh." Setelah semua masalah pembicaraan usai, mereka semua berjalan menuju ke teras rumah. Disana mobil masing-masing sudah disiapkan. "Aku berangkat ya sayang, kamu hati-hati dirumah. Kalo ada apa-apa langsung telfon aku. Nanti siang aku pulang mau makan dirumah." Ify mengangguk dan mencium punggung tangan suaminya. "Iya, kakak juga hati-hati ya." Rio mengangguk dan mengecup kening Ify sayang. Rio pun masuk ke mobil nya dan melaju. "Mom Azka berangkat ya." Pamit Azka mengecup pipi Ify sebelum mengecup punggung tangannya diikuti adik-adiknya yang lain. Kemudian mereka memasuki mobil masing-masing. "Hati-hati." Devano melajukan mobilnya setelah Rara sudah siap duduk di kursi penumpang dengan aman. "Bang Ano tau sekolahnya Rara kan?" Tanya Rara melirik pria yang sok fokus dengan jalanan itu. "Taulah dek, masa iya kakak melupakan sekolah kakak dulu." Tukas Devano masih menatap jalan. "Oh iya dek, nanti kalo ada siswi cantik langsung kamu pintain id line nya ya." "Untuk apa?" Tanya Rara bingung. "Ya untuk abang, lumayan untuk chatan biar hape rame." Rara memutar kedua bola matanya malas. "Males, minta aja sendiri." "Gitu banget sih dek, sama abang sendiri juga." Bujuk Devano. "Rara tuh bosen tau gak abang bilang begitu setiap Rara berangkat sekolah selama ini." Dengus Rara tak mau menatap Devano. "Jadi cowok kayak gak laku aja sampe nyusahin adiknya yang mau menuntut ilmu." "Dek jangan deket-deket pria iri hati deh, lo itu udah terkontaminasi akan perkataan dia. Jangan ikuti ajaran sesat." "Pria iri hati yang lo sebut itu abang kita. Dan yang mengajarkan gue ajaran sesat itu elo bang. Bye." Setelah mengatakan itu, Rara keluar dari mobil dan masuk ke area sekolah tanpa menoleh lagi kebelakang. Vote and Comment guys!! Bungsu Haling❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD