Jalanan sore hari ini tak begitu ramai seperti biasanya, walaupun Nia sduah sering melewatinya namun rasanya Nia masih sering waspada bila berjalan sendirian. Akan tetapi sore ini Nia bisa sedikit bernapas lega saat Ratna mengajaknya pulang bareng.
“Inget nggak sama reporter baru yang namanya Nabila itu?” tanya Ratna saat mereka asyik ngobrol sembari berjalan pulang.
“Hemm, di baik menurutku” jawab Nia singkat, matanya terus menerus melirik kanan dan kiri.
“Aku baru tahu dia banyak omong banget sampe telingaku panas denger suaranya tiap hari huuh!” ujar Ratna kesal.
Nia tak langsung menanggapi Ratna, matanya terlalu sibuk melihat sekitarnya, “Tapi menurutku dia humble deh, aku suka gadis ceria kayak dia. Malahan reporter seperti dia yang membuat rating kita naik”
“Yup, aku tahu itu nggak mungkin sih si Hendry salah ngerekrut orang tapi..” omongan Ratna sama sekali tak di dengar oleh Nia.
‘Hari ini kayaknya aman, mereka nggak ngikuti aku kayak biasanya. Huuh akhirnya aku bisa pulang dengan aman’ ucap Nia dalam hati.
“Ya pokoknya Hendry nggak bakal salah deh kalo soal pilih pegawai baru, secara dia kan lebih pengalaman jadi HRD. Jadi aku yakin Nabila sama dua temennya yang lain bisa kasih kita bahan berita yang bagus-bagus” kata Ratna lagi.
Nia menghentikan langkahnya ketika mereka hampir sampai di halte, “Kamu suka sama pak Hendry ya?” tanya Nia.
“Heh enggak kok, mana ada aku suka sama atasanku sendiri? Nggak mungkin dong, aku pegawai professional dan nggak bakal mungkin kepincut sama atasanku sendiri huh” elak Ratna, namun wajahnya yang panik sudah menjelaskan segalanya.
“Eh nggak apa-apa lagi, aku denger nih dia anak berbakti sama orang tua. Aku juga dengar kalau dia satu-satunya tulang punggung di keluarga, udah kelihatan kan kalo dia sebaik itu?” sahut Nia.
Wajah Ratna makin merah padam mendengarnya, “Aku udah sering dengar cerita itu dari yang lain, dia memang macho banget sih” kata Ratna malu-malu.
Ketika bus sudah sampai, Nia buru-buru masuk ke dalamnya di ikuti oleh Ratna di belakang. Ia segera memilih tempat duduk yang tak jauh dari pintu masuk, gelagat Nia yang benar-benar aneh itu tak luput begitu saja dari perhatian Ratna.
Lagi-lagi arah pandangan Nia tertuju pada luaran jendela bus, sesekali ia menengok sekelilingnya namun tetap tak ada seseorang yang ia cari. Nia tak ingin menurunkan waspadanya, tak bisa dia tenang walaupun Ratna sudah menemaninya pulang hari ini.
“Kamu lihatin apa, Nia?” tanya Ratna yang duduk di sebelahnya.
“Nggak, nggak ada apa-apa” jawab Nia singkat.
“Yakin? Dari tadi aku perhatikan kamu lihat kanan kiri melulu, kamu lagi cariin siapa?” tanya Ratna lagi.
“Nggak ada hehe, kamu jadi main ke rumah nggak hari sabtu nanti?” tanya Nia sengaja mengalihkan perhatian.
“Yup jadi dong, aku mau ngajak temen. Boleh kan?”
“Apa? Siapa?”
“Yup, aku mau bawa teman ke tempatmu nanti jadi aku harap kamu nggak keberatan hehe” kata Ratna cengengesan.
“Haha baiklah baik, nona Ratna”
Perjalanan pulang Nia bersama Ratna kali ini lebih tenang, Nia tak di ikuti oleh orang asing mencurigakan seperti sebelumnya. Mereka tak akan berani mendekati Nia saat ini, Ratna terkenal wanita jago bela diri dan ia tak segan untuk pasang kuda-kuda bila ada yang mencoba mencelakai mereka.
*
Setiap hari selama bekerja Nia mencoba banyak hal baru, meskipun bukan job desk namun Nia ingin sekali menjadi wanita hebat seperti Ellaine. Pagi ini ia menjadi salah satu orang beruntung yang bisa ikutan dalam rapat rutin setiap hari Kamis.
Sejak semalam ia mempersiapkan bahan yang akan di jadikan materi meeting kali ini, sejak pagi Nia sudah sangat siap dengan meeting yang akan di adakan dalam satu jam mendatang. Ia berkali-kali memandangi jam tangannya yang melingkar sempurna di tangan putih Nia.
“Masih belum ada yang datang, yes aku bisa bersiap lebih baik hari ini” gumam Nia, ia duduk manis sendirian di ruang rapat dengan meja panjang dan kursi-kursi yang berjejer rapi.
“Hei Nia, nggak nyangka kamu udah datang sepagi ini” sapa Hendry, lelaki idaman Ratna, dia memang sangat ramah pada semua orang.
Nia segera berdiri menyambut kedatangan Hendry yang terkenal teladan itu, “Selamat pagi pak, pagi ini saya ingin mengikuti rapat dengan baik jadi saya datang lebih awal”
Hendry tersenyum cerah sembari menggeser kursi di dekat Nia, “Jadi baru kali ini kamu ikutan rapat ya?”
Nia mengangguk, “Iya pak, saya nggak nyangka bisa ikutan rapat kayak di sinetron yang sering di tonton sama ibu hehe”
Sontak jawaban polos Nia membuat Hendry tertawa renyah, “Haha kamu ini ada-ada aja, ya sudah karena kamu baru ikutan rapat jadi aku nggak akan membebani apapun padamu. Cukup perhatikan saja setiap jalannya rapat dan catat apa saja yang kau dapatkan hari ini karena lain hari aku bakal memberimu tugas menggantikan posisi yang lain bila mereka berhalangan hadir”
“Baik pak!” sahut Nia bersemangat.
Satu per satu semua pegawai yang ikut rapat mulai berdatangan, mereka semua menatap Nia yang duduk tegak di ujung kursi. Tak lupa Nia menyapa mereka semua, hingga tibalah sang pimpinan kantor yaitu Yudha datang lalu duduk di ujung kursi pimpinan.
“Selamat pagi, anak-anakku yang manis” sapa Yudha.
“Selamat pagi, pak” jawab para pegawainya.
Suasana yang tadinya santai berubah tegang dalam sekejab saja, namun bukan kehadiran Yudha yang membuat suasana tegang tapi kehadiran Ellaine sang penguasa tempat ini. Ia sama sekali tak memberikan salam pada semua orang disana melainkan langsung duduk di tempatnya.
“Selamat pagi, nona Ellaine” sapa Yudha, mengucapkan kalimat itu saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri.
“Hemmb” jawab Ellaine singkat.
“Baiklah karena nona Ellaine sudah datang, jadi kita mulai saja rapat kali ini” ucap Hendry sebelum suasana sebeku es batu.
Ellaine menatap satu persatu orang di sekelilingnya, mereka semua kelihatan menghindari tatapan Ellaine karena takut di makan hidup-hidup dalam rapat kali ini. Namun pandangan mata Ellaine berhenti pada sosok gadis manis yang duduk di barisan paling ujung.
Ellaine memperhatikan Nia yang sibuk fokus pada jalannya rapat bahkan dengan semua omong kosong yang di ucapkan oleh Yudha. Sedangkan Nia malah grogi karena Ellaine terang-terangan menatapnya, tapi ia mendengar semua masukan yang di utarakan oleh Ellaine selama rapat sampai membuatnya begitu terpesona pada Ellaine.
‘Wah wah, semua masukan yang di katakan mbak Ellaine memang benar. Nggak heran sih dia kan lulusan Singapore, otaknya pasti udah encer banget’ gumam Nia.
‘Uups, jangan sampe lupa catat semua materi kali ini, catat catat’ gumam Nia, tangannya sibuk menulis semua materi kali ini.
Meskipun semua temannya mencatat dengan laptop masing-masing namun tak menggetarkan Nia untuk tetap belajar, ia hanya punya buku dan pensil saja. Penjelasan Ellaine sangat mudah ia pahami sehingga Nia bisa mengikutinya dengan sangat baik.
*
Nia menggenggam segelas teh manis di depan Ellaine, entah sudah berapa gelas yang ia sajikan untuk Ellaine kali ini. Yudha memberikan banyak sekali laporan untuk Ellaine akibat perbuatannya kabur sehari sebelumnya, tapi Nia jadi ikutan terkena imbasnya karena hal ini.
Karena Ellaine berada di posisi yang sama dengan Nia yaitu redaktur sehingga Nia harus membantu Ellaine walaupun dia sendiri sangat kerepotan dengan pekerjaan yang di berikan oleh Hendry.
“Mbak, ini tehnya di minum dulu” kata Nia sembari meletakkan secangkir teh di meja Ellaine.
Ellaine menerima cangkir tersebut lalu segera meneguk habis, “Makasih, aku harus segera menyelesaikan semua laporan ini dan membunuhnya” kata Ellaine.
Nia justru tertawa dengan ocehan Ellaine, “Hahaha, di kerjakan pelan-pelan mbak. Emang jarang sih pak Yudha bisa sekejam ini sama pegawainya, baru kali ini saya lihat pak Yudha kasih banyak pekerjaan” kata Nia lembut.
“Baru kali ini kamu lihat pegawai di siksa, berarti aku ini pegawai perdana yang di siksa dia ya?” tanya Ellaine dengan muka kusam.
“Hahaha, sepertinya begitu” jawab Nia, wajah kesal Ellaine itu .
Tiba-tiba saja Nia terkejut melihat Ellaine mengetik semua laporannya dengan kecepatan yang sangat di luar batas, Nia sampai tak melihat Ellaine menoleh kemanapun, matanya lurus menatap pada layar komputer.
Tak sampai tiga puluh menit kemudian Ellaine membereskan semua tumpukan pekerjaannya tapi tak menatanya dengan baik, ia bergegas mengambil tasnya dan beranjak akan pergi.
“Mbak Ellaine mau kemana?” tanya Nia.
“Membunuhnya” jawab Ellaine membuat Nia ketakutan, ia khawatir Ellaine akan memangsa bosnya.
Namun apa yang di lakukan oleh Ellaine dan Yudha malah terkesan kekanakan, mereka berdia saling mengejek dari kaca ruangan Yudha. Ellaine sampai menggedor kaca ruangan Yudha sampai bergetar, semua pegawai disana sangat terhibur melihat wajah Yudha yang ketakutan pada Ellaine.
‘Astaga ada-ada aja mereka berdua nih’ gumam Nia, senyumannya mekar ketika melihat tumpukan pekerjaan Ellaine yang sudah di kerjakan.
Wanita super cantik itu melenggang pergi setelah puas membuat Yudha ketakutan, gelak tawa para pegawai menggema di seluruh gedung tak terkecuali Nia. Tingkah mereka sangat aneh sejak pertama kali Ellaine menginjakkan kaki kesini, dia bisa jadi mood booster dengan menakuti Yudha sang bos.
Nia menatap kotak berbentuk oval di mejanya dan sepucuk catata kecil di atasnya, “Hei apa ini?” gumam Nia.
Makanlah, terima kasih sudah membantuku hari ini, Ellaine.