PRAAAANNKKKK
Sudah kesekian kalinya barang-barang antik di mansion Zerfist menjadi pecahan yang berserakan di lantai. Kemarahan Zerfist tidak dapat terbendung lagi kala mendapati makam Eve yang ternyata digantikan dengan mayat orang lain.
Amarah, kecewa, sedih, takut, dan senang menjadi satu. Ia marah, dengan wajah yang tersenyum senang. Akan tetapi, air matanya terus mengalir tanpa henti. Dua tahun lalu ia mencoba untuk membuka kembali hatinya, meski dalam benaknya hanya ada Eve saja.
Zerfist selalu berharap akan datangnya keajaiban dari Tuhan untuk menghidupkan Eve kembali. Dan ia berjanji untuk membahagiakan Eve untuk selamanya, tetapi hari itu tidak pernah datang. Dan setelah ia membuka hatinya untuk wanita lain, wanita yang selalu ia sebut-sebut dalam tidurnya itu kini telah kembali dengan senyuman seperti biasa.
Senyuman yang menggetarkan jiwanya, senyuman yang membuatnya lebih baik dari kehidupannya yang datar. Akan tetapi, wanita cantik itu tidak bisa ia jangkau. Dengan bodohnya ia tidak mencari tahu tentang siapa mempelai wanita saat undangan berwarna merah itu datang.
Nama yang sama, hanya saja baginya itu hanya sebuah nama. Sebuah penyesalan yang teramat dalam saat melihat wanita yang selama ini menghantuinya berdiri dengan senyum manisnya dan bersanding dengan pria lain. Apakah itu hukuman untuknya? Mungkin saja.
"Eve," gumam Zerfist saat melihat sebuah foto di tangannya.
Sebuah foto di mana Eve sedang tersenyum manis menatap pria yang wanita itu nikahi. Ingatannya kembali berputar saat Lamia berkata bertemu dengan Eve, saat itu juga ia mengumpat karena tidak percaya pada putrinya sendiri.
"Jika saja ... jika saja saat itu aku mencarimu. Aku yakin saat ini kau bersamaku, Eve," gumam Zerfist lirih.
Bella yang hanya bisa melihat tingkah laku Zerfist, kini merasakan sesak di dadanya. Ia mencintai Zerfist meski pria itu hanya melihatnya sebelah mata. Ia mencinta Zerfist meski pria itu selalu membandingkan dirinya dengan Eve. Ia mencintai Zerfist meski tahu jika ia harus melepasnya.
Teringat kembali bagaimana ia bertemu Zerfist di toko bunga miliknya, dari sanalah mereka sering bertemu dan bertukar cerita. Hingga akhirnya Zerfist melamarnya, tentu ia sadar akan dirinya yang tidak sederajat dengan Zerfist. Meski begitu, apakah ia tidak boleh mencintai pria itu?
Semua orang terlalu larut akan hidupnya Eve, ia merasa saat ini tidak ada yang menyadari keberadaannya. Mungkin jika ia pergi dari rumah itu pun tidak akan ada yang mencarinya. Mereka semua terlalu fokus kepada Eve, wanita yang mereka sayangi.
Keterpurukan Zerfist membuat Bella sadar, ia bukanlah siapa-siapa. Zerfist sudah tidak menatapnya lagi dengan hangat. Jika dibandingkan dengan Eve, tentu saja Eve lebih cantik darinya. Bahkan statusnya sudah sederajat dengan Zerfist, lalu untuk apa ia ada di sini?
"Tidak ada yang peduli dengan perasaanku, kutahu semua itu sejak awal," gumam Bella yang saat ini bersandar di dinding kamarnya.
Menyedihkan, tetapi ia terlalu cinta pada Zerfist. Apakah ia bersalah mencintai Zerfist? Meski ia tahu semua akan sia-sia, Zerfist terlalu mencintai wanitanya. Sejak awal, ia hanyalah sebuah pajangan di keluarga itu.
"Bella." Suara Zerfist membangunkan lamunannya.
Bella bangkit dan langsung saja membuka pintu kamarnya, lihatlah Zerfist yang begitu kacau di hadapannya.
"Zerfist, kau sudah lebih baik?" tanya Bella sedikit takut.
"Bella ... apa yang harus kulakukan?" tanya Zerfist lirih dengan wajah yang sedikit tertunduk.
"Masuklah, Lamia akan ketakutan jika melihatmu seperti sekarang." Bella menarik Zerfist masuk ke dalam kamarnya.
Zerfist duduk di sofa yang tak jauh dari jendela, sedangkan Bella mengambil segelas air untuk Zerfist. Pria itu meneguk air itu hingga tandas, dan Bella hanya bisa mengembuskan napasnya sesak.
"Katakan padaku, apa kau sudah lebih baik?" tanya Bella sambil mengumpulkan serpihan hatinya yang sudah mulai terkikis.
"Sedikit, apa yang harus kulakukan, Bella?" jawab Zerfist sambil menutup kedua matanya.
Bella terdiam sejenak, apa yang harus ia lakukan? Mempertahankan rumah tangganya sungguh sangat tidak mungkin. Melihat pria yang ia cintai mencintai orang lain sudah membuatnya putus harapan.
"Kau masih mencintainya?" tanya Bella lirih.
"Tentu saja," jawab Zerfist tanpa mengetahui perubahan di raut wajah Bella.
Bella hanya tersenyum lembut, hatinya begitu perih mendengar jawaban yang tanpa ada keraguan di dalamnya. Bella mengambil tempat duduk di sebelah Zerfist, tangannya menggenggam tangan pria itu dengan erat.
"Aku tidak tahu, ia kini telah menikah. Apa kau akan tetap mengambil Eve?"
"Tentu saja, Eve akan lebih bahagia bersama denganku. Karena kami saling mencintai." Bella tersenyum, sepertinya Zerfist memang tidak pernah menganggapnya sebagai istrinya.
"Meski ia kehilangan ingatannya?" tanya Bella, Zerfist terdiam sejenak.
"Cinta akan kembali datang karena terbiasa, aku yakin Eve akan kembali mencintaiku." tidak ada harapan untuk Bella.
Bolehkah ia menangis saat ini? Tetapi mengapa air matanya terasa begitu kering. Bella kembali mengusap tangan Zerfist lembut.
"Bagaimana jika Eve sudah bahagia dengan suaminya?" Pertanyaan Bella membuat wajah Zerfist mengeras.
"Eve tidak akan pernah bahagia dengan pria lain, ingat itu baik-baik!" bentakan Zerfist hanya angin lalu untuk Bella.
"Lalu, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Bella dan Zerfist kembali merenung.
"Jika kau ingin merebut Eve, setidaknya kau harus siap mengantarkan nyawamu." Ucapan Bella benar-benar membuat Zerfist semakin ingin mendapatkan Eve.
"Aku akan mendapatkan Eve kembali!"
Bella hanya bisa tertawa kecil, pria tampan itu memanglah pria b******n yang pernah ia temui. Dan seorang pria b******n yang ia cintai, apakah mencintainya salah? Bella selalu bertanya-tanya pada dirinya.
"Jika kau bahagia bersama dengannya, maka kejarlah." Begitu mudah Bella mengeluarkan kata-kata dengan hati yang sudah terpecah belah.
Zerfist mengangguk dan tersenyum kepada Bella, ia bahkan mudah melupakan apa yang terjadi dengan dirinya pada Bella. Kenangan-kenangan bersama Bella sirna seketika tanpa berbekas. Dan semua itu membuat Bella yakin, jika ia memang harus melepaskan Zerfist.
Zerfist bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar, saat membuka pintu sudah ada Ivy yang menatap tajam Zerfist.
"Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Zerfist dingin, Ivy hanya diam lalu melirik ke arah Bella.
"Aku ingin bertemu Bella," jawab Ivy sambil memberikan jalan pada Zerfist.
Pria tampan itu hanya melewati Ivy begitu saja tanpa melihat raut wajah Ivy yang terlihat kesal. Kembaran Eve itu masuk dan menutup pintu kamar rapat-rapat. Ia datang bersama Trace, seharusnya suami tersayangnya itu bisa mengalihkan perhatian Zerfist dari Bella sementara.
"Apa yang kau lakukan?!" tanya Ivy yang kini mengeluarkan semua amarah dan rasa kesalnya.
"Apa?" tanya Bella tidak mengerti.
"Kau melepaskan Zerfist begitu saja bagai kau bukan siapa-siapa untuknya. Apa yang kau rencanakan?" tanya Ivy geram, ia benci melihat wanita lemah seperti Bella.
"Melepaskannya," jawab Bella dengan santai.
"Apa kau gila? Kalian sudah menikah selama dua tahun dan kau justru–"
"Ivy," potong Bella sambil bangkit dari duduknya.
"Aku tahu kau tidak menyukaiku, aku tahu semua orang tidak menyukaiku. Aku tahu Zerfist masih mencintai kembaranmu, dan aku tahu semuanya." Ucapan Bella membuat Ivy tersentak.
"Lalu mengapa kau mau menikahinya?" tanya Ivy tidak habis pikir.
"Karena aku mencintainya." Ivy tidak bisa berkata-kata, ia melihat kesedihan yang tersirat di mata Bella.
"Aku tidak ingin Zerfist kembali bersedih, aku sangat mencintainya. Ia akan bahagia bersama Eve, kalian akan bersatu kembali menjadi keluarga yang utuh. Dan kalian akan bahagia, tanpa diriku yang hanya bisa mengganggu," lanjut Bella.
"Kau ... karena inilah aku membencimu. Kau wanita yang lemah, mengapa kau tidak memperjuangkan cintamu pada Zerfist? Seharusnya kau mempertahankannya dan hidup bahagia bersamanya!" bentakan Ivy membuat Bella terkekeh.
"Jika Eve mencintai Zerfist, seharusnya ia bisa menghindari kematian itu, bukankah begitu Heavylia de Randofl?" tubuh Ivy menegang seketika.
"Tetapi Eve memilih untuk mati dan meninggalkan Zerfist beserta semua yang ia sudah miliki. Jadi siapa yang lemah di sini, Ivy?" Ivy mengepalkan kedua tangannya, apa yang dikatakan Bella memang ada benarnya.
"Aku bukanlah wanita yang lemah, Ivy. Aku hanya tidak ingin membuat kesalahan sehingga Zerfist membenciku, aku sudah senang jika Zerfist mengingatku sebagai teman." Ivy kembali memutar otaknya.
"Kau salah, Bella. Kau salah jika Zerfist akan bahagia, kau tahu jalan menuju Eve tidak akan mudah seperti dulu. Eve dikelilingi pria berbahaya, dan kau tidak tahu apa-apa tentang mereka berdua." Bella mengernyitkan dahinya.
Ia memang tidak tahu menahu tentang keluarga Verleon, semua itu selalu ia tanyakan pada Zerfist. Dan Zerfist menceritakan semuanya dengan normal, dan ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ivy. Siapa dua orang yang disebutkan Ivy?
"Mereka berdua?" tanya Bella.
"Grim dan Spade," jawab Ivy sambil melihat reaksi Bella yang sepertinya memang tidak mengetahui apapun.
"Ada apa dengan mereka berdua?" tanya Bella tidak mengerti.
"Tidak hanya Zerfist yang akan merebut Eve, Bella. Ketiga kakak beradik itu akan mengejar Eve pada akhirnya." Bella membulatkan kedua matanya, untuk apa kedua adik Zerfist juga mengejar Eve?
"Bella, kau telah menikah dengan pria paling b******n di dunia."
"Apa maksudmu?" ia tahu jika Zerfist adalah pria b******n yang ia temui, tetapi ada sesuatu yang disembunyikan keluarga Verleon darinya.
"Aku akan berkata jujur padamu. Aku ingin kau mempertahankan cintamu pada Zerfist, agar Eve tidak perlu kembali ke keluarga Verleon."
"Apa maksudmu sebenarnya, Ivy?"
"Kau tahu apa yang terjadi pada Eve sebelumnya?" Ivy memiringkan kepalanya sambil tersenyum.
"Mereka bertiga, Zerfist, Grim dan Spade. Mereka memperkosa Eve berkali-kali dengan brutalnya." Bella tidak dapat berkata-kata, itu bukanlah cinta seperti yang dikatakan Zerfist padanya.
"Jadi apa kau mengerti mengapa Eve memilih mati?" lanjut Ivy membuat Bella jatuh terduduk.
Bella hanya mengetahui jika Eve adalah calon tunangan Zerfist yang mati karena telah diracuni oleh seseorang yang membenci keluarga Verleon. Ia juga mendapatkan kabar jika Eve bisa saja tidak mati jika langsung bertindak untuk melepaskan infusnya saat racun itu mengalir, tetapi sayangnya Eve memilih untuk membiarkannya.
"Jauhkan Zerfist dari Eve, dan aku yang akan mengambil Eve dari mereka. Kau mengerti tugasmu, Nyonya Verleon?" Bella tidak menjawab, ia bahkan terlalu syok dengan apa yang baru ia ketahui.
Ivy langsung saja meninggalkan Bella yang masih jatuh terduduk di lantai.
"Apa yang harus kulakukan?"
***