Wajah Ethan memucat pasi, darah seolah lenyap dari peredaran tubuhnya. Jantungnya berpacu gila, suara detakannya menggema di telinganya sendiri. Pupil matanya melebar, menunjukkan ketakutan yang mendalam. “Si-siapa? Zeron Athariz? Kalian pasti salah orang!” seru Ethan, suaranya naik satu oktaf, pecah di ujung kalimat. “Aku adalah sahabatnya, mana mungkin aku sampai berencana melakukan kejahatan untuknya!” Dia berusaha menyangkal tuduhan keji itu dengan sekuat tenaga, setiap kata dipenuhi kepanikan yang nyata. Matanya melirik panik ke arah pintu kamar yang tertutup rapat, di mana Lutvia bersembunyi. Firasat buruknya kini berubah menjadi kenyataan paling mengerikan yang pernah dia bayangkan. Pria bertubuh tegap itu tidak mengindahkan sanggahan Ethan. Tatapannya dingin, tanpa ekspres

