Luka Yang Tertinggal

1150 Words
Nia mengerjap ketika ia hampir saja menabrak lelaki berpakaian serba hitam lainnya, Nia ingat betul lelaki ini berada di bus yang sama dengannya. Nia menoleh ke belakang gang kecil tempat dimana lelaki suruhan Patrick berteriak memanggil namanya. “Niaaaaa!!!” teriaknya menggema di seluruh gang. Nia menatap lelaki di depannya yang memiliki mata indah berwarna cokelat terang itu, lelaki itu tak bergerak sama. Lelaki itu tetap diam menatap Nia yang ketakutan dengan wajah penuh peluh, bibirnya bergetar hebat. “Tolong..” ucap Nia pelan. “Tolong jangan tangkap aku, jangan bawa aku ke tempat itu hiks” pinta Nia pelan. Tiba-tiba air matanya terjatuh dari kedua sudut pelupuk mata, lelaki bermasker dengan topi menutupi seluruh wajahnya itu membuka matanya sedikit lebar melihat gadis cantik di depannya tengah memohon. “Tolong, jangan biarkan aku jadi korban selanjutnya, ku mohon” Perlahan kedua mata Nia berangsur tertutup setelah mengatakan permintaan terakhirnya, tubuh kecil Nia ambruk di pelukan lelaki yang sama sekali tak ia kenali. Nia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya ataupun konsekuensi jika ia pingsan di tangan orang yang sama sekali tak ia kenali. Rembulan malam ini terlihat begitu terang menyinari langit gelap, sinarnya seakan membuat pemandangan langit makin indah. Perlahan-lahan sinar rembulan menyorot sosok cantik yang terbaring di atas tempat tidur berukuran kecil. Air mata gadis itu masih terlihat di kedua sudut matanya namun tak satupun yang turun membasahi pipinya, sinar rembulan seakan mengantarkannya untuk terus terbuai dalam mimpi yang indah sepanjang malam. * Perlahan-lahan Nia membuka matanya yang tertutup semalaman, ia memandangi sekitar lalu menyentuh pinggiran tempat dimana ia terbaring. Nia menatap seluruh ruangan, harum bunga melati terasa di ujung hidungnya, ia menatap vas bunga dengan rangkaian bunga melati yang biasa di petik oleh ibunya. “Hemm, aku ada di kamarku sendiri..” gumam Nia. “Hei tunggu dulu..” gumamnya lagi, ia melotot tak percaya dengan penglihatannya. Seketika Nia loncat dari tempatnya tidur, ia terkejut bukan main mendapati dirinya berada di kmaarnya sendiri. Sekali lagi Nia menatap seluruh penjuru kamar dan memang dia sedang berada di kamarnya sendiri, Nia menatap jam dinding yang menunjukkan pukul lima kurang sepuluh menit. “Nduk, kamu udah bangun?” sapa ibunya setelah membuka pintu kamarnya. “Iya bu, Nia udah bangun” jawab Nia spontan. Ibunya membuka pintu kamar Nia perlahan, “Nduk mandi dulu ya, setelah itu cepet sholat subuh. Bbu tunggu di meja makan, kita sarapan bareng ya nduk” ibunya segera menyiapkan makanan di meja. Nia mengangguk saja tak tahu apa yang harus ia lakukan, ia mencoba mengingat kembali apa yang ia alami semalam sebelum ia berakhir di kamarnya sendiri. Nia ingat betul semalam ia berhadapan dengan dua lelaki asing yang sama-sama mengenakan pakaian serba hitam. “Nduk, ayo cepet mandi nanti kamu terlambat kerja” ujar ibunya. “Iya bu” sahut Nia. Nia menatap ibunya yang menikmati sarapan di depannya, “Bu, tadi malam Nia pulang diantar siapa?” tanya Nia. “Loh kok tanya sama ibu, harusnya ibu yang tanya kamu kok pulang-pulang malah ketiduran di kursi teras nduk. Ibu sampe kaget waktu lihat kamu nggak masuk ke rumah malah di luar” jawab ibunya. Kepala Nia pening seketika, “Aku tiduran di teras? Yang bener bu?” Ibunya mengambil lauk lagi dan di letakkan di atas piring Nia, “Lain kali kalo capek lembur langsung masuk ke dalam rumah ya, ibu sampe ikutan mau pingsan lihat Nia kayak orang pingsan di depan rumah” Nia mengernyitkan dahinya pelan, “Hah?” “Badan Nia dingin banget tadi malam, ibu sampe mau pingsan lihat Nia sendirian di luar. Untung nggak ada orang jahat, ibu takut kamu kenapa-napa nduk” ucap ibunya sangat khawatir. “Maaf bu aku kemarin kecapekan banget jadi nggak sadar kalo tidur di luar hehe” meskipun dia sendiri tak tahu apa yang terjadi sampai tidur di depan teras, tapi Nia tak ingin mengatakan yang sebenarnya. Nia bersiap berangkat kembali ke kantor, walaupun kakinya terasa masih ngilu tapi Nia tak ingin manja karena hal sepele. Ia tak ingin masalah hidup mengacaukan pekerjaannya, baru saja Nia akan berangkat kerja namun sosok teman baik muncul di depan rumah. “Nia, berangkat barengan yuk!” teriak Ratna girang, ia berlarian masuk ke halaman halaman rumah Nia. “Ratna, udah baikkan kamu?” tanya Nia. “Yup, aku udah sehat wal afiat hehe. Eh ada mamanya Nia tuh datang kesini” ujarnya melihat ibu Nia keluar dari rumah. “Nduk, pake jaket ya. Pulangnya di pake biar nggak kedinginan” ujar ibunya sembari memnberikan jaket pada sang putri. “Iya bu, kenalin ini temenku di kantor bu namanya Ratna” kata Nia sembari mengenakan jaket. “Halo mamanya Nia” sapa Ratna sembari mencium telapak tangan ibunya Nia. “Halo nak, temennya cantik banget” ujar Kalsum memandangi Ratna. Ratna jadi tersipu sendiri, “Hahaha enggak kok bu, Nia juga cantik banget loh sampe masuk jajaran pegawai cantik di kantor hehe” “Apa’an toh ya?” sahut Nia, wajahnya ikutan memerah karena malu. “Ya sudah kalian cepet berangkat kerja, sebentar lagi jam sibuk nanti kalian nggak dapat bus loh” pinta Kalsum. Nia dan Ratna segera berpamitan berangkat menuju kantor, selama perjalanan pun Ratna banyak sekali bicara dengan Nia mulai membicarakan tentang kegiatannya selama tidak masuk namun isi obrolan Ratna hanya menuju Hendry. “Tau nggak dia sama sekali nggak tanya keadaanku kemarin selama aku sakit, huh nyebelin deh” ujar Ratna kesal. “Kamu kangen sama pak Hendry?” tanya Nia tanpa basa basi lagi. “Eh eh enggak siapa bilang aku kangen dia? Cowok nyebelin kayak gitu nggak bakal deh aku kangenin” jawab Ratna sembari mengibaskan tangannya. “Oh berarti bener dong hehe” Wajah Ratna makin memerah karenanya, “Nggak ada, nggak ada. Nggak suka aku sama cowok nggak peka modelan begitu, mana nggak khawatir sama sekali sama bawahannya yang lagi sakit” omel Ratna. Namun pandangan Nia tertuju pada tempat dimana ia bertemu dengan dua orang lelaki misterius semalam, Nia begitu penasaran kenapa bisa ia berada di tempat tidur. Apa para warga memergoki Nia akan di bawa ke tempat Patrick ataukah ada keajaiban lainnya? Nia tak habis pikir kenapa bisa dia berada di teras seperti yang ibunya katakan, otaknya terus mengatakan bahwa lelaki dengan sorot mata indah menawan hati itu tak sejahat yang ia kira. Tanpa di sadari Nia terus memikirkannya sepanjang hari ini, bila saja memang benar lelaki itu tak menyakitinya, ingin rasanya Nia berucap terima kasih paling dalam dari lubuk hatinya. Namun otaknya terus mengatakan bahwa lelaki bermata indah itu salah satu dari Patrick, dilema yang tiada berujung bagi Nia sendiri, Gadis itu menatap dirinya sendiri di depan cermin ketika istirahat siang berlangsung, tak ada satupun goresan luka di wajah maupun tubuhnya. Nia baik-baik saja bahkan bisa di katakan kalau dia sangat sehat, ia memegangi tangan kirinya yang memerah karena tarikan kuat dari bawahan Patrick semalam. “Hanya ini satu-satunya luka yang tertinggal” gumam Nia pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD