Nicholas Arsen meringkuk di kamar tahanan VIP-nya yang terisolasi di Jakarta, sebuah ironi menyakitkan mengingat betapa luasnya dunianya dulu. Berkat koneksi lama dan uang yang diselundupkan oleh pengacara terakhirnya yang masih takut padanya—meski kini asetnya dibekukan dan dikejar—Nicholas mendapatkan privasi mewah yang seharusnya tidak dimiliki narapidana. Namun, kemewahan itu terasa seperti sangkar berlapis emas, menahan kegilaan dan kemurkaannya. Di dalam sangkar itu, Nicholas tidak tenang. Dia baru saja melihat liputan media global yang menampilkan foto-foto Zumena dan Jafran. Keputusan Jafran untuk berani muncul di depan publik, meski belum sempat melancarkan konferensi pers serangan balik, telah memicu kemarahan Nicholas ke titik didih. Dia berteriak, melemparkan telepon satelit

