Jam dinding menunjukkan pukul 7 pagi. Vita segera beranjak dari pulau liur dan masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan Ashar, lelaki yang berstatuskan suami sekaligus kakak angkatnya masih bergelung maja di atas ranjang mereka.
Vita membersihkan diri lalu berhias sesimpel mungkin. Tak lupa ia menyemprotkan parfum aroma vanila kesukaannya sebelum memutuskan keluar dari kamar. Dilihatnya Surti yang sedang membersihkan perabotan rumah. "Bik Surti, Bik Denok mana?" tanya Vita, Surti yang melihat majikan wanitanya keluar dari kamar sang majikan tersenyum senang. Pasti badai yang menerpa kemarin sudah surut, pikir wanita itu.
"Mbak Denok di dapur No. Non Vita mau dibuatin apa biar Saya sampein ke Mbak Denok, Non?" tanya Surti mengehentikan kegiatan bersih-bersihnya.
"Tolong buatin sarapan sama s**u anget buat Mas Magrib ya Bik."
"Tuan Besar Almarhum Non?" tanya Surti kaget. Masa orang meninggal di buatin sarapan. Jangan-jangan mau dibuat sesajen lagi.
"Mas Ashar maksud Saya Bik." koreksi Vita membuat Surti manggut-manggut. Baru Surti akan melangkah ke dapur, bel rumah berbunyi membuatnya ingin berbalik kembali ke arah pintu utama. "Biar Saya yang buka Bik." kata Vita berjalan mengambil alih agar Surti tak repot.
"Ashar-nya ada?" tanya sang tamu pada Vita.
"Siapa ya?" Vita sebagai tuan rumah tentu menunjukan keramahan. Ya meski heran juga kenapa pagi-pagi sekali ada seorang wanita bertamu mencari suaminya. Berbeda dengan Uti yang kaget melihat seorang gadis dengan pakaian seksi membukakan pintu kediaman Ashar.
Nggak mungkin kan pembantunya Ashar berubah muda dan memakai baju yang terbilang mahal itu, batin Uti menilai sosok dihadapannya.
"Halo, kamu siapa? Ada perlu apa ya?" tanya Vita mulai jengkel karena si tamu sepertinya terserang setan mudek.
"Asharnya ada?" tanya Uti balik.
Vita menghembuskan nafasnya lelah. "Ada Mbak. Mbak ada perlu apa ya pagi-pagi sama Ashar?" selidik Vita.
"Tolong panggilkan Ashar boleh?”
"Silahkan masuk dulu kalau gitu. Biar saya panggilkan." Vita mempersilahkan Uti untuk masuk. Heran juga kenapa bukan menjawab ada perlu apa si tamu justru kekeh ingin bertemu Ashar.
"Siapa Non?" tanya Surti saat Vita beranjak masuk.
"Tamunya Mas Ashar Bik. Bibik tanyain mau minun apa ya, Saya mau bangunin Mas Ashar dulu." Surti mengangguk dan berjalan ke depan, sedangkan Vita masuk ke dalam kamar.
Vita mengguncangkan tubuh Ashar, bukannya bangun Ashar justru menggeliat dan mengubah posisi tidurnya. Kebo sekali, batin Vita. "Magrib, bangun ada tamu." Tak ada jawban.
"Mas.." Masih sama. Ashar bahkan tak bergeming.
"Mas Magrib." Dan kali ini Vita mulai kehabisan kesabaran. "MaGRIIIB, Banguuuun." teriak Vita.
Uti yang berada diruang tamu terlonjak kaget saat mendengar teriakan dari kamar yang dimasuki oleh wanita yang membukakan pintu untuknya. Kamar tersebut memang tidak tertutup sempurna.
"Sayang, masih pagi." jawab Ashar.
"Mas, ada tamu itu."
"Bobok lagi ya Vit. Ngantuk Sayang. Sini kamu bobok lagi." pinta Ashar. “Apa mau Mas bobok’in aja?!”
Uti yang mendengar ribut-ribut sedikit penasaran juga, apa yang terjadi di dalam kamar yang tidak tertutup itu. Kebetulan sekali pembantu yang menanyakan minum padanya sedang kebelakang. Dengan unsur penasaran yang tinggi Uti berjalan dan sedikit melongok ke dalam kamar. Betapa terkejutnya Uti melihat Ashar yang tanpa baju namun masih dengan selimut yang membungkus tubuhnya memeluk wanita yang membukakan pintu untuknya tadi.
"Kak Ashar." ucapnya agak keras sambil membekap mulutnya sendiri. Ashar yang mendengar suara orang memanggilnya sedikit menggeser kepala untuk melihat siapa gerangan pemanggil namanya.
"Loh, Uti ngapain disini?" tanya Ashar tidak melepaskan Vita dari tubuhnya, dari atas tubuhnya maksudnya. Ashar kan meluknya sambil berbaring.
"Uti?" tanya Vita bangun.
"Eh, kamu nggak kenalan sama dia dulu Sayang? Ya itu yang namanya Uti."
"Kamu ngapain di sini Ti?" tanya Ashar mau bangun.
"Heh!" peringat Vita sadis sambil melirik tubuhnya. Ashar baru ingat kalau dia hanya berbalutkan selimut saja di tubuh telanjangnya.
"Sayang, kamu keluar dulu ya ngobrol sama Uti aku ganti dulu." ucap Ashar tersenyum manis pada Vita.
"Mas, tuh bajunya udah gu.. aku siapin." kata Vita tak kalah manis. Mata Ashar berbinar senang mendengar perhatian Vita.
"Lo mundur." ucapnya pada Uti agar sedikit mundur, agar ia bisa menutup pintu kamar Ashar.
"Bik, balikin minumnya ke dapur." Kali ini Vita bertitah galak ke Surti yang datang membawa nampan dari dapur.
"Loh, nggak jadi Non buat tamunya?" tanya Surti.
"Buat Bik Surti aja." kata Vita santai, "jadi lo ada apa ke sini pagi-pagi setelah telepon Ashar pagi buta?" tanya Vita sambil mengacakkan tangan di pinggang.
"Gu.. gue..." gagap, Vita.
"Ngomongnya yang bener, ada apaan ke sini pagi-pagi ya, Mbak Uti? Gue tanya baik-baik loh!" Uti menelan ludahnya kasar, masalahnya baik-baiknya wanita di depannya ini pakai nada tinggi dan penekanan di setiap kalimat.
"Itu.. Ada perlu sama Ashar." Uti menyampaikan niatnya meski dengan ketergagapan.
"Perlu apaan? Gue yang wakilin." tegas Vita. Enak saja mau macem-macem sama suami orang.
"Loh, kok berdiri di depan kamar Vit?" tanya Ashar bingung ketika menemukan dua wanita tersebut di depan kamar bukannya ruang tamu.
"Papah masuk kamar deh." ketus Vita pada Ashar pakai embel-embel Papah.
"Loh, la ini ada tamu." sanggah Ashar bingung.
"SEKARANG! Apa Mamah yang masuk kamar?!”
"Tapi Vit.." belum selesai Ashar melanjutkan bantahannya Vita sudah menyela. Dosa nggak papa deh, dari pada suaminya terjerumus dengan cinta lama yang mungkin saja belum kelar itu, "atau GUE YANG KE KAMAR MAGRIB, kamar Surabaya!!"
Ashar yang mendengar nama kota dimana Mamah dan Papahnya berada tentu saja kalang kabut. "Iya Mah, iya. Papah ke kamar Mah." kata Ashar lalu mundur lagi masuk ke kamarnya.
"Papah?, Mamah?" tanya Uti kaget. Vita memandang Uti datar. "Salah suami istri nyebut Papah Mamah Mbak?" skak mat, pertanyaan Vita sejurus dengan niatnya yang memberitahukan Uti kalau Ashar itu sudah menikah. Dengan dirinya dong tentu saja.
"Suami istri?" lirih Uti menanyakan apa yang ia dengar.
"Iya Mbak Uti. Jadi gue mohon, Lo jangan telepon suami gue jam empat pagi. Sopan banget deh telepon orang jam segitu." kesal Vita pada akhirnya.
Prokk... Prok... Prok...
Icha dan Brandon yang berdiri di depan pintu rumah Ashar bertepuk tangan meriah melihat keganasan wanita yang katanya istrinya Ashar ini. "Gilaaa... Aku ada temennya Pah." kata Icha senang menyerahkan Arsen ke dalam gendongan Brandon.
Vita tentu saja mengenal wanita yang baru datang ini. Ini Icha istrinya Brandon sahabat Ashar. Sedangkan Uti, di kampus Vita pernah melihat punggung wanita itu juga sewaktu Uti berjalan meninggalkan Ashar dan James. Bersyukur dulu Vita menurunkan kaca mobil kan.
"Heh! Uti.. Uti... Lo ngapain coba ke rumah si Ashar? Dia udah move on dari lo Nyet.."
"Mah, bahasa!" peringat Brandon karena mereka tengah bersama Arsen.
"Hem... Dia udah move on dari lo Ti. Udah punya bini juga cakep, nggak kaya lo yang jelek tapi jual mahal. Lagian bukannya lo pacarnya si James ya? Ngapain lagi gangguin Ashar?" tanya Icha galak.
Vita bergidik. Kan harusnya yang marah Vita ya? Kok jadi Icha yang marahin si Uti?
"Kak Icha udah Kak."
"Bentar Vit, gue masih kesel nih sama di cewek mata duitan satu." tunjuk Icha ke arah Uti. "Heh lampir, dulu lo ditembak temen gue nggak mau gara-gara dia nembaknya biasa aja, cuman pake coklat sama boneka. Giliran James nembak ngasih jam tangan merk yahud lo terima.
"Vit, kamu dilamar Ashar pake apaan?" tanya Icha masih emosi, mengingat penghinaan si Uti dulu ke Ashar. Gitu-gitu Ashar tuh temen paling setia loh. Icha susah aja selalu bantuin meski rada nggak ikhlas.
"Nggak dikasih apa-apa Kak Icha, ya dilamar aja terus dinikahi." jawab Vita.
"Tuh, dengerin!" bentak Icha membuat Uti mengkerut dan malu.
"Sayang, udah belom?" tanya Ashar menyembul dari balik pintu.
"MASUK!!!" bentak Vita dan Icha bersamaan membuat Brandon dan Arsen tertawa berbarengan.