1

888 Words
Desember, 2017 Kenangan indah masa SMA adalah hal yang paling sulit untuk dihilangkan. Masa putih abu yang penuh warna dan sangat mengesankan. Mulai dari cetita sahabat, cetita cinta, cerita para guru dan cetita tentang sekolah itu sendiri. Banyak rahasia dan misteri yang sudah teroecahkan dan bahkan sama sekali tidak pernah terpecahkan. Bagas Baskoro, siswa tertampan satu sekolah yang baru duduk di kelas X IPA sudah banyak mencuri perhatian baik teman satu angkatan dan kakak kelas terutama kaum hawa. Setiap hari di meja kelasnya tak pernah kosong. Mulai dari surat cinta yang hanya betupa lipatan kertas, surat yang tertutup dengan amplop senada dengan aroma wewangian yang membuat mual hingga buku surat dengan kualitas buku prmium yang berdesain unik. Tak hanya surat saja, bunga mawar, cokelat, kue, kotak makan betisi sarapan sudah berjajar membuat Bagas selalu geleng -geleng kepala. "Enak banget hidup kamu, Gas! Di puja puji banyak kaum hawa, pintar, kaya dan banyak yanga ngasih makanan. Pilih aja salah satu dari mereka. Masa iya, gak ada yang kamu suka," ucap Tino, teman satu bangku Bagas. Bagas menggelengkan kepalanya dan berucap, "Aku gak minat pacaran. Maunya ketemu perempuan yang membuat hati aku bergetar dan aku akan kejar dia lalu aku lamar dan aku nikahi saat itu juga." "Hah! Kalau dapetnya masih sekolah. Bakal kamu nikahi juga?" tanya Tino tertawa mengejek. "Iya. Aku sanggup. Banyak kan? Menikah diusia muda dan masih duduk di bangku SMA? Terus masalahnya apa?" tanya Bagas pada Tino. "Kamu merusak masa depanmu sendiri!" Bagas tak peduli apa pendapat orang lain. Bagas yang akan menjalani bukan orang lain. Dia sanggup. Maya adalah murid teladan di SMA itu. Ia seringkali memenangkan kontes terbuka olompiade sains tingkat Kabupaten. Hanya saja, Maya jarang membuka diri. Maya, gadis tertutup yang selalu memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya dan hodie dengan penutup kepala untuk menutup rambutnya. Itu Maya lakukan sejak SMP. Bruk! Bagas tak sengaja menabrak Maya yang baru saja keluar dari ruang perpustakaan hingga penutup kepala itu jatuh dan menampilkan rambut hitam yang pekat dan kemilau. Masker wajahnya pun ikut terlepas karena ikatannya putus. Bagas menatap Maya tanpa berkedip. Gadis itu benar -benar cantik. Maya tersadar kalau masker dan penutup kepalanya lepas langsung menutup wajahnya dengan buku yang jatuh berserakan. "Ini aku punya masker baru. Kebetulan belum aku pakai. Setidaknya bisa kamu pakai sebagai permjntaan maaf aku pada kamu," ucap Bagas memberikan satu plastik masker untuk Maya. Maya langsung ambil dan mengambilnua satu lalu memakainya. "Terima kasih," jawab Maya singkat. Maya sudah berdiri dan ingin segara pergi dari sana. "Eh ... Tunggu dulu. Kita belum kenalan. Aku Bagas, anak kelas X IPA. Kamu?" Bagas dengan semangat mengulurkan tangannya untuk berkenalan "Maya, XII IPA," jawab Maya singkat dan berlalu pergi tanpa menerima uluran tangan itu. "Hah? XII IPA? Mukanya imut banget, cantik." Bagas juga ingin pergi dan menemukan sebuah gelang cantik dengan inisial M. "Pasti milik Kak Maya," ucap Bagas mengambil gelang itu dan pergi. *** "Woy ... Kamu lagi ngapain tuh!" teriak Bagas sata melewati temlat sepi dan melihat segerombolan laki -laki dengan pakaian seragam yang tidak sama dengannya. Sudah pasti mereka anak dari sekolah lain. Mereka terkejut dan keluar dari semak -semak dengan pakaian berantakan. Bagas menatap seorang gadis yang terkapar ditanah. Enatah sadar atau tidak. "Weh .. Anak SMA sebelah nih! Sikat aja dari pada ganggu kita!" Bugh! Bugh! Bugh! Bagas mampu menumbangkan satu per satu musuhnya dengan tangan kosong. Dari gayanya mereka sedang mabuk. Mereka pun berlarian pergi dengan tunggang langgang. Bagas langsung mmebantu wanita yang terkapar itu. Dia adalah Maya, Kakak kelasnya. Keesokan harinya, Maya dan Bagas dipanggil ke ruang BP. Mereka disudutkan karena dianggap telah melakukan tidakan asusila. Ada bukti foto saat Bagas menggendong Maya. Padahal saatitu Bagas sedang membantu Maya. Tidak hanya mereka yang dipanggil ke ruang BP, orang tua Maya dan Bagas juga dipanggil ke Sekolah secara khusus. PLAK! Bastian menampar Bagas dengan sangat keras di hadapan Maya, Ibu Maya dan beberapa guru di sana. Maya sudah berkata jujur, Bagas juga sudah bicaraapa adanya. tetapi, semua guru sama sekali ta menanggapinya. "Kamu sudah mempermalukan Papa, Bagas! Jadi dia! Wanita yang selama ini membuat kamu gila kalau berada di rumah?" Bastian begitu marah. Bagas sendiri menunduk dan terdiam. "Sudah Om. Maya minta maaf. ini bukan salah Bagas, Om," ucap Maya membela Bagas dengan bersujud di kaki Bastian. "Sudah Maya! Biarkan saja. Itu urusan mereka. Urusan kita di sini sudah selesai. Ayo kita pulang!" titah Ibu maya dengan ketus lalu menggandeng Maya agar segera pulang ke rumah. *** Di Tengah Lapangan Basket ... "Maafkan aku, Gas. Karena aku, kamu jadi mendapatkan masalah besar." "Gak apa -papa, Kak Maya. Kak ... Bagas mau bicara sesuatu ..." "Apa itu Gas? Bilang aja ..." "Bagas suka sama Kak Maya. Perasaan ini sudah lama. Kak Maya mau jadi pacar Bagas?" Maya terdiam dan menatap lekat pada kedua mata Bagas yang penuh ketulusan. Lalu, Maya menggelengkan kepala pelan. "Maaf Gas. Aku gak bisa." "Kenapa Kak? Apa yang kurang dari Bagas?" "Aku harus pergi sekarang. Kamu lanjutkan sekolahmu dengan baik. See you, Bagas ..." "Kak Maya ..." Maya sudah berjalan menjauhi Bagas lalu menoleh lai ke belakang. "Aku akan menerima kamu, saat kita bertemu kembali nantinya." "Benarkah itu? Aku pegang ucapak Kak Maya ..." Maya hanya mengacungkan ibu jarinya lalu pergi dari sekolah itu. Hari itu adalah hari kelulusan anak kelas tiga. Maya sudah lulus dan ia akan melanjutkan hidupnya yang belum pasti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD