U

1263 Words
Keringat dingin mulai keluar dari pelipisku. Tatapan Pak Michael lebih mengerikan dari tatapan beruang lapar. Ngeri banget! Mulutku tak berhenti komat-kamit merapal segala macam mantra dan doa. Minta diselamatkan dari Tuan Mimisan k*****t yang tengah memergoki diriku yang sedang me-review kelakuan manusia yang berstatus suamiku itu. Bukan lagi ghibah ini lho ya? Tapi sekali lagi cuma me-review kelakuannya doang! Badanku berdiri kaku menyaksikan Pak Michael berjalan meninggalkan kami setelah sebelumnya ia memutilasiku dengan tatapan tajamnya. "Yas, Yayas!" bisikku masih dengan tubuh kaku. "Napa? Mau tobat lo?" tanya Riaz dengan gaya sontoloyonya menahan tawa. Bikin tanganku gatal pengen ngulek kepalanya. Aku menggeleng, "Bukan!" "Terus?" "Ada kardus bekas gak?" tanyaku sambil menggigit jari telunjuk. "Buat apa, Nyet?" "Kardusin gue dan tolong kirim ke teluk Alaska!" "Kalau lo gue kirim ke Alaska, gue dapat apa?" Poinggg! Aku menoyor pelan kepalanya. "Lama-lama lo mirip buku akuntansi ya?" "Apa hubungannya, Nyet?" "Iya, segala-gala dihitung pake untung rugi, asem lo!" "Kan harus balance, man! Pengeluaran dan pemasukan!" "Diem lo ah! Pokoknya habis ini gue yakin, akan kehilangan nafsu makan selama beberapa minggu ke depan," ucapku sambil memasukkan satu suapan jumbo campuran nasi dengan lauk daging sapi berbumbu kelapa parut yang terasa manis dan gurih. "Halah, kehilangan nafsu makan dari Hongkong lo! Sekarang aja jatah gue hampir lo abisin!" "Baru nyomot lima suap juga!" Riaz nyolot, dia melotot sambil langsung memakan nasi yang kami buka di atas tikar depan posko KKN. *** Ternyata lokasi pemerintah setempat yang harus kami kunjungi itu berada di atas bukit. Pemandangannya enak sih, yang gak enak tuh naik ke bukitnya. Sampai motor milik kami terpaksa disimpan di rumah penduduk yang letaknya berada di bawah bukit. Apalah daya, motor kota masuk ke gunung. Mana sanggup! Yang ada p****t berasa empot-empotan kek mau melorot lagi ke bawah. Ngeri kan? Alhasil, kami memutuskan berjalan kaki saja. Si Yoga yang tadi sok keren ngusulin jalan kaki juga nampak ngos-ngosan tuh anak! "Napa, Yog? Bengek lo?" tanyaku sambil menahan tawa. "Anjir, hah, sialan, hah, ini lebih gila dari tanjakan maut!" ucapnya sambil ngos-ngosan. Ia menangkap botol minum yang dilemparkan Riaz ke arahnya. "Emang pernah naik tanjakan maut?" tanya Aufa dengan mata melotot. Wajahnya memerah dengan kucuran air ajaib berwarna hitam dari bulu matanya yang selalu cetar tiap pagi. Haha, jeleknya kelihatan! "Pernah," jawab Yoga lalu duduk di bawah pohon depan rumah Pak Kades. "Kapan?" "Waktu aku naik tanjakan ke hati ayahmu, biar bisa manjat dapat restu!" Si Aufa mesem-mesem meong. "Gak ada topik yang lebih waras dari ini ya? Gedek gue dengernya!" ucap Anton yang biasanya tuh anak anteng dengan earphone yang entah musik apa yang terpasang hingga obrolan gaje begini bisa ia dengar. Keroncong kali ya? "Udah deh, sekarang kita masuk dulu. Kayaknya Pak Kades ada di rumah tuh," potong Indana. Ia bangkit lalu mulai mengetuk pintu. Benar ternyata. Pak Kades ada di rumah. Kami disambut baik oleh keluarga beliau. Katanya sih, Pak Kades teringat anaknya yang juga sedang kuliah di kota. Setelah berbasa-basi cukup lama, kami pamit. Jalan yang dilalui cukup terjal hingga memakan waktu lumayan lama. Kami Sampai di posko sekitar jam tiga sore. Mayanlah, aku pake buat selonjoran. "Nov, bantuin masak dong! Dari kemarin lo gak bantu kita!" "Kemarin kan gue gak makan di sini," jawabku sambil merebahkan badan di atas kasur. Huh, enak juga rebahan, setelah seharian berasa jadi Ninja Hatori yang mendaki gunung lewati lembah. "Nov, molor aja lo kerjaannya!" ucap Aufa yang kayaknya sebentar lagi kena jitak tanganku. "Kalau gak molor namanya zombie!" jawabku sambil merem. Tetiba hening. Baguslah, suara bawel mereka tak terdengar lagi. Setidaknya sekarang aku tenang bertamasya ke alam mimpi. Kali aja ketemu pangeran berkuda putih. "Enak sekali ya jadi kamu?" tanya seseorang sedikit mengusik dunia mimpiku. "Bawel lo! Iri bilang, Bos!" jawabku cuek tanpa memedulikan yang bertanya. Aku hanya mengubah posisi tidur mencari yang lebih nyaman. "Iri? Buat apa saya iri sama mahasiswi pemalas macam kamu?" Bentar. Kok ngomongnya saya-kamu? Jangan-jangan .... Aku membuka mata, busyet, itu kan Mimisan k*****t?! Serta merta aku bangun. Lalu memasang cengiran manis (walau aku gak yakin di dunia ini ada golongan nyengir yang terasa manis) yang tentu ditemani dengan mata kucing menggemaskan. "Bangun!" titah Pak Michael dengan suara tegasnya. "Saya gak tidur kok, Pak!" "Siapa yang nanya? Saya gak peduli kamu tidur atau tidak, saya hanya nyuruh kamu buat bangun." "Saya sudah bangun. Ada lagi, Pak?" "Pergi ke dapur sana! Bantuin teman-teman kamu!" Yah, dengan amat terpaksa aku bangun lalu berjalan kikuk ke dapur. Mereka sedang sibuk masak rupanya. Ah tidak semua ding! Ada juga yang sibuk mengecat kukunya di dapur. Nongol bin nimbrung doang kerjaannya. Unfaedah banget sih. Apa bedanya dengan diriku yang tiduran bentar di kamar, ya gak? Kan sama-sama gak bantuin! "Nongol juga lo, Nov!" seru Aufa sambil meniup-niup kukunya. "Sini, Nov! Bantuin motong bawang ya?" ajak Indana. Aku hanya menghampiri Indana dan mulai membantunya. Lagi dalam mode malas ngomong. "Eh, Pak Michael masih ada gak?" tanya Indana sambil celingukan ke ruang tengah. "Tahu tuh," jawabku dengan nada malas. "Eh Indana, tahu gak? Katanya Pak Michael mau balikan sama istrinya lho!" celetuk Aufa. Apa? Balikan? "Masa sih? Kata siapa?" tanya Indana sambil memasukkan bawang yang kupotong dalam wajan berisi minyak panas. Membuatku sedikit meringis dan mundur. Mau buat apaan sih dia? "Denger dari anak-anak sih. Katanya Moza udah ada mommy baru. Mereka tahu dari postingan akun Moza seminggu yang lalu." Tadinya gak mau peduli. Tapi saat mereka sebut nama tuyul kecil yang membuatku darah tinggi akhir-akhir ini, mau tak mau aku penasaran juga. "Kalian ... kenal sama Moza?" tanyaku sedikit ragu. "Ck, kenal dong! Moza itu anaknya Pak Michael. Lucu banget ih, kalau disuruh jadi mommy-nya aku mau banget tuh!" Ha? Apa dia bilang? Pengen jadi Mommy-nya si tuyul kecil itu? Sulit dipercaya! "Kamu suka sejenis sugar daddy ya? Pantes gak laku-laku! Haha," timpal Riaz yang baru datang dan melemparku dengan handuk kecilnya. "Apaan sih, Yas?" tanyaku kesal. "Jangan ngangah gitu! Ntar lalat masuk baru tahu rasa!" "Bangke, lo!" seruku sambil melempar balik handuk Riaz yang bau asem. Aku beralih menatap Aufa dengan bahan ghibahnya yang baru kudengar. "Eh, lo serius, Fa? Emang anaknya Pak Michael punya akun IG?" "Ya ampun! Hellooo... Lo kemana aja, Nov? Pak Michael itu membuat akun khusus milik putra semata wayangnya itu. Konon sih menurut urutan kejadian yang di-posting di akun Pak Michael, dia dan istrinya sudah bercerai karena suatu problem entah apa. Nah, si unyu Moza ini posting foto dengan Sang Mommy baru yang gue yakin kemungkinan ini mantan istrinya. Gue denger sih ini mantan istrinya yang dulu ninggalin bayi mereka begitu aja. Gila gak sih? Cewek beruntung mana yang jadi pelabuhan hati Pak Michael? Udah cerai juga, masih bisa menarik perhatian Pak Dosen kita yang keren itu?" "Bentar, mommy baru? Gue boleh lihat postingannya gak?" "Elo, Nov? Buat apa?" Raut wajah Aufa berubah terkejut, "Jangan bilang lo juga penggemar Pak Michael?!" Penggemar? Haha, gak ada dari sononya! Si Penindas itu bahkan mustahil punya penggemar! Tapi aku penasaran dengan hidupnya Pak Michael. Bercerai? Mantan istri? Mereka balikan? Masa sih? "Gue? Kagak! Cuma pengen tahu aja, gadis bodoh mana yang mau dijadikan pengasuh anak kecil gendut yang menyebalkan?" Meski dengan tampang minta dibogem, Aufa menyodorkan ponselnya. Di sana, nampak foto wanita yang sedang jatuh dan sedang dibantu bangun oleh Moza. Wait, ini seperti ... aku?! Sialan! Pak Michael benar-benar memposting fotoku saat jatuh di ulang tahun Katherine. Oke, aku ralat kata-kataku. Wanita di foto ini bukan wanita bodoh! Sebab nyatanya wanita ini adalah aku sendiri! Tapi aku masih penasaran. Benarkah Pak Michael balikan dengan mantan istrinya?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD