BAB 1

1066 Words
Pada masa abad ke 15, seluruh kerajaan di Benua Eropa mengalami kebencian yang sama terhadap penyihir, mereka menciptakan berbagai sayembara di wilayahnya masing-masing pada semua rakyatnya, untu memburu, menangkap, dan membunuh orang-orang yang diduga sebagai para penyihir. Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Spanyol, tepatnya di kota kelahiranku, Madrid. Aku yang merupakan anak bungsu dari keluarga bangsawan, hanya bisa menonton peristiwa mengerikan itu di dalam kastil mewah milik keluargaku, saat ayah dan ibuku, memerintahkan rakyatnya untuk melakukan perburuan penyihir di wilayah kekuasaannya. Sebenarnya aku menentang keputusan itu, aku tidak suka melihat manusia menyakiti sesamanya hanya karena perbedaan identitas atau semacamnya, menurutku, itu sangat jahat dan tidak manusiawi. Sayangnya, aku masih belum dianggap sebagai lelaki dewasa oleh keluargaku, meskipun saat ini usiaku sudah menginjak 21 tahun. Keluargaku masih menganggap Jonas Galileo—nama lengkapku—sebagai anak-anak yang tidak boleh ikut campur urusan orang dewasa, padahal aku sudah cukup matang untuk dapat berdiskusi dengan ayah, ibu, dan kakak-kakakku, tapi entah mengapa mereka semua  melarangku dan selalu menyuruhku untuk diam. Aku cemas pada keputusan yang mereka buat, menurutku itu adalah hal yang salah, stigma buruk yang melekat pada seorang penyihir sangat tidak masuk akal dan penuh kebencian. Memang benar, beberapa penyihir memang ada yang jahat, tapi tidak semua penyihir begitu. Menyamaratakan kaum tertentu hanya karena dari prasangka hanya menimbulkan kebencian yang tak berdasar dan dapat menyebabkan masalah yang fatal. Selain itu, aku menentang keputusan keluargaku juga karena aku memiliki sahabat yang berasal dari keluarga penyihir dan aku mengkhawatirkan kondisinya saat ini. Aku tidak ingin sahabat satu-satuku ditangkap dan dibunuh hanya karena prasangka buruk dari masyarakat. “Aku harus menyelamatkan Eric!” Tidak ingin diam saja di kastil, aku memutuskan untuk menyelinap keluar dan pergi menuju desa tempat tinggal Eric Garrow—nama sahabatku—berada. Awalnya aku sangat bingung apa yang harus aku lakukan agar bisa menyelamatkannya, tapi setelah melihat banyak warga yang menangkap beberapa penyihir di depan kastilku, amarahku jadi meluap-luap dan tidak tertahankan. Aku tidak ingin melihat Eric dan keluarganya ditangkap dan diperlakukan kasar seperti itu oleh masyarakat. Setelah berhasil melompat dari jendela kamarku dan mendarat tepat di permukaan rumput, aku langsung berjalan mengendap-endap sembari membungkukkan badan menuju kandang kuda yang ada di belakang kastil. Sesampainya di sana, aku segera memilih kuda yang sehat dan bugar, melepaskan ikatan yang mengekang badan hewan itu dan menunggangi punggungnya. Kudaku langsung berjalan keluar dari kandang  dan mengikuti arahanku untuk masuk ke dalam hutan belantara dan berlari kencang menuju desa tempat tinggal Eric.   Di tengah perjalanan, beberapa kali aku berpapasan dengan gerombolan warga yang berhasil menangkap seseorang yang diduga sebagai seorang penyihir dan menyeretnya dengan kasar di tanah. Itu adalah pemandangan yang sangat buruk dan mengerikan di mataku, aku tidak ingin melihat hal seperti ini terjadi di wilayah kerajaanku, aku sangat kecewa pada sikap keluargaku yang ikut-ikutan melakukan perburuan penyihir hanya karena kerajaan-kerajaan lain melakukan hal demikian. Itu adalah tindakan bodoh dan jahat. Aku benci mengungkapkannya, tapi jika suatu saat aku menjadi seorang raja, aku akan mengakhiri hal-hal penuh kebencian seperti ini untuk selamanya. Tidak ada satu orangpun yang pantas diperlakukan sekasar itu dan dibunuh, setiap orang berhak mendapatkan perlakuan baik dan hak yang setara sama dengan yang lainnya. Aku yakin, jika kerajaan memiliki ambisi semacam itu, rakyat akan hidup dengan damai. Lamunanku terhenti saat aku melihat sekilas seekor kelinci yang sekarat di tepi jalan, tidak ingin membiarkan hewan mungil itu berada di jalanan, aku langsung menghentikkan langkah kudaku dan mengajaknya menghampiri kelinci tersebut. Setelah itu, aku turun dari kuda dan berjongkok, memandangi kelinci yang sedang sekarat itu, entah mengapa melihat hewan mungil itu akan mati, membuatku sedih dan jadi semakin mengkhawatirkan nasib Eric. Bahkan pada hewanpun, aku tidak tega melihatnya mati kesakitan seperti itu. Langsung saja kuangkat tubuh kelinci itu dan membaringkannya di dalam semak-semak, agar setidaknya dia bisa mati dengan tenang tanpa harus terinjak oleh manusia yang lewat atau dimakan oleh predator. Selesai melakukan itu, aku kembali menunggangi kuda dan pergi dari sana, meninggalkan kelinci yang sedang sekarat itu sendirian. Sejujurnya aku masih ingin berada di sana, menemani kelinci itu agar dia tidak mati sendirian, tapi aku tidak punya banyak waktu lagi, aku harus segera menyelamatkan sahabatku sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya. Berhasil sampai di desa tempat sahabatku tinggal, aku segera mengarahkan kudaku untuk terus berlari menuju lokasi yang kutujukan, dan saat tepat berada di tujuan, aku terkejut pada pemandangan yang terjadi di depanku. Kini, rumah yang dulu ditempati oleh Eric sahabatku, telah hancur tak berbentuk, hanya menyisakkan puing-puing di permukaan tanah. Dengan badan yang gemetar, aku turun dari kuda dan mengerang. “Apa ini? Apa yang terjadi? Mengapa rumahnya hancur seperti ini?” Suaraku bahkan bergetar saat mengucapkan hal itu, aku benar-benar kebingungan menghadapi situasi seperti ini. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana dalam menyikapi hal buruk begini, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak boleh diam saja di sini dan membiarkan Eric mati di tangan warga, tapi aku tidak tahu dibawa kemana sahabatku berada, aku benar-benar bingung sampai dua lututku jatuh ke tanah dan sorotan mataku penuh kekosongan yang sangat hampa. Seketika aku mendengar suara jejak kaki dari seseorang, aku langsung menoleh dan menemukan seorang perempuan seusiaku sedang berjalan santai melewati rumah Eric yang telah hancur tak berbentuk. Ingin mendapatkan informasi banyak seputar nasib sahabatku, aku langsung beranjak bangun dan berlari menghampiri perempuan asing itu,  yang memiliki rambut hitam panjang sepunggung. Tampaknya gadis itu terkejut saat aku tiba-tiba mendekatiny dan menghalangi jalannya. “Eh? Kau mau apa? Jangan halangi jalanku!” pekik perempuan asing itu padaku karena kesal melihat tingkahku yang aneh. “Maaf jika aku menghalangi jalanmu, tapi aku ingin bertanya, apakah kau tahu apa yang terjadi pada keluarga yang tinggal rumah itu? Mengapa rumahnya bisa hancur dan berada di mana keluarga tersebut? Apakah kau tahu sesuatu? Tolong, beritahu aku jika kau tahu sesuatu, aku sangat membutuhkannya sekarang.” Mendengar apa yang kutanyakan, perempuan itu mengerjap-erjapkan matanya dan menghela napasnya sejenak. “Kau pasti bukan berasal dari sini, ya? Dari mana asalmu? Kelihatannya kau orang kota, ya?” “Apakah itu penting? Tolong jangan ubah topik pembicaraan, aku benar-benar membutuhkan informasi.” “Memangnya kau ini siapa? Apa hubunganmu dengan mereka?” “Aku adalah sahabatnya Eric! Aku kemari karena mengkhawatirkan keadaannya, aku tidak ingin membiarkannya ditangkap oleh masyarakat hanya karena identitasnya yang berbeda!” “Begitu, ya. Kau ini sahabatnya Eric, ya?” Aku menganggukkan kepala dan perempuan asing itu memicingkan mata padaku seolah-olah aku ini orang yang sangat aneh dan mencurigakkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD