Empat

1239 Words
Setelah insiden ciuman itu. Kini rumah Bara mulai tidak senyaman di awal. Ratna sering menemukan Bara kadang menatapnya, memperhatikannya dan terlihat sangat tertarik dengan bibirnya. Tatapan itu selalu tidak lepas dari bibir Ratna membuat gadis itu sedikit tak nyaman dengan sifat berbeda Bara sekarang. Dan kadang beberapa kali pria itu sering memaksa Ratna untuk berciuman meskipun dalam keadaan Ratna tidak terlalu mengerti apa yang sedang mereka lakukan. Setahu Ratna bukankah yang Bara lakukan padanya adalah sesuatu yang diharamkan. Karena Bara bukan suaminya, itu yang sering Ratna dengar dari guru mengajinya saat ia masih tinggal di desa. Ratna menatap wajahnya di cermin rias. Menyentuh bibirnya yang sudah sering dipermainankan, tak habis pikir apa yang ada di dalam benak Tuan Bara disetiap ada kesempatan bisa sempat-sempatnya menyeret tubuh Ratna ke arah dapur dan menciumnya dengan brutal di sana. Ratna juga bisa rasakan ada sedikit luka di bagian sudut bibirnya. Mungkin akibat gigitan gemas Bara tadi pagi. "Kenapa dengan Tuan? Beliau jadi seperti hantu yang suka makan bibirku tiap hari." Ratna berguman sedih. Ia tidak mau terus diperlakukan seperti ini. Ratna melirik sebuah kain yang ada di laci nakas. Ya, mungkin ini satu-satunya cara untuk membuat Tuan Bara berhenti. Ratna harus memakai ini agar bibirnya tetap aman. Ratna mulai memakai kerudung segi empat di kepalanya. Bangkit berdiri lalu keluar dari kamar. Melangkah ke dapur untuk membuat makan malam mungkin Bara akan pulang beberapa menit lagi. Mumpung Arsya masih sibuk dengan gamenya di sofa ruang televisi. Ketika fokus dengan masakan. Tiba-tiba Ratna merasakan ikatan tangan seseorang terasa melingkar di perutnya sontak itu membuat Ratna terkejut lalu lehernya di tarik ke belakang. Dan bibir Bara kembali menyentuh bibirnya. "Tuan." Ratna menyingkirkan tubuh Bara yang menempel di tubuhnya. Padahal ia sudah memakai pakaian serba tertutup seperti ini. Tuannya masih berani melakukan hal-hal yang diharamkan. "Jangan sentuh saya sembarang Tuan. Bukan muhrim." Bara baru sadar. Kini matanya memperhatikan penampilan Ratna dari atas sampai bawah. Wanita ini sedang memakai gamis ditubuhnya dengan kerudung segi empat persis dengan waktu pertama kali ia melihat Ratna di rumah Regan. "Kamu ngapain pakai gamis dan kerudung. Bukannya kamu biasa pake rok panjang sama kaus aja?" "A-anu Tuan, saya sengaja pake pakaian ini biar Tuan ndak makan bibir saya terus." Kening Bara berkerut. Ia mematikan kompor lalu membawa tubuh mungil Ratna dan memejokannya di pintu kulkas. "Bukannya kamu suka jika aku makan bibir kamu?" Ratna refleks menggeleng sebagai jawaban. "Ndak Tuan, Ratna ndak suka." Ratna terdiam gelisah. Ia jujur mengenai ini. Ia tidak suka jika Bara memakan bibirnya terus. Terlebih bukankah dosa jika mereka terus melakukan itu. Tuan Bara bukan suaminya. Almarhumah ibu suka bilang jadi wanita harus seperti burung merpati. Mereka jinak tetapi susah untuk didapatkan. Jika laki-laki itu bukan suamimu kamu jangan berani sampai memberikan seluruh bagian tubuhmu kepada pria itu. Itu perbuatan dosa nduk. Ingat, pesan ibu. Dan salah satu bagian tubuhnya kini sudah di dapatkan Bara. Bibirnya selalu jadi sasaran Bara tiap hari untuk di lumat habis-habisan. Dan itu dosa. Ibunya pasti sedang marah melihatnya dari langit sekarang. Bara menatap Ratna, ia tidak tahu mengapa Ratna jadi berubah seperti ini. Yang ia tahu kesalahan kini sedang terjadi pada otaknya. Bermula dari ketidak sengajaan Ratna yang mencium bibirnya saat jatuh di tangga, lalu tanpa memakai otak waras Bara malah mencium Ratna kembali membuat ia jadi ketagihan mencicipi rasa manis dari mulut gadis desa. Terasa berbeda saja ketika terakhir ia berciuman dengan mantan istrinya. Ada rasa asing yang menjalar di dadanya saat pertemuan bibir mereka menyatu. Bara tahu ia salah memanfaatkan kepolosan Ratna untuk kepentingan pribadi. Tetapi bibir Ratna benar-benar tidak mengecewakan. Gadis udik amatiran itu benar-benar terasa nikmat saat mulut Bara menyecapnya. "Kenapa tidak suka? Apa ciumanku terlalu kasar?" Ratna terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "S-saya ndak tau Tuan. Tapi saya teringat nasehat ibu, katanya ndak boleh ada cowok selain suami yang mencium saya." Bara membuang napasnya. Nasehat kolot itu tidak berlaku untuk jaman sekarang. Bahkan diluaran sana ada yang lebih dari ini. Tetapi Bara juga tidak bisa mengelak bahwa nasehat ibu Ratna ada benarnya. Hanya saja sekarang Bara telah meningalkan otak warasnya. Yang saat ini terngiang di benaknya adalah rasa dari tubuh Ratna. Entah kenapa Ratna terasa berbeda. Membuat Bara semakin penasaran untuk berbuat lebih. Bara mengusap pipi tirus Ratna dengan lembut. "Ayahmu sedang butuh uang untuk pengobatan kan?" Ucapan Bara membuat Ratna mendongkak menatapnya. "Iya Tuan. Bapak saat ini lagi butuh uang buat berobat jalan. Dan saya juga harus membiayai makan Bapak dan Adik saya." "Kamu punya adik?" "Punya Tuan. Kelas 6 SD. Siti namanya." "Jadi Bapakmu di rawat gadis kecil berusia 12 tahun?" Ratna mengangguk. "Iya Tuan. Pagi Siti akan sekolah dan menitipkan Bapak ke tetangga, ketika pulang baru Siti yang mengurusnya." Sebenarnya ini keterlaluan. Kehidupan Ratna sudah begitu pelik dengan beban derita yang terjadi pada hidupnya. Tetapi Bara malah mengulurkan tangan dan sedikit mengambil keuntungan dari kepolosan Ratna yang begitu memprihatinkan. Sudah lama gairahnya mati. Meskipun dengan istri secantik Jihan pun Bara merasakan bahwa hormon seksualnya tiba-tiba menyusut menjadi angin begitu saja. Entah mengapa setelah mempunyai Arsya ia tidak tertarik lagi dengan tubuh wanita. Dan itu pula yang menyebabkan mereka bercerai. Kadang ia sempat berpikir apa hormon seksualnya sudah berganti mengarah ke pria. Namun jawabannya Bara tetap jijik melihat pria meliuk tanpa tulang. Satu hal Bara masih normal. Hanya hormon seksualnya yang tidak normal. Ketika bibir Ratna menyentuh bibirnya. Entah kenapa yang mati itu kini bangkit kembali. Bara selalu merasa b*******h setelah ia mencium Ratna. Dan itu sangat langka. Maka dari itu ia ingin mencoba apa hasratnya masih sama seperti dulu saat awal penikahan dengan Jihan jika ia melakukan hal intim dengan Ratna. Terdengar jahat memang. Tetapi Bara benar-benar tidak bisa melepaskan rasa asing ini di dalam tubuhnya pada wanita lain. Harus Ratna yang menuntaskannya. "Kamu mau dapat uang banyak gak? Gaji dari hasil kerja sambilan?" Kening Ratna mengerut terlihat sangat bingung dengan ucapan yang Bara lontarkan. "Kerja sambilan itu apa Tuan?" "Pekerjaan tambahan. Selain kamu membereskan rumah ini dan mengurus Arsya. Ketika mengerjakan pekerjaan itu kamu akan dapat tambahan gaji, dan nominalnya lumayan banyak. Cukup untuk membantu pengobatan dan menghidupi keluargamu di kampung." "Wah saya mau Tuan. Saya mau kerja sambilan. Bapak dan Siti pasti senang saya kirim uang yang banyak untuk mereka." "Benar. Kamu mau?" Ratna mengangguk antusias. Dari senyuman polos itu ia tidak tahu bahwa kehidupan mulai akan berubah setelah Bara menyunggingkan seringaian di ujung bibirnya. "Baiklah jika kamu mau. Pekerjaan sambilanmu yang pertama. Setelah menidurkan Arsya kamu harus bawa teh hangat ke kamarku." Ratna terlihat mengangguk. Pekerjaan sambilan yang sangat gampang bagi otak polos Ratna yang tidak mengerti bahaya yang mengintai di balik pintu kamar Bara nanti malam. Bara hanya tersenyum kecil. Mengusak surai hitam Ratna yang terlapisi kerudung berwarna hitam. Lalu mulai berlalu dari ruangan dapur. Membiarkan Ratna menyelesaikan acara memasaknya. Dan ia sendiri akan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Sebelum waktu untuk menikmati tubuh Ratna tiba. Dan membuatnya sibuk. Semoga kali ini. Hormon seksualnya bekerja dengan baik. Tidak mati seperti dulu seperti saat digoda Jihan habis-habisan tetapi ia sama sekali tak terangsang dan tak tertarik sedikitpun untuk menyentuhnya. Padahal kala itu Jihan adalah wanita yang berstatus sebagai istrinya, wanita yang sudah melahirkan keturunan untuknya. Mungkin kali ini Bara harus mempersiapkan segalanya. Jangan membuat Ratna hamil atau jangan biarkan wanita itu mengandung darah dagingnya. Bara tidak mau mempunyai anak lagi. Ia tidak mau hidup tersiksa dengan ketidak normalan yang terjadi seperti pada tubuhnya belakangan ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD