Kemudian ayah Michael merebut kunci mobil dari tanganku, ia menghentikan langkahnya di hadapanku, “saya tidak akan tinggal diam, nyawa kamu ada di tangan saya.”
Aku berusaha untuk mengatur nafasku, “Michael, kamu seharusnya ikut dengan mereka aja, aku bisa kok di sini sendirian.”
Aku merubah pikiranku setelah mendengar ancaman dari Ayah Michael. Aku tidak mau hidup bersama Michael dengan bayang – bayang ayahnya yang selalu menghantui kami berdua, terutama aku.
“Loh, kenapa kamu berubah pikiran?” tanya Michael, lalu ia menggenggam tanganku.
“Ayah jangan sekali – kali mengancam Michelle lagi. Dia ini belahan jiwaku, aku gak mau seorang pun menyakiti dia. Termasuk ayah,” Murka Michael.
Amarah di dalam diri ayah Michael semakin meningkat saat mendengar Michael yang membelaku mati – matian.
Lalu ayah Michael mendekatiku dan mencekik leherku, Michael dengan sigap menarik tangan ayahnya, “berhenti, aku akan ikut dengan ayah ke New York asalkan jangan sakiti Michelle lagi.”
“Dasar cewek murahan, jangan kamu dekati anak saya lagi. Kamu gak pantas menjadi pendamping Michael,” hina ayah Michael kepadaku.
“Michelle memang tidak pantas bersanding dengan anak bapak,” ujar Chris yang tiba – tiba muncul di hadapan kami.
Ia berjalan masuk ke dalam rumah dan berdiri di depanku, “saya tidak mau kalau Michelle di remehkan di sini. Saya akan selalu ada buat Michelle kapanpun dia butuh. Bapak dan anak bapak sama arogannya.”
“Apa kamu bilang? Arogan? Kamu itu sama sekali tidak punya attitude. Kalian berdua sepertinya cocok ya. Yaudah kalau gitu, ayo Michael kita pergi dari sini,” ujar ayah Michael.
“Chris, ngapain lu di sini? Pergi sana gak usah ikut campur urusan gue,” usir Michael.
Chris mendekati Michael dan menarik kerah kemeja Michael dengan kuat, “Michelle ini teman gue dan gue sayang sama dia, lu gak berhak ngelarang gue,” balas Chris.
“Dia ini udah jadi punya gue, lu gak usah gangguin kita lagi!” murka Michael.
“Lu ingat gak? Kalau waktu dulu lu dekatin Michelle cuma gara – gara lu masih dendam sama gue?” tanya Chris.
Pertanyaan yang dilontarkan Chris membuatku terkejut.
Michael menatapku sekilas lalu ia menarik kerah baju Chris, “jangan asal ngomong ya sama gue.”
Chris tersenyum tipis, “memang iya yang pertama kali ketemu Michelle itu bukan gue, tapi setelah lu tau gue suka sama Michelle, dengan semaksimalnya lu berusaha buat Michelle jatuh cinta.”
“Tapi gue beneran cinta sama dia sekarang!” teriak Michael.
“Sudahlah, kalau dengan adanya aku membuat kalian semua pusing mendingan aku aja yang pergi dari sini,” kataku, lalu aku berlari keluar rumah. Michael dan Chris mengejarku.
“Michelle, tunggu,” teriak Michael.
Aku menoleh ke belakang. Tidak sadar aku sudah berada di tengah jalan dan sebuah mobil berjalan ke arahku.
“Michelle awas!” teriak Chris.
Mobil tersebut berhasil menghantamku, dengan waktu yang singkat aku tertabrak dan semuanya gelap gulita.
***
Aku terbangun di sebuah kamar rumah sakit, aku mencoba melihat ke sekitarku. Aku melihat Michael dan Chris yang duduk di sofa, mereka tertidur. Baru kali ini aku melihat mereka berdua di dalam satu ruangan tanpa ada perdebatan sedikit pun.
Aku mencoba untuk menggerakkan tanganku, dan berhasil. Lalu aku mencoba menegakkan badan tapi aku gagal, badanku terasa sangat sakit. Badanku rasanya seperti hancur.
“Aw,” aku meringis kesakitan.
Aku memegang perutku yang terasa cukup aneh, “Michael, Chris,” panggilku kepada mereka berdua.
Mereka membuka mata dan langsung terkejut melihatku yang sudah bangun dari tidurku.
“Kamu udah bangun?” tanya Michael seraya berjalan cepat ke arahku.
Aku mengangguk, “apa yang terjadi denganku?” tanyaku.
“Kamu kecelakaan,” jawab Chris yang berdiri di samping Michael.
“Terus kehamilanku?” tanyaku dengan penuh harapan bahwa kehamilanku baik – baik saja.
“Tuhan memberi keajaiban buat kamu, anak kehamilanmu baik – baik aja,” jawab Michael.
“Tapi kaki kiri kamu patah, jadi kamu butuh waktu cukup lama untuk berjalan kembali,” lanjutnya.
Aku meneteskan air mata, aku sedih mendengar bahwa aku tidak dapat berjalan untuk beberapa saat, “gimana aku hidup sendiri dengan kondisi yang kayak gini.”
Aku menutup wajahku dengan tanganku, aku menangis sejadi – jadinya. Aku sangat tidak mau kalau aku lumpuh untuk waktu yang sangat lama.
“Tapi kamu kan bisa sembuh,” ucap Michael seraya mengelus kepalaku.
“Iya, tapi lama,” keluhku.
Aku mengusap air mataku, “tapi aku bersyukur Tuhan sudah menyelamatkan kandunganku,” tambahku, lalu aku tersenyum tipis kepada mereka berdua.
Walaupun kehamilan kamu selamat, tapi kamu masih harus melakukan operasi di kaki kamu. Waktu kamu ketabrak 3 hari lalu, mobil itu lebih mengenai kaki kamu karena posisi badan kamu yang menghadap samping,” jelas Chris kepadaku.
“Yang paling penting kamu ada di sini sekarang. Aku bersyukur banget kamu dan bayi kita selamat,” ucap Michael seraya memeluk dan mengelus perutku.
“Ngomong – ngomong, aku udah koma selama 3 hari?” tanyaku kepada Michael dan Chris.
“Iya, kamu koma 3 hari,” jawab Chris singkat.
Aku menghela nafas, “terus orang tua kamu kemana?” tanyaku kepada Michael.
“Mereka udah gak mau ikut campur dengan urusanku lagi. Mereka udah balik ke New York,” jawab Michael. kemudian Michael mencium kepalaku dengan penuh kasih sayang.
Michael memelukku dengan erat, “sekarang lebih baik kamu fokus dulu dengan kesembuhan dan kehamilan kamu dulu ya.”
Aku mengangguk, “iya.”
Michael dan Chris membantuku merawatku di rumah sakit, kecelakaan ini membuat kaki kiriku butuh operasi yang lebih banyak lagi untuk memulihkanku seperti semula. Michael dengan setia menungguku, Chris juga sangat baik kepadaku. Aku jadi berpikir tentang ibuku yang sama sekali tidak pernah membalas pesanku.
“Apa mom tau kalau aku kecelakaan?” tanyaku kepada Michael.
Michael tampak gundah ketika mendengar pertanyaanku, ia meletakkan minumannya di meja dan berjalan mendekatiku, “iya aku udah kasih tau soal kecelakaan ini ke mom,” jawab Michael.
“Terus sekarang mom belum sampai di Huntington Beach?” tanyaku lagi.
“Mom bilang gak sempat untuk ke sini. Dia cuma bilang untuk jagain kamu,” balas Michael.
“Apa? Mom gak ada sama sekali niatan untuk menjenguk aku?” tanyaku.
Michael menggelengkan kepalanya.