RDBG 2. Parasit~

1778 Words
ESTEVA sangat terpukul. Ia tidak bisa menahan diri melampiaskan kekecewaan pada satu-satunya pria yang pernah dicintainya, yaitu Andreas. Kenyataan baru terkuak bahwa Andreas Bradford Bournemouth ternyata adalah ayah kandungnya. Esteva benar-benar tidak tahu apa, bagaimana, dan di mana dunia tempatnya hidup. Ia pernah terempas badai hebat di tengah lautan, karam, tenggelam, dan nyaris mati, tetapi kejadian itu tidak membuatnya terpukul seperti sekarang. Dia merasa sakit, terhina, terusir, tidak lebih dari anjing liar bulukan yang ditendang keluar dari tempat yang dahulu diharapkannya menjadi rumahnya. Selain kenyataan pahit itu, Andreas bahkan menikahi wanita yang berusia sepantaran dengannya dan lebih memilih ibu tirinya itu. "Ayah" sungguh pria berengsek. Menyakitkan berlipat- lipat rasanya sakit hati karena seorang pria yang dia kira bisa dia andalkan. Mendengar nama Count Huxley, Esteva langsung tahu bahwa laki- laki inilah musuh Andreas, olehnya ia tidak segan melemparkan diri ke pangkuan pria tampan itu, meskipun usia mereka terpaut jauh. Esteva mengangkat wajahnya dari tengah pinggang Grisham. Matanya berkaca-kaca, mengedip sayu. "Cómo se siente, señor?" Bagaimana rasanya, Tuan? tanyanya dengan muka memerah. Lidah lenturnya menjilat tepian bibir, menghabiskan sisa cairan yang ditelannya. Esteva melakukan apa yang biasanya dilakukan Andreas bersama teman- temannya, bersenang- senang dalam kegilaan pesta pora syahwat. Sesaat Grisham tidak bisa berkata-kata, kesusahan menelan ludah. Sekresi keperkasaannya telah tumpah di mulut gadis itu. Esteva menatapnya balik dengan santai. Sorot terpana Grisham berubah menyelidik, menyusuri setiap jengkal tubuh halus gadis itu, yang dari kemudaannya, ronanya, getaran halusnya, ia ragu ada pria lain pernah menyentuh Esteva. Hanya pada bagian segitiga panggulnya saja yang tertutup kain halus. Sudut paling rahasia bagi gadis itu. Grisham kembali menatap wajah Esteva. "Sangat menarik, Nona Esteva," jawabnya. "Oh? Anda belum puas?" Gadis itu tergegau polos. Grisham tertawa. Merasa senang menemukan sisi lugu gadis itu. Pria mana pun tidak akan mengatakan puas jika mereka masih menginginkan kesenangan. Jiwa berbudi luhur (gentleman) Grisham mengingatkannya agar jangan rakus pandai- pandai mengendalikan hawa nafsu. Ia merapikan celananya seperti sedia kala. Grisham memungut gaun Esteva dan menyodorkannya pada gadis itu. "Kenakan lagi pakaianmu. Aku sudah cukup melihat yang perlu kulihat untuk saat ini. Aku menyukainya. Aku bersedia menjadi Tuanmu. Mulai saat ini kau harus mematuhiku, Nona Esteva." Esteva salah tingkah menerima gaunnya lagi lalu mengenakannya melalui atas kepalanya. "Panggil saja saya Eva, señor," katanya mengingatkan. "Baiklah, Eva. Duduklah dengan benar. Sebentar lagi kita akan tiba di Winterwall. Kediamanku." Esteva tidak tahu Winterwall. Ketika ia melihat dari jendela wagon, bangunan mewah bermenara- menara tinggi muncul di kejauhan, lalu melihat pagar jeruji panjang dan tanaman- tanaman pittosporum tertata indah aneka bentuk, Esteva dibuat ternganga takjub. Winterwall sangat megah, jauh lebih megah daripada Kastel Bournemouth tempat tinggalnya terdahulu. Esteva menjadi yakin Count Huxley jauh lebih kaya dan makmur dibanding Andreas. "Apa Anda seorang pangeran, Señor? Kediaman Anda seperti sebuah istana." Grisham tertawa lagi. Tawa hangat yang menyenangkan. "Tidak, Eva. Aku hanya tuan tanah. Istana raja jauh lebih besar lagi daripada kediamanku." Kereta melintasi gerbang kastel Winterwall, memasuki halaman luas dengan jalur jalan berlapis batu yang dibuat meliuk- liuk. Kereta berhenti di depan teras panjang dilengkapi puluhan anak tangga. Pelayan membukakan pintu wagon. Seorang pria paruh baya berpostur tegap berdiri siaga di depan kereta bersiap menyambut tuannya. Grisham turun dari ruang penumpang. Begitu kakinya memijak tanah, ia segera berbalik mengulurkan tangan menuntun Esteva keluar dari kereta. Esteva memijakkan kaki telanjangnya di Winterwall. Kepala berambut hitam berantakan melongok keluar. Ditambah garis bahu rendah gaunnya, penampilan Esteva tidak bisa dikatakan sopan. "Alfred, ini Esteva Cortez. Nona muda ini akan tinggal di sini. Perlakukan dia seperti tamuku," ujar Grisham. Kening Alfred terangkat sangsi, tetapi segera bersikap datar dan mematuhi apa kata tuannya. "Baik, Tuan," sahut Alfred. "Eva, ini Alfred, kepala pelayanku. Jika kau perlu apa- apa, kau bisa menghubunginya," perjelas Grisham. Esteva meneliti pria berpakaian tuksedo hitam itu. Ada banyak pria berpakaian serupa dan mereka berdiri tegap di tiap-tiap sudut kastel. Juga ada para wanita berpakaian senada. Esteva menelan saliva kegugupannya. Ada banyak orang, maka semakin banyak pula mata yang mengawasinya. "Buat dirimu senyaman di rumah, Eva," lanjut Grisham sambil melangkah ke dalam bangunan utama kastelnya. Kereta dibereskan lalu menjauh dari teras. Pelayan lain kembali ke posisi. Alfred mengiringi tuannya. Esteva kebingungan melihat rumah seluas itu. Ia segera berlari kecil mengekor Grisham. Grisham menuju ruang seni. Di sana, Britanny —sepupunya, menghabiskan waktu melukis. Gadis bangsawan itu menoleh dari balik kanvas ketika mendengar suara kedatangannya. "Eva, ini Britanny, sepupuku. Ia akan membantumu mengenal tata krama di tempat ini." Mendengar ucapan Grisham, gadis berambut cokelat itu terbelalak. Sosok yang disebut Eva muncul di belakang Grisham, meliriknya kikuk lalu menyapa segan. "Hola, señorita!" Mata Britanny melebar bereaksi pada gadis itu. Kemudian ia memelototi Grisham. "Apa kau baru saja memungut seseorang lagi di jalanan, Grisham?" tuduh Britanny seraya mengempas kuasnya dan berkacak pinggang. Sudah jelas dari penampilannya gadis itu anak jalanan, kaum gipsi yang pernah ditemuinya di perbatasan Spanyol. Kaum gipsi selalu mencurigakan karena mereka sering terlibat tindakan kriminal. Kalau tidak berkelahi, mereka suka mencuri. Grisham meneleng kepala dan menatap balik tanpa rasa bersalah. "Kenapa? Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Ada yang meminta pertolonganku, wajar saja aku menolongnya." Britanny tahu sepupunya tidak selugu itu. Grisham hanya suka berperan sebagai orang baik-baik. "Kau membawa orang asing yang tidak jelas identitasnya," melirik kaki kotor Esteva, lalu kembali bertatapan dengan Grisham, "bengal dan kotor ...." Britanny kehabisan kata-kata. Sudah jelas Grisham pasti tertarik pada kepolosan dan wajah jelita gadis itu. Namun, Britanny segera menegasinya. "Gadis ini bisa saja penjahat atau pembunuh yang melarikan diri." Grisham tertawa gelak. "Tidak persis seperti itu, Britanny. Aku menemukan Eva ketika dia keluar dari Kastel Bournemouth. Dia penghuni di sana dan baru kabur dari Andreas." Belalakan mata Britanny semakin luas. "Itu bahkan lebih buruk!" bentaknya. "Grisham, gadis dari Bournemouth hanya mendatangkan masalah. Apa kau lupa apa yang baru saja kau alami dengan mantan tunanganmu?" Grisham buru-buru berbalik mencari perhatian lain. "Ah, tolong jangan dibahas lagi. Kau juga terlibat dalam rencana kabur Sylvia dan Andreas. Kau serigala berbulu domba. Aku heran kenapa aku tidak bisa marah padamu." "Karena keinginanku adalah menjauhkanmu dari masalah. Kau bangsawan terpandang, Grisham, tetapi kau suka sekali mengundang masalah ke rumahmu." Grisham mencibirnya. "Laki-laki suka masalah, Britanny. Aku hanya ingin memeriahkan suasana di rumah." Laki- laki itu menyengir, bergegas menggandeng Esteva, membawanya mendekat ke Britanny. "Dandani dia, Britanny, karena Eva bukan tamu biasa. Ia adalah peliharaan baruku." Mata Britanny terpicing dan mendesis sepupunya. "Kau senang sekali main-main. Sebaiknya pikirkan lagi baik-baik, Grisham. Jika kau menemukan orang asing berkeliaran, lebih baik kau antar saja ke Scotland Yard, itu akan menghindarkanmu dari masalah yang tidak kau perlukan." Grisham menghela napas. "Britanny, aku tahu kau tidak ingin terlibat urusan ini, tetapi kau tinggal di rumahku dan mau tidak mau kau harus membantu mengurus keperluanku." Ia menyentuh dagu Esteva dan semringah pada wajah keheranan gadis itu. "Britanny akan membantumu berdandan dan berpenampilan lebih layak, manis. Anggaplah dia saudarimu, jangan terlalu didengarkan ucapannya." Bibir merah merona Esteva sedikit terbuka. Grisham lalu mengecup bibir yang sudah lebih dulu menyosor keperkasaannya itu. Esteva terkesiap, kemudian hanya bisa tersipu.Tubuhnya berdesir hangat dan tanpa bisa dikendalikannya, kelopak matanya tertutup hanyut. Itu adalah ciuman pertama yang diberikan seorang lelaki dewasa padanya. Bibir kasar dan kuat menguasai, akan tetapi tiba- tiba menjauhkannya. Grisham melepaskan ciumannya dan kembali berhadapan dengan Britanny. "Aku akan ke ruang kerjaku untuk mengerjakan surat- surat penting. Aku serahkan Eva padamu. Pastikan dia mendapatkan semua keperluannya." Grisham beranjak beberapa meter lalu kembali berujar pada Britanny. "Oh, ya. Dia bisa menempati kamar bekas tunanganku. Itu akan jadi kamar tidurnya." Pria itu berbalik dan pergi diiringi Alfred. Britanny mendengkus, berkacak pinggang menantang Esteva. Gadis itu balas menatapnya tanpa rasa segan ataupun takut, yang mana membuat Britanny yakin sekali Esteva bukan gadis luntang lantung asal- asalan. Mencurigakan dan tidak sepatutnya berkeliaran bebas di rumah orang kaya. "Ikut aku!" ketus Britanny, melangkah lebih dulu agar Esteva mengikutinya. Gadis itu patuh saja, mengekor seperti hewan piaraan yang jinak. Dua pelayan wanita mengiringi Britanny. Di kamar yang diperuntukan Grisham untuk piaraan barunya, mereka memandikan Esteva, memakaikannya pakaian baru yang mahal dan indah, menata rambut berantakannya, serta memoleskan bedak ringan dan pemerah bibir. Namun, tetap saja itu tidak menutupi kesan liarnya. Sorot mata gadis itu menatap waspada sekitarnya, melirik tajam pada orang yang berbisik-bisik membicarakannya. Britanny merapikan gaun Esteva sambil menggerutu kesal. "Aku tidak mengerti apa kesenangannya sepupuku itu memungut orang-orang buangan seperti ini. Grisham terlalu baik kadang, tetapi cara bersenang-senangnya membuatku muak." Ia lalu memelototi Esteva yang sedari awal diam saja. "Kau juga! Sebagai perempuan apa kau tidak malu menyerahkan diri begitu saja pada laki-laki asing. Apa kau tidak punya cara hidup lain selain menggunakan tubuhmu?" Esteva diam saja, meskipun sudut bibirnya berkedut-kedut ingin menyahut. Ia adalah tamu di rumah itu, orang pungutan, tidak sewajarnya menyalak pada penghuni rumah. Britanny berpaling ke arah rak aksesoris, mencari pita- pita yang bisa digunakan untuk mengencangkan belahan da.da gaun Esteva. Pelayan lain sedang membereskan pakaian kotor. Sekelebat tangan Esteva terayun ke lekukan leher Britanny dan seuntai kalung jatuh ke telapak tangannya. Esteva menggenggam kalung bertatah bentuk hati. Gerakan yang sangat halus, dari mengambil hingga menurunkan tangan kembali ke pinggul dan kalung halus itu raib dari tangannya. Britanny melanjutkan memasang pita tanpa menyadari kalungnya sudah tidak ada di lehernya. Ia terus menggerundel. "Aku tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran gadis sepertimu. Mau- maunya jadi peliharaan laki- laki. Kau akan menyesalinya nanti setelah ia mencampakkanmu karena menemukan kesenangan lain. Hiduplah yang wajar! Jangan jadi parasit yang menebeng hidup di rumah orang kaya. Kau akan disingkirkan jika sudah tidak berguna dan dianggap penyakit." Esteva diam saja. Bukankah hidupnya selama ini memang begitu? Dibuang dari keluarga, dibuang dari masyarakat, dibuang dari kehidupan sang ayah. Bagaimana ia hidup selanjutnya kalau tidak menumpang hidup di tuan rumah baru? Britanny menjauh selangkah dari Esteva dan memandangi hasil dandanannya. "Hmm, kau sudah terlihat lebih baik sekarang. Boneka baru Grisham. Meskipun aku benar-benar tidak menyukai ide ini, tetapi ... semoga beruntung di rumah ini atau kau lebih baik kabur saja dari sini. Kau tidak akan cocok di kalangan kami." Alfred menjenguk ke kamar Esteva dan memberi tahu suruhan Grisham. "Kalian dipersilakan bergabung untuk acara makan siang, Nona-nona!" Britanny berjalan keluar kamar diikuti Esteva. Beriringan Alfred menuju ruang makan. Saat di selasar terbuka, Esteva membuang kalung Britanny ke rimbun tanaman. Lepas dari perhatian orang- orang, Esteva tersenyum dengan kegirangan tertahan. Ia tidak perlu membalas kata- kata orang lain dengan kata- kata serupa. Ia akan membalasnya dengan mengambil barang mereka, lalu mengenyahkannya begitu saja. Prasangka Britanny benar adanya. Tuan Grisham seharusnya menyerahkannya ke Scotland Yard dan mereka akan mengurusnya kembali ke Bournemouth, tetapi mau bagaimana, pria itu sudah kadung merasakan kepiawaiannya menyenangkan laki- laki. Selanjutnya adalah, apakah kesenangan di balik tembok Winterwall bisa menahan kenakalannya? Jika Tuan Grisham terlalu membosankan, maka pilihan selanjutnya adalah mencari kesenangan baru. *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD