Setelah pulang sekolah, Usrox duduk di bawah pohon mangga tua di halaman belakang, ditemani Paijo yang lagi sibuk meniup botol bekas buat dijadiin suara terompet. Dari kejauhan, kandang bebek tampak lusuh, kayu-kayunya miring, dan beberapa pagar jebol gara-gara bebek-bebek iseng.
Usrox menghela napas panjang, lalu menggelar kertas bekas bungkus nasi di atas tanah.
"Gini, Jo. Aku udah mikir keras semalam. Kita harus punya strategi. Kalau nggak, kandang ini bisa tutup, kita bisa kelaparan, dan aku harus cari kerja jadi tukang gali sumur."
Paijo berhenti meniup botol, mendekat penuh minat. "Strategi apa, Srox? Semacam jurus rahasia?"
"Yoi," jawab Usrox, penuh percaya diri. "Pertama: kita harus perbaiki kandang. Ini kandang udah kayak mau ambruk. Kalau bebek-bebek ini stress, produksi telur bisa turun."
Paijo manggut-manggut sok paham. "Berarti kita jadi tukang bangunan dulu, ya?"
"Bukan tukang bangunan," sahut Usrox cepat. "Tukang semangat! Kita tambal-tambal sebisanya. Pakai bambu bekas juga nggak apa-apa, yang penting kuat."
Paijo langsung berdiri, gayanya kayak mau mimpin proyek besar. "Siap, Bos Usrox! Tukang Semangat Paijo melapor!"
Usrox lanjut, matanya berbinar. "Kedua: cari pakan murah. Pakan mahal bikin rugi. Kita harus kreatif. Cari ampas tahu, kulit singkong, apa saja yang bisa dimakan bebek."
Paijo garuk-garuk kepala. "Emang bebek doyan kulit singkong, Srox?"
"Kalau lapar, semua doyan," jawab Usrox sambil ketawa. "Kita coba aja. Campur dikit-dikit sama pakan biasa biar mereka nggak protes."
Paijo manggut lagi, walau ragu-ragu.
"Yang ketiga dan paling penting," lanjut Usrox sambil menunjuk tulisan di kertas bekas, "kita bikin BRANDING. Kita harus kasih nama keren buat telur asin kita."
Paijo langsung semangat. "Nama keren? Kayak apa, Srox?"
Usrox tersenyum bangga, lalu menunjuk tulisan besar di tengah kertas: BEBEK BAHAGIA— Telur Asin dari Bebek yang Hidup Senang!
Paijo terdiam beberapa detik, lalu ngakak sampe hampir jatuh. "Bebek bahagia? Hahahaha--Srox, kamu beneran! Ini bebek, bukan seleb!"
Usrox nggak tersinggung, malah ketawa bareng.
"Justru itu, Jo! Orang-orang bakal penasaran. Bebek bahagia, telur pasti enak. Siapa yang nggak mau makan telur dari bebek yang hidupnya damai?"
Paijo akhirnya mengangguk setuju. "Eh, masuk akal juga, Srox. Branding zaman sekarang aneh-aneh, yang penting heboh!"
Mereka berdua mulai mencoret-coret konsep sederhana: gambar bebek tersenyum, slogan "Rasa Telur, Rasa Bahagia", dan paket promosi ala kadarnya. Semua serba norak, tapi penuh semangat.
Sorenya, mereka mulai bergerak— Usrox ambil palu dan bambu bekas buat memperbaiki pagar kandang.
Paijo keliling desa, nanya ke warung dan pabrik tahu buat cari limbah ampas murah.
Mereka berdua, sambil ketawa-ketawa, bikin spanduk dari kain bekas bertuliskan: "TELUR ASIN BEBEK BAHAGIA - RASAKAN SENYUM DI TIAP GIGITAN".
Malam harinya, saat semua selesai, mereka duduk lagi di bawah pohon mangga, tubuh penuh debu, tangan kotor, tapi hati ringan.
Paijo menatap spanduk setengah robek yang tergantung miring di pagar kandang.
"Srox, kamu yakin kita bisa sukses begini?"
Usrox tersenyum, meski lelah. "Jo, sukses itu soal niat sama usaha. Kalau niat kita lurus, usaha kita kocak, ya minimal kita bahagia. Kayak bebek-bebek itu."
Paijo ketawa kecil, lalu menatap bebek-bebek di kandang. Beberapa bebek terlihat tenang, sebagian lain malah asyik cebur-ceburan di kubangan kecil.
"Bebek bahagia, ya?" gumam Paijo sambil tersenyum.
Mereka tahu, jalan ke depan masih panjang dan penuh tantangan. Tapi malam itu, di peternakan kecil penuh harapan, semuanya terasa mungkin.
***
Setelah satu hari penuh berkutat dengan bambu, paku karatan, dan tali rafia, kandang bebek akhirnya tampak sedikit lebih beradab. Tidak sempurna, tapi setidaknya sudah tidak miring seperti siap roboh jika ayam tetangga lewat sambil batuk.
Usrox duduk di ujung kandang, menggoyang-goyangkan kakinya sambil melihat hasil kerja mereka. “Lumayan juga, ya. Bebek-bebek itu udah nggak kabur lagi tiap angin kencang lewat.”
Paijo datang sambil menyeret karung berisi campuran pakan baru. Isinya: ampas tahu, kulit singkong cincang, sisa nasi, dan entah apa lagi yang kelihatan terlalu hijau untuk disebut makanan.
“Srox, aku udah dapet pakan murah ini dari warung dekat lapangan. Katanya sih ‘ekonomis, ramah lingkungan, dan kadang bikin bebek nyanyi’.”
Usrox memelototi isi karung itu. “Jo, kalau besok bebek kita joget TokTok, aku mundur dari dunia peternakan.”
Mereka berdua tertawa sambil mulai menuang pakan baru itu ke tempat makan. Bebek-bebek mengerubungi, mencicipi, lalu diam. Hening.
Paijo meneguk ludah. “Srox, kok mereka berhenti makan?”
Usrox mendekat, lalu melihat salah satu bebek menatapnya dengan mata melotot dan paruh terbuka. “Jo, aku rasa kita baru aja nyuguhin makanan alien.”
Tiba-tiba salah satu bebek bersin. Yang lain ikutan. Heboh. Pakan baru bikin konser bersin dadakan.
“PAIJO!!” teriak Usrox panik. “Itu daun-daunan apa yang kamu masukin ke situ?!”
“Aku kira itu daun kelor! Katanya bagus buat stamina bebek!”
“Kamu pasti ambil dari belakang rumah Pak RT! Itu tanaman hias!”
Suasana jadi rusuh. Bebek-bebek loncat ke sana ke mari, dan Paijo mencoba menenangkan mereka dengan nyanyi lagu anak-anak.
Setelah 15 menit kekacauan, semuanya kembali tenang. Bebek-bebek kelihatan masih hidup, meski beberapa kayak trauma ringan.
Usrox menghela napas panjang. “Jo, mulai besok, kita eksperimen pelan-pelan aja, ya. Jangan kasih kejutan gini lagi ke bebek.”
Paijo mengangguk lemas. “Oke, Rox. Tapi ide ku selanjutnya dijamin aman. Aku mikir, gimana kalau kita bikin telur asin rasa-rasa?”
Usrox menoleh cepat. “Rasa-rasa?”
“Iya. Kayak snack. Ada rasa pedas, manis, bahkan durian!”
Usrox bengong, antara kaget dan khawatir. “Kamu beneran mau kasih telur asin rasa durian?”
Paijo senyum lebar, mata berbinar-binar. “Srox, dunia butuh kejutan!”
Usrox memejamkan mata. “Dunia juga butuh waras, Jo—”
Dan di situlah, lahir ide gila mereka berikutnya: eksperimen telur asin aneka rasa.