Prolog

1080 Words
Pagi yang cerah, matahari bersinar terang, seorang gadis berlari memasuki sebuah rumah, rumah yang cukup besar dan mewah walau hanya satu lantai, rumah terlihat cukup asri, ia meninggalkan koper besarnya di luar rumah dengan halamannya yang cukup luas yang dihiasi berbagai tanaman hias juga bunga bunga. Terparkir dua mobil di garasi rumah, city car dan family car. Gadis itu adalah Ellen, ia baru saja pulang dari Washington DC dimana ia bekerja setelah lulus dari Scholl of business Stanfrod University dengan predikat terbaik dan langsung direkrut oleh perusahan besar di Whasington DC. Ellen segera berjalan cepat menuju sebuah kamar dan membuka pintunya, terlihat kekhawatiran di raut wajah cantiknya. “Kakak…” Ellen melihat seorang gadis meringkuk diatas ranjang, tatapannya kosong dan hampa, Ellen berjalan mendekat dan duduk di tepian ranjang. Ia menatap gadis itu dengan wajah sedih. “Kak… kakak kenapa?” tanya Ellen pelan. Tapi gadis yang duduk meringkuk di atas ranjang masih diam tak merespon apa yang dikatakan oleh Ellen. “Ellen… kamu sudah datang sayang?” suara seseorang di ambang pintu membuat Ellen menoleh dan tersenyum. “Mama…” Ellen berdiri dan mengampiri mamanya kemudian memeluknya erat. “Mama rindu sama Ellen.” “Ellen juga ma,” Ellen mengurai pelukannya dengan mamanya, ibu Alena, “ma… kakak…” Bu Alena mengalihkan pandangannya dari Ellen pada Alisa, putri sulungnya yang duduk di atas ranjang. “Kamu istirahat saja dulu sayang, kamu pasti jetlag baru flight puluhan jam, nanti kita bicara lagi setelah papa pulang.” Ellen mengangguk, ia kemudian berjalan meninggalkan kamar Alisa bersama mamanya, ia kemudian berjalan menuju kamarnya yang ada disamping kamar Alisa. Koper besar yang ia tinggalkan di teras rumah sudah ada dalam kamarnya karena sopir mamanya sudah membawanya ke kamarnya. Ellen segera menuju kamar mandi, ia mandi air hangat untuk menyegarkan badannya yang baru saja melakukan perjalanan jauh dari USA, setelah selesai mandi ia segera menghempaskan tubuhnya diatas ranjang big size miliknya dan segera tertidur lelap. ~~~ ~~~ Ellen menggeliat, ia merasakan perutnya sangat lapar, ia kemudian membuka matanya dan melihat kamarnya gelap gulita. Dengan malas ia berjalan menuju dinding dimana saklar lampu berada dan menyalakan lampu kamar, ia melirik jam dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Elen menepuk dahinya, ia tidur seperti orang mati karena jetlag, dari pagi hingga malam lebih dari dua belas jam, tentu saja ia lapar. Tapi jika dari perjalanan jauh ia tidak tidur, moodnya akan buruk berhari hari. Ellen kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka, setelah itu ia keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Suasana ruang makan sudah sepi karena biasanya kedua orangtuanya makan malam jam tujuh malam, ia kemudian duduk di meja makan dan meraih gelas dan mengisinya dengan air putih. Ellen meneguk habis air putih di gelas itu. “Non Ellen baru bangun?” tanya seorang ART yang berada tak jauh dari meja makan. “Iya bik, saya lapar,” ucap Ellen. “Biar saya ambilkan non, baru saja saya bereskan karena tuan dan nyonya baru selesai makan malam.” “Mama dan papa dimana bik?” “Seperti biasa, ada di ruang keluarga.” “Kak Alisa?” ART itu diam tak tahu harus menjawab apa. “Sudah lama non Alisa tidak ikut makan bersama di ruang makan, nyonya yang membawa makanan ke kamarnya terkadang juga saya non.” Ellen terdiam, ia belum sepenuhnya tahu apa yang terjadi pada kakaknya, untuk itulah ia pulang. “Non Ellen berapa lama pulang? satu minggu atau satu bulan?” “Saya tidak akan kembali ke Amerika bik, saya akan menetap disini.” “Baiklah non silahkan makan,” art itu kemudian pergi meninggalkan Ellen yang mulai makan makanan di depannya tapi ia masih berpikir dengan keadaan kakaknya. Mamanya menghubungi dirinya dan memberitahu ada yang terjadi pada Alisa kakaknya tapi mamanya tidak memperjelas apa yang terjadi, satu yang pasti kakaknya Alisa adalah gadis yang sangat periang dan kini menjadi gadis yang pendiam dan bahkan seperti sedang sangat tertekan. Ellen ingin tahu apa yang terjadi kepada kakak yang ia sangat sayangi itu, setelah selesai makan, Ellen bergegas menuju ruang keluarga, ia ingin menemui kedua orangtuanya dan mencari tahu tentang apa yang terjadi pada Alisa. “Ma… Pa…” Ellen menyapa kedua orangtuanya yang sedang duduk di sofa set ruang keluarga. “Halo sayang… bagaimana flight kamu?” tanya papa Ellen, Tyo Chandranata. “Biasa pa, membuat Ellen jetlag dan tidur berjam jam,” jawab bu Alena. Ellen tersenyum dan duduk di hadapan kedua orangtuanya, ia meraih cemilan yang ada di atas meja dan memasukkannya dalam mulutnya. “Ma… pa… mmm… kak Alisa…” Papa dan mama Ellen saling pandang, mereka tahu putri bungsu mereka pulang karena keadaan kakaknya yang jauh dari kata baik baik saja. “Mama dan papa juga masih mencari tahu apa yang menyebabkan kakak kamu seperti itu Ellen, tapi setiap kami tanya, Alisa selalu bungkam, tatapannya kosong, kadang tertawa sendiri kadang menangis meraung raung.” “Mama dan papa sudah membawa kak Alisa ke pskiater?” “Pskiater?” “Iya pa, mereka punya metode untuk healing dan kak Alisa pasti akan mau bicara tentang apa yang terjadi.” “Papa dan mama masih membawanya ke psikolog El, belum ke pskiater.” “Jika ke psikolog belum ada hasil, kita harus membawa kak Alisa ke pskiater pa, ma. Kasihan kakak, Ellen tidak tega melihat keadaannya.” “Baiklah El, mama akan cari psikiater untuk kakak kamu.” “Tidak usah ma, biar Ellen saja, Ellen pulang buat kak Alisa dan ingin tahu kenapa kak Alisa seperti itu. Ellen memutuskan tidak akan kembali ke Washington, Ellen akan tinggal di Indonesia.” “Kamu yakin El? bukannya karier kamu bagus disana walau kamu masih belum genap dua tahun bekerja di perusahaan tersebut?” tanya papa Ellen. “Ellen tahu pa, Ellen juga sudah mendapatkan berita jika Ellen akan diangkat menjadi manager setelah genap dua tahu bekerja tapi Ellen tidak bisa, kak Alisa lebih penting dari apapun, papa dan mama juga.” Mama dan papa Ellen saling pandang, mereka bangga memiliki putri yang care dengan keluarga seperti Ellen, tidak rugi mereka mendidik Ellen dengan sungguh sungguh hingga Ellen giat belajar dan mendapatkan beasiswa di kampus terkemuka di dunia. Sedangkan Elisa, kakak Ellen yang sama sama pintar juga mendapatkan beasiswa dan memilih kuliah di Indonesia saja dekat dengan kedua orangtua mereka, papa Ellen dan Elisa adalah seorang pejabat penting di pemerintahan tapi tidak mengharuskan kedua putrinya terjun di bidang yang sama. Sedangkan mama Ellen memiliki usaha butik yang cukup besar dan menjadi laangganan ibu ibu pejabat pemerintahan. Lynagabrielangga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD