Part 10

1099 Words
Yang buka cerita ini tapi belum tap ❤️ siapa? hayo ngaku, jangan nakal!! cepetan teken tombol ❤️ nya supaya cerita ini masuk ke pustaka... _________________________________________________________ Meyra menggeliat. Menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk menghilangkan rasa pegal. Belajar memang bukan sesuatu yang disukainya. Tapi mau apalagi, statusnya memang seorang pelajar bukan? Dosen bisnis nya sudah meninggalkan kelas dengan setumpuk tugas yang harus mereka laporkan di dua pertemuan selanjutnya. Meyra hanya bisa mendesah pasrah. Baiklah, setidaknya besok weekend, jadi ia bisa melupakan dulu tugas kuliahnya. "Hay, Mey." Sapa seorang pria bertubuh tinggi, kurus dengan senyum ramah di wajahnya. "Hai, Dem. Ada perlu?" Tanya Meyra ramah. "Apa kamu masih punya kelas?" Meyra menggeleng. Ini kelas terakhirnya. "Mau pergi jalan sama aku?" "Kemana?" "Kemana saja, nonton, makan, maybe? Atau sekedar nongkrong juga tak apa." Jawabnya dengan nada antusias. "With who?" "Just two of us." "Alright. Tapi nanti antar aku pulang." "Sure!". Meyra memasukkan semua bukunya ke dalam ranselnya. Mereka berjalan beriringan menuju lorong dimana loker Meyra berada. Meyra meletakkan sebagian buku yang tidak akan ia gunakan dan kemudian kembali berjalan menuju area parkir. Hari ini Gilbert tidak punya kelas. Dan seperti hari dimana kelasnya kosong, pria itu akan menghabiskan harinya di kantor dan mengurusi bisnis keluarga mereka. Dan itu akan membuat Meyra bosan karena tak ada teman. Beruntung juga bagi Meyra karena Demian mengajaknya keluar. Demian tahu, karena sebelumnya Meyra sudah mengatakan padanya bahwa dia sudah punya orang yang dia suka, jadi ia meminta Demian tidak terlalu berharap banyak kepadanya. Meskipun Demian mengira pria yang Meyra sukai adalah Gilbert, namun Meyra tidak merasa perlu menjelaskan. Sore sampai menjelang malam dihabiskan Meyra bersama Demian. Pria itu baik dan sopan. Dia juga ramah. Seperti halnya Steven, Demian adalah orang yang mudah disukai. Pukul sepuluh malam, setelah sebelumnya makan malam di sebuah restoran italia, Demian mengantar Meyra ke rumah Nathan. Mereka berbincang sejenak di luar mobil sebelum akhirnya Meyra pamit dan masuk ke dalam rumah. "Berkencan, heh?" Kalimat pembuka yang terdengar sinis menyambutnya dari sisi lain pintu. Meyra menoleh dan melihat Nathan sedang duduk manis dengan remote di tangan. "Siapa, Mey?" Gilbert bertanya dari arah dapur. Senyum penuh arti tersungging di wajahnya. "Demian." Jawab Meyra seraya berjalan mendekat. Ia meraih gelas yang ada di tangan Gilbert dan meminumnya dengan rakus. "Nice catch! Dia anak baik." Jawab Gilbert, menyodorkan apel yang sudah dikupas dan dipotongnya pada Meyra. "Apa selain belajar, kamu juga bekerja sebagai pegawai sensus, G? Atau berusaha bermain permainan psikologi?" Tanya Nathan sinis. Gilbert mengedipkan matanya ke arah Meyra. "Something like that, bro!" Jawabnya santai. "Siapa sih di kampus yang gak kenal Gilbert. Cukup tanya kiri kanan juga bisa dapet info apapun tentang siapapun. Kudengar dia juga gencar deketin kamu, Mey." Meyra mengangguk. "He's nice. Handsome too. Dan yang paling penting he's friendly, gentle and always care of me." Lanjutnya dengan pujian yang memang merupakan kebenaran. Ia balas mengedipkan sebelah matanya pada Gilbert. "Tadi dia nembak aku lagi, G." Umumnya dengan nada datar. Namun pasti terdengar oleh Nathan. "Come on, princess. You should to choose. Jangan mengambangkan perasaan orang. Kau tahu kalau Steven itu pria yang baik, dan dia masih berusaha mendekatimu. Yeah, I can't give you comment about Demian. I don't know about him like I know about Steven. Dia juga kan anak baru, jadi belum terlalu banyak info. Tapi setidaknya kamu harus punya pilihan." Meyra hanya mencebik pelan. "Oke oke, nantilah aku pikir-pikir dulu. Aku juga kan perlu tahu dan menimbang kebaikan dan keburukan diantara mereka. Setidaknya, biarkan aku mencoba dulu, nanti aku putuskan." "Mencoba apa, Mey?" Gilbert menatapnya dengan penasaran. Meyra tersenyum penuh arti. "Setidaknya aku harus tahu, diantara keduanya siapa yang bisa mencium lebih baik." Jawabnya dengan enteng dan memasukkan potongan terakhir apel ke mulutnya. "Pacaran bukan hanya sekedar jalan, ngobrol dan makan kan, G?" Ucapnya penuh arti. "What? Are you lose your mind?!" Pekikan itu terdengar dari arah Nathan. "Kau mencoba menjadi w************n, Mey?" "Apa maksudmu dengan murahan?" "Mencoba mencium pria satu persatu lalu memutuskan akan menjadi pacar salah satunya setelah merasa ada yang cocok? Kau gila? Dan kau!" Tunjuknya pada Gilbert. "Kau pasti mengotori pikirannya dengan hal-hal itu." Gilbert mengangkat kedua tangannya setinggi kepala. "Slow down, bro!" Jawab Gilbert dengan santai. "Kamu denger sendiri kan kalo dia yang ngambil keputusan?" "Memangnya kenapa kalau aku melakukan itu? Itu hak aku, kan? Lagipula tidak ada salahnya menikmati masa muda, iya kan G?" Ia menoleh kepada Gilbert dan mendapat anggukan sebagai jawaban. "Masa muda itu untuk dinikmati. Yang jelas, aku harus merasakan bibir dan tubuh pria lain sebelum aku memutuskan untuk hidup dengan seorang pria seumur hidup. Kalau saja kau lupa, Nath. Aku ini wanita setia jika sudah terikat dengan sumpah. Tapi selama sumpah itu belum aku ucap, maka aku wanita bebas." "I love you, princess. You're so cute. Whatever you want, I'll support you." "G!" Bentak Nathan dengan galak. "Thank you, G!" Jawab Meyra di waktu yang bersamaan. "Jangan ingin menang sendiri, Mr. Nathaniel Chayton. Aku tidak perlu ijinmu untuk melakukan apa yang aku mau. Bahkan jika aku ingin mencium seluruh pria yang ada di kampus, itu bukan urusanmu." Meyra mencium pipi Gilbert sekilas. "Nite, G!" Ucapnya lalu pergi menaiki tangga menuju kamarnya. "Sudah kubilang, jangan ajarkan dia hal yang macam-macam. Dia itu masih labil, G!" Geram Nathan saat suara pintu kamar Meyra sudah tertutup. "As you see, dia tidak terpengaruh apapun. Itu keputusannya sendiri, Nath. Kau hanya harus menghormati itu. Lagipula apa yang dia katakan juga benar. Tidak ada salahnya mencoba beberapa pria sebelum dia memutuskan setia pada suaminya. Kau juga mencumbu beberapa wanita sampai saat ini bukan? Kenapa Meyra tidak boleh? Toh dia bilang hanya mencium." "Sekarang dia mengatakan untuk mencoba berciuman. Besok atau lusa, dia akan mencoba untuk tidur bersama dengan para pria itu." Gilbert mengangkat bahu. "Coba rincikan padaku tentang kata 'tidur bersama'? Kalau-kalau kau lupa, aku dan dia juga sering 'tidur bersama', dan kau sering melihatnya." "Jangan pura-pura bodoh, G! Kau jelas tahu apa maksudku." "Ya, siapa tahu 'tidur bersama' versimu dan versiku itu berbeda. Lain kali, gunakan saja kata 'bercinta'." Jawab Gilbert dengan santai. "Dan kalaupun dia memutuskan melakukannya, itu juga merupakan pilihannya. Aku hanya bisa berharap siapapun orang yang pertama melakukannya, bisa bersikap lembut. Mengingat tubuh Meyra yang mungil..." Gilbert kembali mengangkat bahu. Ia berbalik memunggungi Nathan dengan senyum di wajahnya. Ingin sekali ia tertawa melihat wajah merah kakaknya yang terkejut seolah baru saja ditampar. Entah Nathan itu bodoh, berpura-pura bodoh, atau enggan mengakui. Hanya satu yang pasti, Nathan peduli pada gadis itu. Dan dia benar-benar terusik dengan keberadaan Meyra. Meyra harus bergerak lebih cepat jika dia ingin mendapatkan perhatian penuh dari Nathan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD