Bagas menatap Maya dari kursi kerjanya. Ia sudah mendapatkan info tentang Maya dengan mudah.
Maya masih tergeletak lemah di atas kasur empuknya. Ia tak menyangka kalau Maya menyimpan penderitaannya sendiri saja.
Bagas bangkit berdiri dan duduk di tepi ranjang. Tangannya mengusap pipi Maya yang mulu dan terlihat tirus. Wajah Maya masih sama seperti dulu, terlihat cantik alami walaupun tidak tersentuh make up sedikit pun. Ini yang membuat Bagas jatuh cinta pertama kali pada Maya. Gadis yang cuek tapi berprestasi. Gadis yang tidak ikut -ikutan tapi memiliki banyak kelebihan. Sayangnya, cinta Bagas pernah ditolak dulu. Entah apa alasannya?
Ibu jari Bagas menyentuh bibir tipis Maya. Ingin sekali ia mencicipi bibir yang sudah lama mengganggu pikirannya. Bagas menundukkan kepalanya dan mengecup bibir yang terasa dingin itu sambil melumat pelan.
Ini perama kalinya, Bagas merasakan ciuman pertama. Ciuman pada bibirnay yang selalu ia harap bisa ia berikan pada orang yang ia cina. Sayangnya, Bagas melakukannya di saat Maya tidak sadarkan diri. Andaikan benar terjadi dan ia bisa merasakan ciuman pertama seperti layaknya sepasang kekasih. Pasti akan sangat menyenangkan sekali.
Bagas menyentuh tanagn Maya dan meremat pelan lalu mencium pungung tangan itu denag penuh kasih sayang.
"Jadi istriku, May. Klaua kamu mau menerima, aku janji akan berubah. Aku akan menyelesaikan kuliahku dan aku akan bekerja keras unuk menafkahi kamu, May. Kamu di rumah saja, dan tidak perlu bekerja. Kamu cukup mengurus anak -anak kita kelak. Kalau kamu bahagia, umurmu juga pastinya akan panjang sekali," ucap Bagas lirih.
Bagas tidak mau melepaskan Maya lagi. Sekali pun pada ellaki yang ia lihat tadi saat berada di Kampus. Lelaki itu seperti lelaki tidak baik. Intinya semua laki -laki tidak cocok bersanding dengan Maya. Hanya dirnya yang cocok bersanding dengan Maya.
Tak lama, Maya pun tersadar dari siuman panjangnya. Ia mengerjapkan kedua matanya dan membuka lebar hingga dua bola mata itu menatap lekat pada Bagas yang sudah ada di depannya.
"Ka -kamu?" tanya Maya dengan bingung. Maya mengedarkan pandangannya ke segala arah dan kini melihat pakaian yang masih menempel dengan utuh di tubuhnya. berarti tidak ada yang terjadi apapun pada Maya.
"Kamu jangan bergerak dulu. Aku buatkan tehhangat dulu. Istirahatlah dulu," bisik Bagas denagn suara lembut.
Maya menggelengkan kepalanay pelan.
"Enggak. Aku mau pulang. Kalau aku tidak pulang, ibuku pasti akan dicelakai oleh dia. Aku mau pulang," ucap Maya pada Bagas.
edua mata Bagas membola. Apa yang sedang di bicarakan Maya ia tak paham. Apa yang sebenarnay terjadi pada Maya?
"Kamu kenapa May. Kamu teanng dulu. Nanti aku antar pulang," ucap Bagas mencoba menenangkan Maya.
Maya menggelengkan kepalanya.
"Tolong aku. Aku mau pulang sekarang." Maya mengucap dengan nada memohon. Kedua matanya tersirat kesedihan dan penderitaan yang sbegitu getir menyertai hidupnya.
Bagas menggenggam tangan maya dengan erat.
"May? Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Tolong ceritakan padaku," pinta bagas denagn serius.
"Gak ada. Gak ada yang terjadi apa -apa. Lagi pula, kamu siapa? Aku gak kenal," ucap Maya dengan bibir bergetar. Tangannya di tarik agar tak tersentuh lagi oleh Bagas.
Bagas menatap tangannya yang kini terasa hampa tanpa menggenggam tangan mungl Maya.
"Mau sampai kapan? Kamu menghindar dari aku, Maya?" ucap Bagas dengan tatapan lekat.
Maya terdiam. Ia tak bisa memungkiri perasaannya. Ia memang menyukai Bagas sejak lelaki itu berhasil menyelamatkan Maya dari pelecehan yang hampir saja terjadi. Namun sayang sekali, Maya harus bersikap seolah itu hal biasa saja. Ia tidak mau memberikan celah pada Bagas. Benar saja, Bagas pernah mengungkapkan rasa sukanya pada Maya dan sdah pasti Maya tolak tanpa denagn alasan yang jelas.
Seelah itu Maya pergi dari kehidupan Bagas. Maya tahu betul, kehidupan mereka sangat berbeda sekali, bagai langit dan bumi. Apalagi dengan kondisi Maya yang seperti ini? Maya tidak akan bisa membuat Bagas bahagia.
"Aku mau pulang," tegas Maya yang sudah duduk dengan tegak menatap Bagas. Lelaki itu masih sama seperti dulu. sangat tampan dan memiliki pesona yang memikat di hati Maya.
"Aku mau buatkan kamu teh hanagt dulu. Kamu harus makan dan minum obat, baru boleh pulang," jelas Bagas menunjukkan satu kantong berisi obat.
Obat itu ia temukan di dalam tas Maya. Maya membelalakkan kedua matanya dan emnatap Bagas denagn attaapn tidak suka.
"Kenapa kamu buka -buka tas aku?" sentak Maya dengan tatapan dingin.
"Aku tidak mencari sesuatu di dalam tas kamu. Tapi, doketr emmintaku membukanya. Mungki ada obat atau sesuatu ayng harus kamu minum tanpa boleh terlambat," jelas Bagas pada Maya.
Maya tertawa sinis. Ia harus menyembunyikan rasa sedihnya di depan Bagas. Maya mengambil obat itu dan menggenggamnya erat.
"Tolong! Jangan campuri urusanku lagi, Bagas!" jelas Maya pada Bagas menasiati.
Bagas memegang kedua tanagn Maya hingag gadis itu tak bisa bergerak sama sekali. Maya meronta hingga tubuhnya terlentang kembali dia ats kasu empuk itu.
"Urusan kamu menjadi urusanku May. Kamu masih ingat kan? Urusan kita waktu iu belum selesai. Kamu menantangku? Kamu bilang kalau kita ketemu lagi, berarti memang kita berjodoh. Kebetulan sekali, bukan? Memang takdir sudah menggariskan hidup kita untuk selalu bersama."
"Lepas Gas! Aku sudah punya tunangan," ucap maya pada Bagas.
"Aku tidak peduli, May! Aku hanya ingin kamu menjadi milikku sesuai tantangan kamu saat itu!" tegas Bagas yang langsung melumat bibir Maya.
Maya terdiam merasakan bibir seksi Bagas, sang idola di masa SMA itu sedanf menyusuri bibirnya dengan lembut.
Tubuh Bagas berada setengah di atas maya. Psoso Bagas masih duduk di tepi ranjang dan Maya sudah terlentang. Kedua tangannya terikat erat denagn tanagn Bagas yang masih mencium bibirnya dengan dengan pelan dan penuh rasa. Maya bisa merasakan cnta yang besar dan tulus dari Bagas. Bagas memang berbeda dengan Tio.
Berada di dekat Bagas, Maya merasakan ketenangan. Sedangkan berada di dekat Tio, Maya hanya merasakan ketakutan yang luar biasa. Mungkin karena ancamannya membuat Maya merasa terbebani menjalani hubungan dengan Tio.
Malam itu terasa dingin sekali. Maya ikut hanyut dalam permainan Bagas. Bagas selalu berbisik mengungkap kata cinta yang besar. Ia seperti menemukan permatanya yang hilang dan langsung ia genggam agartidak lagi terlepas.
Berawal dari ciuman di bibir yang merambah ke leher mulus Maya. Maya sama sekali tak berontak. Ia juga menginginkan ini sejak dulu. Maya menjaga semuanya hanya untuk Bagas. Memang takdir mereka udah digariskan untuk bersama walaupun terpisah beberapa tahun.