Bab 7

2189 Words
Elena berdiri di depan pintu ruang operasi, menunggu kabar dari dokter dengan perasaan cemas yang mencengkeram benak. Dia berjalan mondar-mandir sambil menggigit bibir. “Kau harus bertahan, Ibu. Aku akan melakukan apa pun untuk menyelamatkanmu,” gumam Elena. Sean datang dari arah yang berlawanan, langkahnya mantap dan penuh percaya diri. Ketika dia menghampiri Elena, tatapannya penuh kendali. “Bagaimana operasinya?” tanya Sean. Elena menggelengkan kepala. “Operasinya belum selesai.” Tepat setelah Elena menjawab pertanyaan Sean, pintu ruang operasi dibuka. Dokter Evans keluar sambil membuka masker medisnya. Dia menghampiri Elena dengan senyum lega. "Operasi berhasil," ujar Dr. Evans singkat. Elena nyaris menangis karena merasa lega. "Terima kasih," bisiknya pelan. “Tapi ….” Dokter Evans menjeda ucapan, membuat jantung Elena berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya. “Ibumu masih membutuhkan penanganan intensif untuk cidera yang lain. Seperti yang aku katakan kemarin, ibumu mengalami beberapa cidera serius.” “Kumohon, Dokter. Lakukan apa saja untuk menyelamatkan ibuku.” Elena memohon dengan mata berkaca-kaca. “Tentu, Elena.” Dokter Evans melihat sekilas pada Sean, lalu berkata, “Kami akan melakukan yang terbaik.” “Terima kasih, Dokter.” Elena tidak kuasa menahan air mata yang menetes di wajahnya. “Ibumu sedang dipersiapkan untuk dibawa kembali ke kamarnya,” kata Dr. Evans sebelum pergi meninggalkan Elena dan Sean. “Aku turut senang mendengarnya,” ujar Sean, menarik atensi Elena. “Ini semua berkat dirimu,” balas Elena. Sean mengangguk kecil. “Apa pun yang kau butuhkan, kau bisa menghubungi Jake untuk meminta bantuan.” Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Elena dan berbisik, "Kau hanya perlu ingat kesepakatan kita." Elena membeku. Tidak ada yang bisa dia katakan ketika Sean perlahan mundur dan berbalik meninggalkannya. Matanya memejam, bibirnya tersenyum getir. Ada harga yang harus dia bayar untuk semua yang Sean berikan. Tanpa disadari oleh keduanya, Josh berdiri di ujung lorong, mengamati dengan ekspresi yang sulit ditebak. Dia menunggu hingga Sean pergi untuk menghampiri Elena. "Jadi … ini caramu sekarang?" Suara yang dikenalnya membuat Elena terkejut. Josh berdiri tak jauh, matanya memperhatikan Elena dengan tatapan sinis. Elena menegang. "Josh? Apa yang kau lakukan di sini?" Pria itu mendekat, tangan dimasukkan ke dalam saku celana. "Aku mendengar tentang kecelakaan ibumu. Aku datang untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Tapi ternyata aku malah menemukanmu bersama Sean Blackwood." Elena menghela napas berat, mencoba menenangkan hatinya yang mulai berdebar. "Dia membantu ibuku. Itu saja." Elena malas basa-basi. Mata Josh menyipit. Dia menyandarkan tubuhnya pada dinding. "Membantu? Sean Blackwood tidak pernah melakukan sesuatu tanpa pamrih. Kau tahu itu?" Elena mengepalkan tangannya, berusaha tetap tenang. "Apa yang kau inginkan, Josh? Kita sudah berakhir. Kau tidak perlu ikut campur dalam urusanku.” Josh mendengus pelan, senyum sinis muncul di wajahnya. "Tentu saja. Kau selalu menemukan alasan, bukan? Tapi bagaimana kau menjelaskannya, Elena? Apa yang sebenarnya kau jual untuk mendapatkan bantuannya?" "Aku tidak menjual diriku," bantah Elena, nadanya penuh amarah. Dia melangkah mendekati Josh, mencoba mengintimidasi balik, meski tubuhnya sedikit gemetar. “Kaulah orang yang berselingkuh, bukan aku. Jadi jangan coba-coba memutar-balikkan fakta dengan membuatku terlihat buruk!” "Benarkah?" Josh tertawa kecil. "Karena dari sudut pandangku, kau terlihat seperti wanita yang bersedia melakukan apa saja demi uang. Sean Blackwood hanya membeli apa yang dia inginkan, Elena." Elena menatap mantan kekasihnya dengan penuh kebencian. "Pergilah, Josh! Kau tidak berarti apa-apa lagi bagiku. Jadi kau tidak perlu berdiri di sini dan berpura-pura peduli!" Josh mengangkat tangannya, seolah menyerah. "Baiklah, kalau itu yang kau inginkan. Tapi izinkan aku memberimu satu nasihat: Sean Blackwood bukan pria seperti yang kau pikirkan. Dia berbahaya, Elena. Dia memanfaatkan orang-orang sepertimu untuk keuntungannya sendiri." Elena tidak menjawab, tetapi wajahnya memerah karena marah. Dia berbalik untuk pergi, tetapi Josh memegang lengannya, menghentikan langkahnya. "Kau tidak akan selamat darinya," lanjut Josh, suaranya lebih rendah, tetapi penuh penekanan. "Dan kau tahu itu." “Persetan denganmu, Josh!” Elena menatap mata pria itu dengan amarah. “Kenapa kau tidak pergi saja dan urus jalangmu itu, huh?” “Aku hanya main-main dengannya, Elena. Aku pikir kau adalah wanita yang setia, tapi apa yang kutemukan di sini? Ternyata kau sama saja seperti jalang di luar sana,” desis Josh. “Apa yang terjadi di sini?” Ketegangan di antara mereka terputus saat suara langkah mendekat. Jake, asisten setia Sean, muncul di ujung lorong dengan ekspresi dingin. Dia berjalan ke arah mereka dengan langkah cepat dan tegas. Josh melepaskan tangan Elena, tetapi tidak mundur. Tentu dia mengenal siapa yang datang itu. Namun, dia sadar betul bahwa Sean memiliki pengaruh yang lebih besar. Berurusan secara langsung dengan orang-orang dari Blackwood Corp adalah bencana. Jake berhenti tepat di depan Josh, tubuhnya yang tinggi memberikan kesan intimidasi. Matanya menyipit, seolah mengingat-ingat sesuatu. "Josh Carter, huh?” tebaknya. Dia kemudian menoleh pada Elena dan bertanya, “Apa kau mengenalnya, Nona Elena?” Elena mengangkat dagu, menatap Josh dengan kebencian. “Dia hanya orang tidak penting dan tidak memiliki kepentingan di sini.” Sudut bibir Jake terangkat samar. Dia berpaling pada Josh dan berbicara dengan nada datar, tetapi penuh intimidasi. “Kalau begitu, biarkan aku memberimu kenyataan lain, Tuan Carter. Menjauhlah dari Nona Elena, atau kau akan berurusan langsung dengan Sean Blackwood." Josh terkekeh kecil, tetapi tidak menyembunyikan ketidaksukaannya. "Tentu saja. Kalian semua sama saja. Menggunakan kekuasaan untuk mengontrol orang lain." Jake begerak lebih dekat, hingga wajah mereka hampir sejajar. "Anggap ini peringatan terakhir. Kau mungkin menganggap Nona Elena sebagai masalah kecil, tapi bagiku, dia adalah prioritas. Jangan coba-coba melanggar batas." Josh menatap Jake beberapa detik sebelum akhirnya mundur. Tidak ada nada tinggi dalam kata-kata Jake, tetapi berhasil membuatnya gentar. "Baiklah," katanya, dengan senyum sinis yang tidak pernah hilang dari wajah. Dia menggulir pandangan pada Elena, lalu berkata, "Jangan katakan aku tidak pernah memperingatkanmu." Josh berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Elena yang masih terpaku di tempatnya. Jake menoleh pada Elena dengan ekspresi yang sedikit melunak. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara lebih lembut. Elena mengangguk perlahan, meski hatinya masih terasa kacau. "Terima kasih atas bantuanmu," bisiknya. “Jika aku boleh tahu, apa hubunganmu dengan Tuan Carter, Nona Elena?” tanya Jake. “Dia … mantan pacarku,” jawab Elena dengan sedikit ragu. Jake mengangguk-angguk kecil. “Kau tentu sudah membaca setiap klausul dalam surat perjanjian itu, bukan?” “Ya, aku sudah membacanya. Jangan khawatir, aku pastikan kalau aku tidak sedang menjalin hubungan dengan pria mana pun. Josh… dia berselingkuh dengan sahabatku. Jadi, aku tidak akan mungkin kembali padanya.” Buru-buru Elena menjelaskan, agar Jake tidak salah paham tentang hubungannya dengan Josh. “Itu bagus karena Tuan Blackwood tidak suka dengan pengkhianatan.” Kata-kata itu memang terdengar sederhana dan biasa saja, tetapi bagi Elena kalimat itu mengandung peringatan keras yang dapat mengancam hidupnya dan ibunya. Jake tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya mengangguk dan berbalik, meninggalkan Elena sendirian dengan pikirannya yang berputar-putar. Elena menghela napas lega. Ibunya masih butuh banyak biaya untuk pengobatan. Dia tidak akan membiarkan Josh mengacaukan semuanya. *** Elena duduk di samping ranjang ibunya, memegang tangan yang lemah itu dengan lembut. Alat-alat medis mengelilingi wanita yang paling dia cintai, bunyi ritmis monitor menjadi satu-satunya suara di ruangan. Elena menatap wajah ibunya yang masih tak sadarkan diri, dan air mata mengalir tanpa henti di pipi. Rasa bersalah terasa semakin menyesakkan d**a. Dia tak akan lupa pesan ibunya yang selalu terngiang-ngiang di telinga. “Kau adalah putriku satu-satunya, Elena. Kau telah tumbuh menjadi wanita yang cantik. Pasti akan banyak pria yang tertarik padamu. Tapi kau harus ingat satu hal, sayangku. Wanita terhormat tidak dinilai dari seberapa banyak kemewahan yang dia miliki, tetapi dari kemampuannya menjaga harga diri.” "Maafkan aku, Ibu," bisiknya, suaranya bergetar. "Aku tidak punya pilihan. Semua ini... aku lakukan untuk menyelamatkanmu." Dia membungkuk, mencium tangan ibunya yang dingin. Setiap detik yang dia habiskan di ruangan itu terasa seperti beban. Rasa bersalah menghantamnya tanpa ampun, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap bertahan demi sang ibu. Setelah beberapa saat, Elena berdiri. Dia menyeka air mata, mencoba menguasai dirinya. "Aku akan segera kembali, Bu. Aku perlu mengambil beberapa barang di apartemen," katanya, seolah ibunya bisa mendengar apa yang dia katakan. Lorong rumah sakit terasa sunyi saat Elena berjalan keluar. Dia melangkah cepat menuju taksi yang menunggu di depan. Pikirannya dipenuhi dengan keputusan-keputusan yang dia buat selama beberapa hari terakhir. Dia berharap perjalanan ke apartemennya dapat memberikan sedikit ruang untuk bernapas. Namun, saat dia sampai di apartemen dan membuka pintu, sebuah suara mengejutkan membuatnya membeku. "Elena." Suara itu penuh dengan nada ancaman yang dingin. Dia menoleh dengan cepat. Josh berdiri di ambang pintu, matanya berkilat dengan sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Elena, suaranya serak karena ketakutan. “Apa kau mengikutiku?” tuduhnya, curiga. Josh melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. "Aku datang untuk bertemu denganmu. Kita belum selesai, Elena." Elena mundur beberapa langkah, punggungnya hampir menempel pada dinding. "Pergilah, Josh. Aku tidak ingin berurusan denganmu lagi." Josh tertawa kecil, langkahnya mendekat. "Kurasa kau tidak punya pilihan. Kau pikir kau bisa bersembunyi dari kenyataan? Kau milikku, Elena. Selalu begitu." “Tidak!” Elena berujar tegas, matanya berkilat marah. “Di antara kau dan aku sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Sebaiknya kau pergi dari sini atau aku akan menghubungi polisi!” ancam Elena, mengambil ponsel dari dalam tas dan menunjukkan keseriusannya. Josh meraih lengan Elena dalam gerakan yang sangat cepat, menariknya dengan paksa. Ponsel Elena terlempar, jatuh di kolong sofa agak jauh darinya. Elena berusaha melepaskan diri, tetapi kekuatannya tidak sebanding. “Tidak ada siapa pun di sini, Elena. Hanya kau dan aku. Tidak akan ada yang menolongmu.” Josh mendorong Elena ke sofa, menahan tubuh wanita itu dengan berat badannya. "Hentikan! Lepaskan aku!" Elena berteriak, suaranya dipenuhi kepanikan. Josh mengabaikannya. Dia menyeringai, matanya berkabut dipenuhi gairah. “Menjeritlah, Elena! Aku ingin mendengarmu menjerit di bawah tubuhku.” “Tidak! Lepaskan aku!” Elena meronta sekuat tenaga, tapi semakin dia melakukannya, semakin kuat Josh menahan tangannya. “Kenapa, Elena?” Josh menatap mata Elena. “Kau selalu menolak untuk tidur denganku, tapi lihat yang kau lakukan sekarang.” Mata Josh memandang tubuh Elena dengan tatapan penuh nafsu. “Kau menjual tubuhmu pada Sean Blackwood.” Tangan-tangannya mulai bergerak dengan niat yang jelas, dan Elena melawan dengan sekuat tenaga. Namun, Josh terlalu kuat, dan dia mulai kehilangan harapan. Tiba-tiba, suara keras menghentikan Josh. "Aku sarankan kau melepaskannya, Tuan Carter! Sekarang juga!" Suara itu dingin dan memerintah. Josh menoleh, dan wajahnya langsung berubah ketika melihat Jake berdiri di pintu, dengan ekspresi penuh amarah. Dalam sekejap, Jake bergerak ke arah Josh dan menariknya dengan paksa dari tubuh Elena. Josh terhuyung, tetapi sebelum dia sempat bereaksi, Jake mendorongnya ke dinding dengan kekuatan yang mengejutkan. "Apa kau sudah gila?" Jake berdesis, matanya menyala dengan ancaman. "Kau pikir kau bisa menyentuhnya tanpa konsekuensi? Bukankah aku sudah memperingatkanmu? Jauhi Nona Elena maka kau akan selamat." Josh mencoba bersikap santai, meskipun jelas dia takut. "Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan." Jake mendekatkan wajahnya pada Josh, berbicara dengan nada yang rendah namun penuh ancaman. "Aku tahu persis siapa dirimu, Tuan Carter. Dan kuharap kau juga tahu siapa yang sedang kau lawan. Sean Blackwood bisa membuatmu bangkrut dalam hitungan detik. Jadi, jika kau menghargai hidupmu, jauhi Nona Elena!" Josh terdiam, wajahnya memucat. Dia pikir bisa menggertak Jake, tapi ternyata tidak semudah itu melakukannya. Dia memandang Jake, lalu pada Elena yang masih terisak di sofa. "Ini belum selesai," katanya sebelum melangkah pergi dengan terburu-buru. Jake berbalik ke arah Elena, ekspresinya melunak. "Kau baik-baik saja?" tanyanya pelan. Elena mengangguk, meskipun tubuhnya masih gemetar. "Terima kasih, Jake." Jake memeriksa Elena dengan cepat, memastikan dia tidak terluka. "Apa yang kau lakukan di sini? Kau seharusnya berada di rumah Tuan Blackwood." Elena menunduk, mencoba menenangkan dirinya. "Aku perlu mengambil beberapa barang. Aku tidak bisa meninggalkan semuanya begitu saja." Jake menghela napas, lalu mengangguk. "Baiklah. Tapi kita harus pergi sekarang. Tuan Blackwood sudah menunggumu. Ambil apa yang kau butuhkan dengan cepat. Tuan Blackwood tidak suka menunggu lama." Elena hanya bisa menurut. Dia mengambil beberapa barang yang dia butuhkan dan memasukkannya ke dalam sebuah tas. Jake mengantarnya keluar dari apartemen, memastikan semuanya aman sebelum mereka menuju mobil yang menunggu di luar. Ketika mereka tiba di rumah Sean, Elena merasa seperti kembali ke penjara yang mewah. Jake mengantarnya ke pintu, lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Elena berdiri di depan kamar Sean, ragu-ragu sebelum mengetuk pintu. "Masuk," suara Sean terdengar dari dalam. Elena membuka pintu dan melangkah masuk. Pandangannya tertuju pada Sean yang sedang duduk di atas tempat tidur, bertelanjang d**a, tatapannya dingin dan penuh kendali. "Apa aku harus mengingatkanmu tentang kesepakatan kita?" tanyanya tanpa basa-basi. Elena menggeleng pelan, suaranya nyaris tidak terdengar. "Tidak." “Lalu kenapa kau tidak mematuhiku?” Suara Sean terdengar tajam. “Maafkan aku,” kata Elena dengan suara lirih. "Lepaskan pakaianmu!” printah Sean yang membuat Elena spontan mengangkat wajahnya. “Apa aku harus mengulang kata-kataku?” Tatapan Sean menajam, ekspresinya tak terbantah. Elena merasakan seluruh tubuhnya menegang, tetapi dia tahu bahwa dia tidak punya pilihan. Dengan tangan gemetar, dia mulai melepas pakaian satu per satu, merasa harga dirinya hancur di setiap detiknya. Sean hanya duduk di sana, memperhatikan tanpa ekspresi. Ketika Elena selesai, Sean berdiri dan melangkah mendekatinya. Matanya memindai tubuh Elena, dan dia berbicara dengan nada rendah yang penuh makna. "Selamat datang di hidup barumu, Elena."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD