Bab 4 Cinta Pertama

1238 Words
Sore ini seperti biasa aku menjajakan kue bagelen milik Nenek Ana. Aku memilih berjalan kaki, karena sepedaku kurang enak dipakai setelah kemarin jatuh. Kini tujuanku di sebuah komplek perumahan dekat desaku yang masih tergolong baru. Mungkin sekitar setahun ini resmi dibuka, entah baru berapa rumah yang ditinggali. Sebagian daganganku sudah terjual sebelum aku kemari. Tetangga-tetangga nenek dan beberapa orang yang menjumpaiku memberhentikanku untuk membeli. Kini aku memilih beristirahat dulu di taman komplek perumahan, sebelum lanjut berkeliling. Rasanya lulutku masih sakit. "Falisha!" panggil seseorang, sepertinya aku kenal suara ini. Aku menoleh, dan benar saja. Dia Arsalan. Mengapa aku selalu bertemu dengannya? Dia berjalan menujuku dengan senyum tak pernah pudar di wajahnya. Rasanya aku ingin bersembunyi. "Kamu sedang apa disini?" tanyanya, lalu duduk di sebelahku. "Ah, aku sedang istirahat, Kak." Aku menutupi dagangan kue bagelenku di belakang tubuhku. Entah mengapa aku merasa malu. Padahal apa yang membuatku harus malu? "Apa yang kamu sembunyikan?" selidik Arsalan, kepalanya mencari celah ke kanan-kiri untuk melihat apa yang ada di belakangku. "Bukan apa-apa, Kak." Aku menggeser posisi dudukku agar sedikir menjauh dari Arsalan. "Kamu kenapa? Kayak menghindar dari aku." Nada Arsalan terdengar sedikit kecewa. "Tidak apa-apa, Kak. Aku takut dapat masalah lagi." Segera aku rutuki jawaban jujurku ini. Seharusnya aku tidak menjawab seperti itu. "Masalah? Aku memberimu masalah apa?" Dahi Arsalan berkerut. "Hm ... tidak, Kak. Aku salah bicara." Aku buru-buru bangkit dari dudukku. Sepertinya aku batalkan niatku berkeliling di komplek ini. Aku berjalan menjauhi Arsalan menuju gerbang komplek. "Mbak bukan orang komplek sini ya?" tegur Satpam. "Lain kali izin dulu, jangan masuk sembarangan," lanjutnya. Padahal saat aku masuk ingin meminta izin, tidak ada siapa-siapa di pos depan. Aku ingin protes dan menjawab bahwa saat aku masuk tidak ada yang menjaga, namun rasanya lebih cepat jika aku meminta maaf. "Iya. Maaf, Pak. Saya permisi." "Dia teman saya, Pak." Terdengar suara di belakangku, ternyata Arsalan masih mengikuti. "Oh, iya. Maaf saya tidak tahu, Mas Daffa." Satpam itu tiba-tiba menjadi ramah saat berbicara dengan Arsalan. Akhirnya aku dan Arsalan berjalan ke luar komplek. Kenapa dia mengikuti terus? Aku pun menghentikan langkahku dan berbalik. Arsalan juga berhenti di tempatnya. "Kakak mengikutiku?" "Tidak. Aku memang mau berjalan ke arah sini," elaknya. Arsalan memasukkan tangannya pada saku celananya. "Aku biasa berjalan-jalan sore." Mendengar jawaban Arsalan, rupanya aku yang terlalu percaya diri. "Kalau begitu lanjutkan jalan-jalannya. Aku permisi, dan jangan berjalan mengikutiku, Kak." Tetap saja aku merasa dia sedang berbohong dan memperingatkannya. "Kalau aku ingin berjalan mengikutimu, bagaimana?" goda Arsalan. Membuat aku tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Akhirnya aku terus berjalan sampai di rumah. Arsalan masih saja mengikutiku, namun aku memilih pura-pura tidak tahu saja. Aku mengucapkan salam lalu Nenek Ana membukakan pintu. “Tumben sudah pulang, Fal? Dagangannya sudah habis?” tanya Nenek Ana lembut. “Belum, Nek. Masih sedikit lagi. Lutut Falisha masih sedikit sakit.” Sebenarnya aku tidak sepenuhnya berbohong. Lututku masih terasa sedikit nyeri. “Tadi juga Nenek minta istirahat dulu saja, kamu maksa jualan. Ayo masuk.” Ketika aku melewati Nenek Ana, beliau pun melihat Arsalan di halaman rumah. “Cari siapa, Nak?” tanya Nenek Ana pada Arsalan sedikit berteriak. Aku pun menoleh pada Arsalan, dia malah melangkah maju mendekati rumah. Arsalan bahkan menyalami Nenek Ana. “Saya teman Falisha, Nek. Nama saya Arsalan Daffa.” “Lho, ada temannya kok ditinggal sih, Fal?” tegur Nenek Ana. Aku sudah siap memprotes bahwa Arsalan yang mengikutiku tapi kembali aku katupkan mulutku. “Aku yang mengikutinya,” sahut Arsalan. “Aku ingin tahu dimana rumah Falisha, Nek,” lanjutnya tersenyum. “Kakak sudah tahu kan? Hari sudah sore, sebaiknya Kakak pulang.” Entah kenapa aku malah ingin Arsalan cepat-cepat pergi. “Hush! Kamu ada temannya mampir kok malah diusir?” tegur Nenek Ana lagi. “Sini masuk, Nak. Maafkan Falisha memang orangnya seperti itu.” Nenek Ana malah tersenyum dan mempersilahkan Arsalan masuk. Kondisi rumah nenek sudah tua, temboknya sudah banyak yang rapuh. Tapi rumah ini masih tergolong kokoh. Andai saja nanti aku punya banyak uang, aku akan merenovasi rumah nenek sebagus mungkin. “Maaf rumah nenekku tidak sebagus rumah Kakak.” Aku melihat Arsalan duduk dan mengamati rumah nenekku. “Yang penting di dalamnya kita merasa nyaman, Fal. Rumah sebagus apapun kalau kita tidak nyaman di dalamnya percuma.” Tersirat kesedihan di raut wajah Arsalan. Apa dia tidak nyaman di rumahnya? Nenek Ana datang dari arah dapur membawa teh dan setoples kue bagelen untuk Arsalan. “Apa Nak Arsa tidak merasa nyaman di rumah?” Sepertinya Nenek Ana mendengar ucapan Arsalan. Arsalan menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. “Bukan begitu, Nek. Hanya saja … aku kesepian. Orang tuaku selalu sibuk.” “Nak Arsa bisa main kemari. Mau berbagi cerita dengan Nenek pun boleh.” Sontak aku mendelik pada Nenek Ana dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Bisa-bisanya Nenek Ana menyuruh Arsalan kemari lagi. Tidak tahukah nenek aku sekuat tenaga menghindarinya? “Benarkah? Apa boleh, Nek?” Mata Arsalan berbinar-binar menatap Nenek Ana. Nenek Ana menatap padaku bingung, melihatku menggeleng-gelengkan kepalaku sedikit. Maksudku memberi isyarat agar nenek menolak halus Arsalan. Namun percuma saja, Nenek Ana tetap memperbolehkannya. “Tentu saja boleh.” Setelah Arsalan pergi. Aku segera mengeluarkan protesku pada nenek. “Nek, kenapa malah mengizinkan Arsalan kemari lagi?” “Kenapa sih, Fal? Bukannya dia temanmu? Lagi pula Nenek lihat anaknya baik dan sopan.” “Tapi, Nek …!” Aku bingung harus menjelaskan bagaimana pada Nenek Ana. “Tapi apa, Fal?” Nenek Ana menunggu jawabanku. “Tidak apa-apa, Nek. Falisha masuk dulu.” Aku akhirnya memendam jawabanku dan masuk kamar. Bagaimana aku menjelaskannya pada Nenek Ana? Apa aku harus berbicara bahwa aku takut jatuh cinta pada Arsalan? Atau aku harus bercerita bahwa di sekolah aku diganggu oleh kakak kelas perempuanku karena dianggap mendekati Arsalan? Lebih baik aku simpan saja sendiri. Aku tidak mau membebani pikiran Nenek Ana. Beliau sudah cukup terbebani dengan adanya aku di rumah ini. *** Hari-hari berikutnya aku bersekolah seperti biasa. Arsalan sesekali menghampiriku jika di perpustakaan, kami hanya membaca buku masing-masing tanpa mengobrol. Dan anehnya tiga kakak kelasku yang kemarin tidak lagi memarahiku. Aku bersyukur untuk itu, dan tidak mau tahu kenapa tiba-tiba mereka tak lagi menganggu. Istirahat kali ini aku memutuskan untuk tetap di kelas. Rasanya sedang malas ke perpustakaan. Setelah memakan bekalku, aku memilih memasang headset dan memutar musik di ponselku. Lagu hits di tahun 2012 ini. Mikha Tambayong - Cinta Pertama. Ada rasa yang tak biasa Yang mulai ku rasa Namun tak mengapa Mungkinkah ini pertanda Aku jatuh cinta Cintaku yang pertama Aku sedang menyandarkan badanku pada tembok menikmati lagu ini. Aku tersentak kaget, tiba-tiba ada Arsalan duduk di bangku sebelahku. Aku segera melepas headsetku. “Kak Arsa? Kenapa ada disini?” Aku menengok kesana-kemari seperti maling takut ketahuan mencuri. “Karena kamu tidak ada di perpustakaan,” jawabnya polos. Aku melihat di kelas hanya ada beberapa orang karena ini jam istirahat, sebagian besar pasti ke kantin. Tentu saja walaupun tidak banyak orang, teman-teman sekelasku melihat aneh pada aku dan Arsalan. Mengapa seorang Arsalan Daffa malah mendekati Falisha yang bukan siapa-siapa? “Kak, maaf bukan aku mengusir. Tapi seebaiknya Kakak pergi dari kelasku …,” ucapku hati-hati. “Kenapa? Kamu tidak suka aku disini?” Pertanyaan Arsalan membuat mulutku kelu untuk menjawab. Jika bisa aku menjawab jujur, tentu saja aku suka. Tapi aku lebih memilih tidak menjawab. “Baiklah, aku akan pergi. Maaf telah menganggumu.” Arsalan bangkit dari kursi dan berjalan ke luar dari ruang kelasku. Aku pun bernapas lega walau merasa tak enak hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD