Makan Bersama

1010 Words
Satu minggu berlalu sejak ibu Nia di rawat, keadaan beliau makin menbaik. Proses penyembuhan yang di lakukan oleh semua dokter ahli di rumah sakit Ellaine membuat kondisi kaki ibu Nia berangsur membaik. Memang butuh waktu yang lebih lama dari sebelumnya tapi baik Nia maupun sang ibu tetap bertahan sebaik mungkin. Merayakan hari pertamanya pulang ke rumah, Nia ingin melaksanakan janji saat ibunya masih di rawat. Gadis itu banyak memasak makanan sejak subuh tadi hingga sore menjelang, ia bahkan tak punya waktu untuk melakukan hal lainnya. Nia melihat jarum jam menunjukkan pukul dua sore, dua jam lagi teman-teman yang dia undang akan datang ke rumah. Nia masih memiliki dua jam lagi untuk menyelesaikan kue kering yang ia buat, selebihnya Nia menyelesaikan hidangan utama beberapa menit yang lalu. Ibu Nia keluar dari kamar menggunkan kursi roda, perlahan wanita setengah baya itu mendekati putrinya yang tengah sibuk sendiri di dapur. Tubuh renta itu memaksakan diri untuk menemui putrinya yang sudha banyak berjuang demi keinginannya. “Nduk?” sapa ibunya di belakang Nia. “Iya bu, ada yang ibu butuhkan sekarang?” tanya Nia, ia berbalik melihat ibunya yang lemah namun tetap mengaduk adonan kue di tangannya. Ibunya menggeleng pelan, “Enggak ada nduk, ibu mau lihat Nia bikin kue” “Ibu istirahat aja ya, semuanya sudah matang bu. Nia nggak mau ibu banyak gerak, badan ibu masih belum boleh banyak aktifitas” pinta Nia, ia meletakkan mangkuk adonan kue itu. “Nggak apa-apa nduk, lagian ibu juga capek kalo seharian di kamar terus. Nia sudah buatkan ibu makanan banyak sekali, ibu nggak mau diam aja dong lihat putri ibu sendirian” kata ibunya lembut, ia meraih jemari tangan Nia yang memerah akibat kelelahan. “Baiklah kalo gitu, ibu boleh di dekat meja makan ya. Nia nggak keberatan kalo ibu mau banyak cerita selama di rumah hehe” gadis itu kembali meraih mangkuk adonan kue dan mengaduknya pelan. “Ibu nggak punya banyak cerita nduk, ibu kan nggak bisa kemana-mana selama di rumah” sahut ibunya. “Oh iya bener, hehe. Ya sudah kita ngobrol yang lain samba menunggu teman-teman Nia datang ya” Ibunya mengangguk pelan namun senyumnya makin mengembang, “Nduk, kamu ajak laki-laki waktu itu juga?” Nia tersentak kaget, “Apa bu?” “Iya, laki-laki yang waktu itu datang ke rumah. Nia undang dia juga nggak hari ini?” tanya ibunya bersemangat sekali. “Emm, soal itu dia.. Nia.. emm..” kata Nia terbata-bata. “Iya nduk?” “Nia harap dia bisa datang hari ini” jawabnya lemas. Namun senyum cerah teru menghiasi wajah ibunya yang sedikit pucat itu, “Nia udah masak banyak banget buat semuanya, ibu yakin dia pasti suka banget sama masakanmu nduk” “Iya bu, pastinya hehe” jawab Nia cengengesan. Apa lagi yang mau di kata, Nia tak bisa mengatakan dengan gamblang kala dia belum mengundang Rafael. Bahkan yang lebih lucu lagi, Nia tak punya nomor ponselnya bahkan namanya saja dia tak tahu. Anehnya lagi sejak pertemuan pertama saja Nia tak memiliki kecurigaan apapun bahkan Nia sudah setuju untuk membuat perjanjian ala bocah dengan lelaki bertubuh tinggi dan besar itu. Nia memasukkan loyang berisi cookies ke dalam oven, ia mengatur suhu dan juga waktu pemanggangan yang tak lama. Ia puas sekali bisa memasak banyak banget makanan sendiri, di rasa ini pencapaian terbesarnya selama ini. “Waah, semua makanannya kelihatan enak. Ibu nggak sabar mau makan hidangan putri ibu dan teman-temannya” ucap ibu Nia bangga. “Ibu tunggu sebentar lagi mereka akan datang dan merayakannya dengan kita, Nia mau mandi dulu ya bu. Badan Nia udah gerah banget, rasanya keringat Nia udah meluber sampe kemana-mana” “Iya nduk, kamu siap-siap aja. Ibu jaga makanan disini ya” Satu jam berlalu sejak Nia melakukan persiapan dengan merias diri, ibunya masih duduk manis di depan meja makan sambil menatap makanan buatan Nia yang memiliki warna cantik. Ayam yang di goreng dengan waktu yang pas, warnanya cokelat kemerahan menggoda lihah lalu berbagai masakan seperti koloke atau sayur lainnya yang rendah gula. “Kamu benar-benar sudah pandai masak ya nduk” gumam ibunya bangga. Tak terasa jam empatpun tiba, meskipun begitu Nia belum juga keluar dari dalam kamarnya. Sang ibu sudah khawatir Nia masih belum selesai berdandan, ibunya menjalankan kursi rodanya kea rah tamu. Siapa tahu nanti ada teman Nia yang sudah datang dan ia dapat menyambut mereka. “Assalamuallaikum?” sapa seorang wanita. “Waallaikumsallam, eh Ratna udah datang” jawab ibu Nia dengan senyum bahagia. “Bu Kalsum, saya seneng banget kemarin dapat kabar dari Nia kalo ibu sudah boleh keluar dari rumah sakit. Nia langsung minta saya datang ke rumah, katanya ibu mau makan bareng banyak orang” kata Ratna, ia memeluk ibu Nia sangat sayang. “Iya nak, ibu beruntung bisa pulang cepat. Biasanya pengobatan bisa sampai satu bulan atau lebih baru di perbolehkan pulang, tapi kata dokter ibu punya daya tahan tubuh yang bagus” “Saya seneng deh bu, wajah Nia juga udah balik ceria lagi seperti biasanya” “Halo Nia?” panggil temannya yang lain. “Wah wah, dia salah satu reporter yang paling di andalkan di kantor kami” gumam Ratna. “Ini temannya Nia, ya?” tanya ibunya pada Nabila dan juga Ratna. “Benar bu, hehe. Saya di undang bersama teman lainnya tapi mereka punya jadwal wawancara dadakan, jadi Cuma saya yang jadwalnya kosong” jawab Nabila. “Nggak apa-apa nak, kamu masuk dulu ya. Udah di masakin buanyak sama putri ibu” pinta ibu Nia pelan dan di setujui oleh Nabila. “Assalamuallaikum, Niaaaa!” teriak seorang wanita di depan halaman Nia. “Eh mbak Mitha sama mbak Rana, kalian di undang sama Nia juga nak?” tanya ibunya sangat gembira. “Iya bu, Nia bilang ibu Kalsum lagi ingin makan sama banyak orang” jawab Rana, ia mencium telapak tangan ibu Nia begitu juga dengan Mitha. “Nia mana bu?” tanya Mitha. “Masih dandan di dalam kamar, biasa mau ketemu sama temen laki-lakinya hari ini” jawab ibunya dengan ekspresi senang tak tertahankan. “Apaaaa!?” teriak mereka bertiga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD