Re

1609 Words
"Tumbenan lo nongol, Nov!" celetuk Aufa, si centil bermuka dua. "Sambutan yang keren!" jawabku sambil memutar bola mataku dengan malas. Lalu dengan menyebalkannya Si Aufa melenggang pergi ke tempat duduknya di depan. Celana ketat dengan bokong ukuran di atas rata-rata mungkin membuatnya percaya diri. Lihat saja cara jalannya! Melenggak-lenggok begitu, kalau aku lihat sih malah kayak entok habis bertelur, tahu gak? Jijik! Ya, ya, kuakui hari ini aku lagi dihinggapi malaikat. Dapat wangsit dan hidayah buat pergi ke kampus. Aku emang gak rajin nengok kampus, tapi kalau urusan nilai pasti kukejar. Ya kali aku harus nyerah ngulang semester 6 hanya karena nilaiku jelek di dua mata kuliah. Eh, bukan dua ding! Tiga, empat, aish lima ternyata! Kampret memang! Saat aku ngadu ke Om Wisnu masalah nilaiku, tahu apa yang dia katakan? Dengan gaya santai, tangan tetap sibuk dengan berkas-berkas yang tidak kumengerti, tanpa melirikku sedikit pun, ia berkata : 'Gak bisa lebih buruk dari itu?' Anjay! Punya Om gitu amat. Emang sih, bukan sekali dua kali Om Wisnu juga dipanggil guru BK saat aku SMA dulu. Sepele sih, paling alasannya karena aku jahilin anak kepala sekolah yang belagu itu. Atau aku ketahuan iseng gambar guru di depan kelas pake caption konyol. Sepele kan? Yah, karena apes aja aku ketahuan. Dan apesnya terulang saat aku duduk di bangku kuliah. Nilai hancur. Mau tidak mau aku harus ngurusin karena aku udah berada di ujung masa jabatan mahasiswa. "Kok bengong, tumbenan lo nengok kampus," Riaz langsung duduk di belakang kursi yang aku duduki. "Oke fiks, gue nyesel udah nongol di sini. Udah dua orang, eh ralat, 3 orang yang bilang tumbenan ke gue." "Lah, masa lo gitu aja marah sih?" "Emang bener kok. Pertama masuk gerbang, Pak Tino satpam kampus bilang tumben lihat gue datang pagi. Si centil Aufa juga gak ada bedanya. Sekarang lo malah ikut-ikutan kek mereka! Sialan!" "Tapi ngomong-ngomong, nilai Lo udah bisa diselamatkan?" Badanku melorot. Bibirku maju beberapa senti. "Satu lagi yang masih kacau." "Gue bisa tebak, Pak Michael?" Aku mengangguk lemah. "Yang lain aman. Cuma dia yang ngotot gak kasih nilai sama gue." "Lah, bukannya lo udah datang ke rumahnya?" "Udah." "Lo melakukan misi seperti rencana lo?" Ah kampret! Ingat pria itu membuat tekanan darahku serasa naik berkali-kali lipat! Bayangkan saja, aku bela-belain dandan ala Tante menor pake ajian segala macam, mana berani nyosor duluan lagi, hasilnya nol. "Nov, kok diam?" "Iya, gue ke sana dan hasilnya nol. Puas lo?" "Hahaha, udah gue duga, Nov-nov! Kan pernah gue bilang, Pak Michael memang rada susah dibujuk. Kabarnya sih biasanya dia ngasih tugas gila-gilaan sama mahasiswa sejenis lo." "Apa? Tugas gila? Kayak apa?" "Ya, kayak bikin projek penelitian yang cukup menguras waktu dan dompet lo." "Begitu, ya?" Kenapa sama aku dia malah ngasih tugas nyebokin anaknya coba? Mending nyebokin doang! Ini malah pake acara jadi istri simpanannya, bisa hancur masa mudaku. Oke, ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus cari cara lain. Ah, bukannya Pak Michael doyan ngasih tugas berat ya? Oke, aku coba. Lebih baik aku diberi tugas banyak daripada jadi istri simpanannya. Gila apa? Aku wanita normal yang memimpikan pernikahan secara resmi dan sakral. Tentu saja dengan orang yang kucintai. Enak aja harus jadi istri simpanan! "Eh lo mau kemana, Nov?" tanya Riaz begitu melihat aku bangkit. "Mau usaha!" "Bentar lagi kosma datang, Nov! Mau pembagian kelompok KKN katanya! Gimana sih lo?" Ah, aku lupa! Badanku berbalik kembali menghadap Riaz yang masih setia duduk di kursinya. "Gini aja, usahain gue sekelompok sama lo, oke?" "Kenapa mau sama gue? Mau ngejajah ya?" "Kampret! Lo tahu sendiri gue gak punya temen selain lo!" "Makanya hidup waras dikit kek, punya temen cewek!" "Ah, bawel lo! Iya, ntar gue dapat temen cewek kok, makanya lo cepet cari pacar gih, biar gue jadiin temen!" Riaz cuma menggerutu pelan. Haha, biarin lah, aku harus segera bergegas keluar dari ruangan ini. Terserah deh mau sekelompok sama siapa juga. Bodo amat, toh aku memang gak punya temen deket sejenis. Lawan jenis juga cuma Riaz yang bertahan. Aku menyusuri ruangan yang berjejer. Ruang dosen berada di lantai dua. Kubulatkan tekad untuk berjuang lagi menaklukan sesosok makhluk Tuhan bernama 'Pak Michael'. Tapi ruangannya di mana ya? Ada banyak ruangan di lantai 2 ini. Mataku berbinar saat melihat nama yang kucari. Oke, aku mendapatkannya! Tok-tok-tok! Tanpa ragu sedikit pun, aku segera mengetuk pintu ruangan Pak Michael. "Masuk!" seru seseorang dari dalam. Tanganku segera memegang handle pintu dan mendorongnya. Yes, tidak dikunci! Bego, kalau dikunci si empu ruangan gak bakalan nyuruh masuk kan? Terlihat Pak Michael sedang sibuk dengan lap topnya. Sedangkan di sofa ruangan itu, seorang anak kecil berjenis kelamin laki-laki sedang tertidur pulas. Pipi tembemnya belepotan dengan noda. "Ada apa?" tanya Pak Michael tanpa mengalihkan tatapannya dari layar laptop. Oke, kumpulkan semua kekuatan. Aku berdehem kecil, "Ekhm, anu pak, saya Clarissa, mahasiswa yang tempo hari datang ke rumah Anda." "Mhm," ucapnya tanpa melihatku sedikit pun. Ia nampak memijat pelipisnya, mengeluh pelan, lalu mengetik lagi. "Gimana, Pak? Mengenai nilai saya?" "Siapa nama kamu?" "Clarissa, Pak!" Sepertinya si angkuh ini udah lupa deh! Ini bagus, berarti dia juga lupa tentang syarat gila yang dia berikan padaku demi sebuah nilai. "Oke, sudah siap?" jawabnya lalu ia membuka kaca matanya dan bangkit dari duduknya. "Oh tentu saja, Pak. Saya siap menerima tugas dari Anda!" jawabku antusias. Hatiku bersorak. Sepertinya dia benar-benar lupa! Pak Michael mengangguk, lalu tangannya menunjuk ke arah anak kecil yang sedang tertidur pulas. "Tugas pertama, bawa putra saya ke dalam mobil saya, ini kuncinya," Pak Michael melempar kunci mobil padaku. Hap! Aku berhasil menangkapnya. "Apa?!" Aku melongo. Sumpah! Aku benar-benar tidak percaya! Ini tugasnya? Semudah itu? Katanya doyan ngasih tugas berat kayak penelitian! Wah, ini sih namanya anugrah! Rezeki anak sholeh! "Gak usah bengong! Sana angkat putera saya!" "Eh, iya, Pak. Siap!" Dengan semangat empat lima, aku mengangkat anak laki-laki yang menggemaskan itu. "Mobil Anda di mana, Pak?" "Tanya satpam! Dia tahu kok. Tunggu di dalam mobil, nanti saya nyusul. "Oh siap, Pak!" Whoah, hatiku riang tak terkira. Bayangan mengerikan saat jadi istri simpanan lenyap sudah. Tugas gini doang sih gak berat buatku. Satpam sedikit heran melihatku yang membawa anak Pak Michael ke mobilnya. Terserah deh mau dikira apaan juga! Selang beberapa menit, Pak Michael datang. Tanpa basa basi lagi, ia menyalakan mesin mobil. Perlahan kami meninggalkan kampus. Selama perjalanan, aku benar-benar harus menjaga anaknya itu. Mana berat lagi! Tanganku sampai pegal-pegal karena menahan kepala anaknya. Mana gendut lagi. Untung aja masih kecil. Kayaknya umurnya sekitar 2 atau 3 tahun deh. "Namanya Moza. Usianya baru 2 tahun 3 bulan," ucap Pak Michael tiba-tiba. Aku hanya ber-O-ria. Toh aku gak nanya kan? Meski sedikit penasaran. Tugas pertama benar-benar membuat tangan pegal. Pak Michael menyuruhku untuk menggendong anaknya yang bulat itu ke kamarnya. Aku meregangkan otot setelah selesai menidurkan si Moza. "Tugas saya sudah selesai, Pak. Apa saya bisa dapat nilai?" tanyaku dengan hati-hati. Pak Michael yang sedang menyeduh kopi tidak menjawab. Ia hanya memberikan segelas kopi padaku. "Saya gak ngopi, Pak!" tolakku. "Siapa bilang itu buat kamu? Tolong pegangin dulu!" Aku melongo. Lah aku disuruh pegangin kopi juga? Sumpah, kalau bukan karena demi nilai, mana mau aku kayak gini! Berasa ada di jaman penjajahan kolonial Belanda kalau gini caranya. Pak Michael masuk ke kamarnya. Lah aku ditinggal di sini? Dengan tugas memegang secangkir kopi panas ini. Gak dipersilahkan duduk pula. Rumah segede ini yang tinggal dua biji manusia doang, apa gak serem ya? "Ini cincin pernikahannya nanti. Meski nikah siri, tapi saya menghargai semua ijab kabul atas nama agama." "A-apa?!" Pak Michael mendekat, refleks aku mundur. Sialnya punggungku mentok di pintu kamar si Moza. "Kenapa kaget, hm?" "Itu ..." "Saya pria yang selalu memegang ucapan sendiri. Saya ajukan syarat, kamu menyetujuinya." Sumpah, aku takut setengah mati! Apa dia akan memakanku sekarang? "Sa-saya ..." "Kenapa? Saya suka gayamu waktu mencium saya! Ayo lakukan lagi!" Ia merangsek mengikis jarak. Sial, dia mengungkit kejadian itu lagi! Fiks, saat itu mungkin aku lagi kesurupan! Bisa-bisanya mencium buaya macam dia! Rasa takutku sedikit meningkat saat ibu jarinya menyapu halus permukaan bibirku, "Sebentar lagi kamu akan mendapat nilaimu, Clara!" bisiknya. "I-iya, Pak!" Apa yang pria gila ini lakukan?! Hingga punggungku bersandar ke pintu, sementara tanganku yang memegang cangkir kopi mulai hilang keseimbangan. Brakk!!! Prang!!! Seketika aku jatuh terjerembab, pasrah deh! Mungkin sebentar lagi punggungku patah. Sebentar! Tapi kok gak sakit ya? Aku membuka mataku. Ternyata tangan Pak Michael berada di bawah punggungku. Wajahnya bersembunyi tepat di leherku! "Michael! Siapa dia?!" bentakan seseorang membuatku makin terkejut. Tanganku mendorong badan besar yang menindihku saat ini. Mataku membulat sempurna, bukannya itu Pak Leo?! Rektor di kampusku! Sebentar, kenapa Pak Leo ada di sini?! Pak Michael bangun, "Dia mahasiswiku." Pak Leo mengerutkan keningnya, "Mahasiswi? Kamu sedang menggoda anak saya?" Anjir! Apa tua bangka itu tidak lihat, Pak Michael yang menindihku bukan sebaliknya! ''Ti-tidak, Pak!" "Benar, kemarin saja dia menciumku! Kalau tidak percaya, bisa periksa rekaman cctv-nya." Busyet! Kok aku bisa lupa kalau di rumah orang kaya ada cctv-nya? Pak Leo nampak murka, "Kamu mau membuat saya mengeluarkan kamu dari daftar mahasiswa?! Sudah tahu kan peraturan kampus?" "Saya minta maaf, Pak. Ini tidak seperti yang Anda lihat!" Celaka, celaka! Kalau sampai aku duduk DO dari kampus, apa kata Om Wisnu?! Bisa-bisa uang jajanku distop total. "Papa tenang saja, aku akan menikahi dia." Aku terkejut, apa?! Pak Leo mengerutkan keningnya, menatap bergantian ke arahku dan Pak Michael. "Kamu serius?" "Tentu saja, jadi Papa tidak perlu mengeluarkan dia." Tetiba wajah Pak Leo berseri, "Deal. Jika gadis ini yang kamu mau, Papa tidak akan mengeluarkan dia. Tapi sebelum dia lulus, rahasiakan dulu pernikahan kalian." Oke, aku skakmate.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD