M

1254 Words
Pagi yang cerah, ugh, rasanya badanku kembali fresh setelah tidur nyenyak tanpa gangguan sedikit pun. Yah, mungkin gendongin kloningan Tuan Mimisan k*****t kemarin seharian gak rugi-rugi amat. Aku jadi dapat pijatan gratis yang membuat badanku sedikit enakan. Meski hampir saja aku kecolongan buat praktek berkembang biak. Haha, lagi mens? Takut amat dia, sampai bergidik dan pergi dengan gerutuan. Syukurin lah! Eh tapi, ada yang masih membuatku heran, kok Pak Michael tahu aku bawa jimat Mbah Darsono kemari ya? Ck, untung semalam aku skakmate dia dengan jurus lain. Percayalah, meski para pria mengidamkan Mr.P jumbo, tapi kalau ketahuan mengembangnya karena gituan sih pasti malu. Apa jangan-jangan emang bener ya dia memang langganan Mbah Darsono? Buat tetiba jadi kaya raya begini? Coba aja pikir, masa cuma jadi dosen kok banyak banget duitnya. Yah, walaupun Pak Leo yang jadi rektor tapi tetep aja kan gak mungkin Pak Leo yang bikinin rumah ini buat Pak Michael? Iya, mungkin langganannya buat jadi kaya. Dugaan pertama bagi para kandidat kaya raya dadakan : miara tuyul? Ah, atau jadi babi ngepet? Siapa tahu selama Pak Michael gak di rumah tuh ternyata lagi keluyuran jadi babi ngepet cari duit. Konon katanya yang begituan suka punya kamar khusus. Lah, rumah ini kan kamarnya bejibun. Ah, aku jadi penasaran. Yang jaga lilin siapa ya? Langkahku terseret-seret menuju kamar mandi. Setelah mandi, aku bertekad mau nyari kamar rahasia di rumah ini. Gak apa-apa kali ya, cuma lihat doang kok. Gak bakalan ganggu. Wangi roti bakar menggelitik hidung saat aku keluar kamar. Perut keronconganku makin menggila. Yah, waktunya ngisi amunisi perut emang. "Momy! Kenapa Mom gak tidur sama aku?" sambut Moza saat aku sampai di meja makan. Pipi gendutnya kembung kempis, menandakan sedang mengunyah makanan dengan mulut penuh. Kadang heran sama nih bocah, baru usia masuk tiga tahun aja ngomongnya lancar banget. Banyak ngeselinnya lagi. "Kamu tidurnya ngorok, berisik. Jadi Mom tidur di kamar lain," jawabku asal lalu mengambil sarapan yang manjadi bagianku. Roti bakar isi sayur dan telor ceplok. Enak sih, apalagi kalau lagi lapar begini. "Aku ngorok? Tidak kok, ya kan Dad?" "Memang. Kamu bukan ngorok. Tapi Mom Clara yang sering mimpi kamu lagi ngorok," jawab Pak Michael sambil mengaduk jus mangganya dengan santai, menyeruputnya perlahan, seakan sedang memberitahu dunia bahwa betapa bibirnya begitu seksi saat memainkan sedotan limun itu. Membuat setiap mata yang melihatnya akan berimajinasi jauh, andai yang disedot dan dikulum itu bibirku ... Argh! Setan! Kenapa otakku gesrek lagi? (Walau sebenarnya tiap hari juga gesrek kok, yah, bisa dibilang belok dikit) "Ck, iya Mom mimpi buruk terus jadinya gak deket-deket sama kamu kalau tidur," jawabku kesal. Banyak hal yang membuat kesal, jawaban sontoloyo dari mulut Pak Michael. Dan juga pikiran laknat akibat gerakan s*****l bibir pria di depanku ini. "Huaa....!" Lah, kok mewek?! "Za, kamu kenapa? Kok nangis sih?" tanyaku sambil sesekali melirik Pak Michael. Bapaknya marah gak ya? Cengeng banget sih, gak diapa-apain juga! "Ingat kata Daddy? Anak pria jangan menangis!" Pak Michael bukannya melerai atau memeluk si cengeng Moza, malah mengangkat telunjuk mengingatkan Moza akan nasihatnya. Sambil menahan sesenggukan, Moza mengusap kasar air matanya, "Aku bukan nangis Dad, cuma kata temanku, kalau gak ada Mom boleh nangis. Kalau Mom mimpi buruk saat tidur denganku, berarti aku gak akan pernah merasakan tidur dekat sama Momy!" "Ish, bukan gitu! Anda sih, Pak! Pake bahas mimpi buruk segala rupa!" ucapku kesal. Lalu segera menghabiskan sarapanku sebelum seleraku makin anjlok ke lapisan bumi ke tujuh. "Mom, hiks, apa aku boleh tidur sama Mom?" tanyanya sambil masih menahan isakan. Kasihan juga sih anak orang! Ini lagi, yang jadi sumber benihnya si Moza kok malah adem ayem ya? Ah, pantas aja dia gagal berumah tangga! Lha, cara komunikasinya sangat buruk. Aku yakin, istrinya pasti lari karena tahu perangainya yang tenang seperti kuda nil. Untungnya Pak Michael gak nguap selebar mulut hewan yang senang di air itu. "Sini! Ikut Mom!" Akhirnya aku mengambil tangan Moza dan membawanya ke kamar miliknya. "Mom marah sama aku?" Aku diam. Lha, harusnya kan aku yang bertanya gitu? Orang dia nangis kan karena ucapanku? Sebersit ide cemerlang hinggap di otakku. "Kamu mau Mom berhenti marah?" tanyaku dengan nada pelan. Dalam hati berdoa, semoga aja Pak Michael mendadak tuli sementara waktu, hingga ia tak mendengar ucapan kami. "Iya, mau." "Kalau gitu, kamu tahu gak di rumah ini ada gak kamar yang mencurigakan?" "Mencurigakan apa, Mom?" "Yah, seperti tetiba Daddy berubah jadi hewan gitu?" Wajah Moza menjadi tegang, bahkan dia mendekat ke arahku. Ia menengok kanan-kiri. Waduh, jangan-jangan dugaanku benar?! Jam 12 malam Pak Michael berubah jadi hewan seperti ... babi?! "Kenapa Mom bertanya begitu?" tanyanya sambil berbisik sangat pelan. Mataku membulat sempurna, "Jadi benar?!" "Sini, aku bisikin!" Wajah serius Moza membuatku ikut takut. Konon katanya anak kecil matanya masih suci, jadi pasti bisa lihat yang kayak gituan. Aku mendekat, "Apa?" tanyaku dengan berbisik juga. "Emangnya di sini ada penyihir ya? Seperti di film yang suka Dad tonton itu? Dengan tongkat hitam bisa merubah orang jadi tikus!" bisik Moza yang seketika membuat dugaanku lari tunggang langgang lalu berakhir dengan kesal tiada tara. "Siapa yang nanya penyihir?!" ucapku sambil menahan kesal. Mata Moza berkaca-kaca, "Aku salah lagi?" ucapnya. "Ish, lupakan!" jawabku. b**o, bisa-bisanya aku percaya sama badut kecil ini. Tetiba tangan Moza menarik-narik ujung bajuku. "Mom jangan marah!" "Habisnya sih kamu malah ngomongin penyihir!" "Mom, jangan kenceng-kenceng! Nanti kalau beneran datang penyihirnya gimana?" Wajah si Gendut Moza makin menegang. "Enggak bakalan. Penyihirnya takut sama daddy-mu!" jawabku asal. "Benarkah? Tapi dady juga suka penakut." "O ya? Takut apa emang?" Wah, bisa jadi senjata nih. "Dad pernah sangat ketakutan saat aku menjatuhkan foto mommy-ku yang sudah di surga." "Takut pecah?" Moza mengangguk. Aku terdiam. "Eh, bentar, kamu bilang foto mommy-mu? Emang ada?" "Ada!" Moza mengangguk dengan antusias. "Mom boleh lihat?" "Jangan!" jawabnya dengan nada cemas. "Lho, kenapa? Mom Clara juga kan ingin tahu mommy kamu yang udah meninggal itu." "Aku takut Mom Clara juga pergi seperti mommy yang ada di foto." Aku berjongkok, memegang kedua bahunya, "Dengar ya, mati itu rahasia Tuhan. Bukan karena lihat foto orang meninggal, terus jadi ikutan meninggal juga." "Janji Mom gak akan mati setelah selesai melihat foto itu?" Dih, dasar bocah! "Iya, janji." "Kemari!" bisiknya sambil menggaet tanganku lalu membawaku keluar dari kamarnya. Kami berjalan melewati beberapa ruangan. Banyak sekali. "Sebenarnya ruangan ini buat apa sih? Kenapa banyak sekali? Gak suka dipakai juga." "Suka kok," jawab Moza. "Dipake apa?" "Main petak umpet. Aku suka maen petak umpet sama Oma eyang." "Kok sekarang gak main ke sini lagi?" "Kan udah ada Mom Clara." Baru saja aku akan menjawab celotehan tuyul kecil ini, tetiba ia membawaku masuk ke sebuah kamar. "Kok gelap?" tanyaku. "Aku gak bisa nyalain lampunya. Saklarnya tinggi." "Ya udah, tunjukkan!" Moza menunjuk ke arah kanan dari pintu masuk. Oke, setelah kunyalakan, semua jadi terang. Dan aku dikejutkan dengan berbagai foto dan lukisan seseorang. Wow! Banyak sekali. "Ini ... yang kamu bilang mommy yang sudah meninggal?" Moza mengangguk. "Mom jangan kayak dia ya? Mati dan hidup di foto." "Ck, enggaklah!" Hm, wanita ini nampak biasa. Bahkan sangat sederhana. Tapi kalau diperhatikan justru dari kesederhanaannya ini kecantikannya terpancar. "Daddy-mu sering ke sini?" tanyaku sambil memandangi lukisan satu persatu. "Dulu sering. Tapi sejak ada Mom Clara, Daddy gak pernah lagi." "Moza! Kenapa kamu bawa dia kemari?!" Bentakan seseorang membuatku terkejut tentu saja. Bahkan Moza sampai meloncat ke pangkuanku saking kagetnya. Pak Michael berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang menakutkan. Apa kami akan ditelan hidup-hidup sekarang juga? Sepertinya Moza benar. Ada penyihir jahat di sini. Ya, dialah penyihirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD