Petunjuk

1050 Words
Lembar demi lembar kertas ia balik dan mata indah berwarna hitam itu membaca setiap baris kalimat indah yang tercetak di buku yang ia pegang, matanya tak berhenti terus menerus membaca isi cerita menarik yang ia sukai. Sekali dua kali mata bulat itu melirik lelaki bertubuh besar di depannya ini, tak terhitung sudah berapa jam Nia duduk di depan Rafael yang tengah diam mengetik sesuatu di depan laptopnya. Nia menghela napas panjang saat Rafael sama sekali tak menghiraukannya. Nia meletakkan buku dongeng yang tadinya menarik hati, Nia meneguk milkshake cokelat yang di pesan. Mata indah itu melihat lalu lalang kendaraan di luar, hari Sabtu indah ini harus di laluinya dengan lelaki aneh yang baru ia kenal. “Ada apa? Minumanmu habis, kamu boleh pesan lagi” kata Rafael. Gadis itu sama sekali tak menghiraukan Rafael saking kesalnya, lelaki itu melihat buku dongeng yang tadinya di baca oleh Nia kini tergeletak tak di sentuh lagi. Rafael jadi tak enak hati melihat gadis spesial itu jadi sosok pendiam di depannya. Nia menompang dagunya sengaja menghindari tatapan Rafael, Nia sangat bosan berada di suasana tak menyenangkan ini. Di tambah lagi Rafael sengaja datang pagi sekali ke rumahnya dan menyeret Nia untuk mengikutinya entah untuk apa tujuannya. “Nia?” panggil Rafael. “Kamu butuh apa, mas?” tanya Nia agak kesal. “Bagus, kamu marah sama aku” kata Rafael, ia menutup laptopnya pelan. “Memang ada urgent apa mas minta aku kesini?” tanya Nia. Suasana kafe siang ini tak terlalu ramai walaupun akhir pekan, harus Nia akui memang kesan kafe disini begitu nyaman dengan aksen sederhana namun memanjakan mata. Bean Kafe adalah kafe yang sangat di gemari oleh Hans dan Ellaine, dimana mereka selalu menyempatkan diri ke tempat ini saat akhir pekan. datang “Ada kabar gembira yang ingin aku beritahu padamu” kata Rafael, ia menyingkirkan laptop dan alat bekerjanya. “Apa itu?” tanya Nia. “Aku akan mengatakannya asal kamu mau mengikuti perintahku” jawab Rafael. “Mas, aku kesini bukan untuk..” sahut Nia hampir memarahi Rafael, namun ia teringat akan janjinya pada diri sendiri dan tujuannya sepakat bertukar informasi dengan Rafael. “Baiklah, apa itu?” akhirnya Nia mengalah. “Aku lapar” jawab Rafael. “Apa?” “Aku bilang aku lapar, kamu nggak kasih aku sarapan tadi pagi jadi aku ingin mengajakmu makan siang dulu sebelum membahas soal Ellaine” jawab Rafael. ‘Jadi dari tadi dia menawanku kesini Cuma mau aku nemenin dia makan doang begitu?’ tanya Nia dalam hati saking kagetnya. “Aku nggak mau bawa anak orang sampe kelaparan, jadi makanlah. Wajahmu pucat banget, aku nggak mau di katain jahat nantinya” kata Rafael lagi. Menu makan siang yang di pilih oleh Nia adalah kari ala Jepang dengan potongan daging besar-besar di kuahnya sedangkan Rafael diam saja membiarkan gadis cantik itu memilih makanan yang ia suka. Menu yang di pilih Nia memang sangat sederhana bagi Rafael, asal membuat Nia senang saja sudah jadi kebahagiaan tak terkira untuknya. Nasi kari spesial ala Jepang buatan koki Bean kafe ini terlihat sangat menggoda selera, sang koki menambahkan banyak hiasan lucu di atasnya. Wajah Nia yang tadinya selalu cemberut berubah seketika saat melihat makanan terkenal itu. “Yup, nasi kari yang kamu pesan udah datang. Kamu bisa makan se-“ ucap Rafael namun tak selesai. Nia langsung melahap nasi kari yang mengepul di depannya sebelum Rafael selesai bicara, “Hemm, ini enak banget mas!” seru Nia kegirangan. Melihat Nia yang menikmati nasi kari itu, Rafael jadi penasaran sendiri dengan rasa kari yang sepertinya kelihatan biasa saja. Rafael menyendok nasi kari itu, bisa di pastikan rasanya memang sangat enak, bumbu yang mereka gunakan sangat kaya rempah. “Hei ini bener enak, dasar di muka kinclong itu nggak pernah salah” gumam Rafael mengutuk ucapan Hans. Ia jadi teringat dengan ucapan Hans beberapa waktu lalu saat sahabatnya itu selalu memaksakan Rafael agar ikut dengannya sesekali jajan di kafe dan mencoba makanan di Bean kafe ini, diantara Hans, Rafael dan Ellaine mungkin hanya Rafael saja yang jarang menginjakkan kaki ke kafe seperti ini. Rafael menatap wajah Nia yang sumringah saat menghabiskan kari di depannya, entah mengapa Rafael merasa sangat tepat membawa Nia datang ke kafe favorit kedua sahabatnya ketimbang membawa Nia ke perpustakaan. Entah apa yang terjadi jika dia membiarkan Nia sendiri di saat dia harus bekerja mengendalikan perusahaan milik Ellaine itu. “Kamu suka makan kari? Atau kari makanan favoritmu?” tanya Rafael basa basi, tapi melihat makan Nia yang lahap itu memang membuatnya sedikit penasaran. Nia menggeleng pelan, “Bukan begitu, aku sering banget lihat makanan ini dari internet atau dari majalah yang di beli temanku saat aku masih sekolah dulu. Aku benar-benar penasaran sama rasanya, aku nggak nyangka ternyata rasa kari dari Jepang seenak ini” jawab Nia, wajahnya sangat gembira seperti telah mewujdkan satu mimpinya. Rafael tertegun mendengar pengakuan Nia yang menyedihkan itu, sebenarnya apa seburuk itu masalah keuangan Nia dan ibunya sampai makanan merajalela seperti kari asal Jepang ini tak pernah di rasakan olehnya. “Kalo kamu mau, kamu boleh pesan lagi. Bawa juga untuk ibumu, aku yakin beliau juga pasti suka dengan rasanya” kata Rafael. “Hehe baiklah, mumpung aku ada disini nggak ada salahnya kalo sekali-kali aku bawa makanan enak buat ibu” jawab gadis itu sangat ceria. Rafael merasa seperti dia telah memenangkan hati Nia hari ini, setelah sebelumnya jantung Rafael hampir pecah akibat kelakuannya sendiri telah membuat Nia marah. Harus di akui oleh Rafael, dia sangat buruk bila berhadapan dengan wanita apalagi dengan orang spesial yang membuat jantungnya meledak kapan saja. “By the way, kabar menggembirakan apa yang bakal mas kasih tahu ke aku?” tanya Nia, ia memainkan sendoknya seakan sudah siap dengan kabar dari Rafael. “Aku bakal memberitahumu kalo makanan itu sudah habis” jawab Rafael sembari menunjuk nasi di piring Nia yang belum habis, “Selain itu, nggak baik makan sambil ngobrol” ‘Hei, orang ini jadi nyebelin sekarang. Tapi bener juga sih nggak boleh membiarkan makanan sampe di kerubuti lalat’ ucap Nia dalam hati. “Kalo gitu berikan aku petunjuk, satu saja” pinta Nia. Rafael jadi tertarik dengan ide brilian dari Nia, “Baiklah, ini mengenai hal sederhana yang bakal sulit kau artikan” “Apa itu?” tanya Nia penasaran. “Apa sebutan lain dari tiga punuk unta?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD