Bab 16. Sama-sama licik

1870 Words
Jourell duduk di kursi kebesarannya dengan kedua tangan yang terjalin satu sama lain, senyumnya terlihat sangat cerah seperti matahari di luar sana. Sampai di kantor ia bukan langsung bekerja, justru memandang ke arah laptop yang sedang menunjukkan CCTV di salah satu ruangan karyawannya. Dan senyum itu semakin lebar ketika melihat perubahan ekspresi dari Letizia. Sekelebat bayangan semalam hadir, tatapan mata yang sayu serta rintihan sakit yang begitu merdu. Jourell akan selalu ingat akan malam indah ini. Namun, jika teringat wajah frustrasi Letizia karena tidak bisa membuktikan kecurigaannya, ia justru ingin sekali tertawa. Flashback Jourell bersandar pada pintu lift yang kini bergerak naik perlahan, hanya diam sembari menenangkan diri sebelum bertemu dengan para direksi. Namun ketenangan itu harus terusik saat netranya melihat sosok Letizia yang ada di kantornya. “Zia?” Jourell begitu kaget, berusaha memastikan lagi apakah yang dilihatnya itu benar atau tidak. Tapi lift bergerak lebih cepat sehingga ia tidak bisa melihat jelas. “Ada apa, Tuan?” tanya Han, ikut memandang ke arah pandangan Tuannya. Jourell memejamkan mata singkat dengan hati yang mengumpat tak karuan. “Cari tahu nama Letizia Tanuwijaya di daftar karyawan," titahnya tegas tak terbantahkan. Jourell berharap apa yang dilihatnya tadi salah, entah bagaimana ia tidak bisa membayangkan jika Letizia benar-benar bekerja di kantor yang sama dengannya. Namun, apa yang diharapkan Jourell tidak terkabul. Nama wanita yang telah menjadi istrinya itu memang sudah masuk ke daftar karyawan baru di perusahaan. “b*****h! Siapa yang menerima wanita itu bekerja di sini?” umpat Jourell sangat kesal sekali rasanya. Kesal karena kenapa dalam waktu yang bersamaan? “Nona Letizia baru masuk hari ini, beliau salah satu divisi desain grafis, Tuan.” Jourell memutar otaknya, ia tidak akan terus-terusan menghindar. Letizia pun bukan orang bodoh yang akan bisa menerima banyak alasan yang ia buat nantinya. Mungkin kali ini ia harus lebih berhati-hati. Jika dugaannya tidak salah, sepertinya tadi Letizia pun sempat melihat dirinya saat di lift. “Han," panggil Jourell, sang asisten langsung berdiri sigap di sampingnya. “Belikan aku baju-baju murah yang masih kualitas standar," titahnya kemudian dengan seulas senyum di bibirnya. “Baju murah?” Han tampak kebingungan, heran pastinya karena Tuan mudanya yang sejak kecil makan dari piring berlapis emas itu ingin membeli baju murah. Jourell mengangguk dengan penuh keyakinan. “Aku masih perlu memainkan skenario ini, lakukan tugasmu dengan baik.” * Jourell menyeringai mengingat kejadian kemarin, ternyata analisisnya benar-benar akurat. Letizia telah melihatnya di kantor dan wanita itu sangat curiga. Untung saja ia bisa mengatasinya dengan cepat. Justru ia mendapatkan bonus yang tak terduga. “Gadis bodoh, ternyata kau memang masih mencintaiku," kekeh Jourell. Bukan, itu bukan sebuah ejekan namun kebanggaan yang membuat hatinya diterpa sentuhan api yang menyalakan gelora. Dan rasanya Jourell semakin tak ingin melepaskan genggaman kuat pada wanita itu sekarang. “Tuan Jourell, ini semua berkas penting yang Anda minta.” Lamunan panjang Jourell terputus saat Han masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia menegakkan tubuh, menunggu laporan pria itu segera. “Saya sudah melaporkan semua kepada Tuan Xander, beliau tidak berkomentar apa pun," beritahu Han lagi. “Artinya kita lolos." Jourell mengangkat bahunya dengan ekspresi yang lebih tenang. “Kabari juga kepada Klien, kita akan melakukan teleconference hari ini.” Ia menutup laptop miliknya lalu memeriksa berkas-berkas perusahaan miliknya itu. “Teleconference?” Han bertanya heran. “Ya.” Jourell menjawabnya singkat. “Biarkan berita itu turun dulu. Aku tidak mau mengambil untung dari nama Papa, kau mengerti?” Han mengangguk tegas setelah mendengar alasan Tuannya itu, saat ini memang nama pewaris keluarga Atmajaya itu sudah digembar-gemborkan di internet. Untungnya Xander telah membersihkan seluruh situs yang kemarin menampilkan wajah Jourell. “Oh ya, Han. Aku ingin memberikanmu tugas penting.” Tiba-tiba Jourell teringat akan sesuatu. “Ya, Tuan?” “Selidiki latar belakang keluarga Letizia.” *** Jourell memutuskan pulang ke Apartemen lebih awal, kali ini langkahnya lebih ringan dengan tangan yang membawa kantong plastik besar yang berisi makanan ringan. Siulan riang pun tak lepas dari bibirnya ketika langkah kaki itu sudah sampai di tempat yang dituju. “Sayang, aku pulang!” seru Jourell seraya melepaskan sepatu yang dikenakan kemudian melangkah masuk ke dalam apartemen dan di sana ia menemukan Letizia sibuk dengan rutinitasnya yaitu menyiapkan makan malam. Letizia menoleh mendengar suara Jourell, ia tersenyum tipis lalu menunduk. Masih malu karena kejadian semalam, ditambah panggilan sayang yang sudah pasti membuatnya kian salah tingkah. “Pas sekali, aku baru selesai masak. Ayo makan.” Jourell melangkah melewati meja, meletakkan bawaannya lalu merengkuh pinggang Letizia agar duduk bersamanya. Lebih tepatnya Letizia yang duduk di pangkuan Jourell. “Ada apa?” Letizia bertanya terbata, berusaha duduk dengan nyaman. Ia tahu Jourell akan semakin menggila kalau dia banyak tingkah. Alih-alih menjawab, Jourell justru terus menatap Letizia lalu tersenyum manis. “Kau cantik sekali malam ini,” ucapnya kemudian. Letizia kian tersipu namun berpura-pura acuh, ia punya tujuan yang malam ini harus diselesaikan. Dengan lembut Letizia memeluk leher Jourell serta memandang pria itu sayu, tangannya bergerak lembut mengusap telinga Jourell yang memerah. “Kau yakin sedang memujiku? Bukannya kau masih kesal padaku karena masa lalu kita?” “Memang.” Jourell mengangguk menyetujui. “Karena itulah aku ingin kau meminta maaf, maka akan aku pertimbangan perasaanku.” Ia menundukkan wajah menyesap lembut bibir Letizia tanpa peringatan. Napas Letizia tertahan sesaat dengan mata yang menyiratkan keterkejutan, ia tersenyum tipis. “Mempertimbangkan? Bukankah perasaanmu memang masih sama?” Ia membalas dengan cara yang sama, sentuhan lembut pada bibir serta dengan sengaja meniup mata Jourell. Jourell awalnya cukup tenang namun sikap Letizia membuatnya resah, tangannya bergerak atraktif mengelus perut wanita itu. “Maka dari itu, kau masih punya kesempatan. Kejarlah aku dengan cara yang benar,” ucapnya kemudian. Senyuman Letizia semakin lebar mendengar ucapan Jourell, ia kemudian bangkit dari atas pangkuan pria itu. “Ayo makan dulu,” ajak Letizia. Jourell tidak kesal, justru tersenyum lebar seraya terus memandang Letizia. Mungkin saat ini ia seperti orang bodoh yang tengah dimabuk asmara, dan Jourell pun mengerti kenapa ia bisa seperti sekarang ini. Padahal ia masih kesal jika mengingat dulu Letizia meninggalkan dirinya. Seusai makan Jourell langsung mandi, membiarkan air shower membasahi tubuhnya. Sekitar 15 menit ia kembali ke kamar mendapati suasana kamar remang dengan aroma lilin-lilin lavender yang lembut. Jourell tertegun, lebih ke terkejut tatkala melihat sosok Letizia duduk di ranjang dengan segelas Tequlia. “Zia.” Jourell memanggil nama wanita itu dengan jantung berdetak kencang, kakinya melangkah perlahan mendekat. Bagaimana tidak? Saat ini Letizia menggunakan salah satu kemejanya yang kebesaran yang tidak terkancing sepenuhnya. “Hai.” Letizia menjawab sapaan itu lebih lembut, ia kemudian menuang Tequila itu lagi ke gelas lainnya lalu memberikan pada Jourell. Jourell mengerutkan kening tanpa menerima gelas yang diberikan Letizia, ia justru menatap Letizia dengan tatapan tajam. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” Letizia mencebikkan bibirnya kesal. “Kau bilang ingin aku mengejarmu dengan cara yang benar? Ini salah satu di antaranya, Jourell ... ” Ia bangkit, membalas tatapan pria itu sendu. “Seriously?” Sudut bibir Jourell tertarik, senyumnya mengembang begitu saja. “Ehem, aku juga ingin merayakan kesepakatan kita kali ini.” Letizia mengangguk cepat-cepat lalu menyerahkan gelas minum itu kepada Jourell. “Mulai hari ini, aku akan mengejarmu lagi,” ucap Letizia, mengangkat gelasnya untuk bersulang. Jourell masih menatap Letizia sangat dalam sebelum mengangkat gelasnya. Sesaat kemudian mereka sama-sama meminum Tequila sebagai bentuk perayaan yang Letizia inginkan. Namun, Jourell merasa minuman yang baru diminum memiliki kadar yang alkohol yang cukup besar karena kepalanya sangat pening. Ia menghabiskan segelas Tequila itu lalu membuang gelasnya ke lantai, dengan gerakan sedikit kasar ia menarik pinggang Letizia mendekat. “Aku sudah meminumnya, tapi aku ingin meminum yang lain," ucap Jourell mendekatkan wajahnya mencium bibir Letizia. “Ehm, tunggu dulu.” Letizia buru-buru menahan bahu Jourell sebelum bibir pria itu menyentuhnya. Ia tersenyum manis mencoba merayu Jourell agar tidak marah. “Aku bukan menolak, Sayang. Tapi jika kau mendorongku ke ranjang sekarang, aku tak yakin itu bisa cepat," ucap Letizia lembut penuh rayuan. “Lalu?” Jourell mengeram rendah, berusaha menahan hasrat gila yang telah sepenuhnya bangkit. Letizia menatap botol Tequila di meja. “Aku ingin menikmati malam kita berdua," kata Letizia, kemudian kembali menuangkan Tequila ke botol Jourell. Jourell menerima gelas itu lagi lalu menegak sampai habis, kepalanya sudah cukup pusing dengan pandangan yang mulai kabur. Letizia menyadari itu, perlahan ia menghempaskan tubuh Jourell ke ranjang lalu menarik kerah kemejanya dengan sedikit kasar. “Kau bilang ingin aku mengerjamu bukan? Bagaimana kalau seperti ini?” Letizia berbisik lembut sekali lalu akhirnya menyesap kembali minumannya dan membawa ke bibir Jourell. Jourell terkaget-kaget akan apa yang Letizia lakukan, ia seperti tersihir mantra yang membuat ia segera menarik tengkuk wanita itu untuk melumatnya lebih dalam. Namun, ia juga dibuat bingung tatkala kepalanya dihantam pusing yang luar biasa. “s**t! Ada yang aneh, minuman ini ... ” batin Jourell mengumpat menyadari jika ada sesuatu di minuman itu. Lumatan liar itu perlahan mengendur, Letizia tersenyum tipis saat melihat Jourell tampak menahan pusing. “Kenapa, Jourell?” tanya Letizia lembut. “Kepalaku pusing arghh!” Jourell mengerang pelan, memegangi kepalanya yang berdenyut tak karuan. “Hah? Kenapa bisa tiba-tiba, ayo coba rebahan yang nyaman!” Letizia memasang raut wajah kagetnya, membantu Jourell agar berbaring di ranjang. Jourell menepis tangan Letizia perlahan lalu meraih wanita itu ke dalam pelukan. “Jangan pergi, Zia,” ucapnya dengan nada suara yang serak. Letizia melirik Jourell sekilas lalu tersenyum tipis, sepertinya obat yang dimasukkan ke dalam minuman itu sudah bereaksi. Pastinya ia sengaja karena malam ini ingin tahu kebenaran dari mulut Jourell sendiri, dan jawaban itu akan ia dapatkan jika Jourell dalam keadaan tidak sadar bukan? “Iya, aku tidak pergi. Ayo berbaringlah,” sahut Letizia berusaha melepaskan dirinya. “Pusing!” Bukannya dilepaskan, Jourell justru memeluk Letizia semakin erat. Letizia mendesis pelan, melirik Jourell yang kini menguyel-uyel lehernya menimbulkan gelayar aneh yang membuat tubuhnya meremang. Ia tidak boleh terlena, “Fokus pada tujuan utamamu, Zia!” “Kau takut aku pergi? Bukannya kau benci kepadaku?” tanya Letizia penasaran juga bagaimana perasaan Jourell yang sebenarnya. Jourell menggeleng cepat-cepat dengan pelukan yang semakin erat, nyaris membuat Letizia kehilangan napas. “Jangan pergi, aku rindu," ucap Jourell. Letizia tersenyum malas. “Mana bisa kau percaya padamu. Kau 'kan b******k, jawab saja kau memang balas dendam dengan menikahiku 'kan?” “Balas dendam?” Jourell mengerutkan bibir lalu menggeleng tak setuju. Wajahnya tampak mengantuk sekali. “No, no, mau sama Zia terus," ucapnya lagi lalu menguyel-uyel d**a Letizia. “Jourell!” Letizia memekik tertahan, semakin gemetar akan sikap Jourell barusan. “Berhentilah berbohong, sebenernya kau hanya pura-pura miskin bukan?” Tidak disangka Jourell justru mengangguk menbuat Letizia sumringah. “Benar 'kan? Kau memang menipuku, kau adalah pemilik AtmaEdge?” tanya Letizia lagi lebih bersemangat. “Hahaha, itu hanya dalam mimpi.” Jourell terkikik-kikik geli. “Emhh jangan bertanya terus, mau cium!” Jourell mendekatkan dirinya dengan bibir yang manyun meminta dicium. Letizia begitu kesal hingga langsung saja mendorong bahu Jourell kasar, ia mendesis menahan dongkol karena usahanya tidak berhasil membuat Jourell mengaku. Atau ... sebenarnya Jourell hanya pura-pura mabuk? Kedua mata Letizia terbelalak lebar, ia menelan ludah menatap Jourell yang kini bergumam-gumam tidak jelas. Ia bernapas lega, mungkin hanya terlalu takut saja dirinya. Jelas obat itu sangat ampuh untuk membuat— “AKHHHH!” Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD