“Lu serius? Michelle masih sakit, lagian ini kan udah malam,” ujar Michael.
Chris tersenyum tipis, “lu tenang aja, kita gak usah yang aneh – aneh, jalan – jalan biasa aja pakai mobil gue.”
“Gak ah, lagian gimana caranya bawa kabur Michelle? Bajunya yang tadi kotor banget, masa mau pake seragam pasien,” balas Michael.
Chris menyentuh bahu Michael, “lu tenang aja ya, ada gue.”
Michael menjauhkan badannya dari Chris, “lu mau nyoba jadi friendly sama gue nih ceritanya?”
“Stop it, we’re friends now,” jawab Chris seraya tersenyum lebar.
Michael mengangguk dengan cepat seraya memanyunkan bibirnya, “ya ya ya, terserah lu.”
Chris berdiri dari tempat duduknya, lalu ia mengangkat cairan infus, “ayo, lu gendong Michelle gue megang cairan infus.”
“Lu serius? Gak bercanda kan?” tanya Michael dengan wajah kebingungan.
“Ya serius lah,” jawab Chris.
Michael menggendongku, lalu kami berjalan keluar dari kamar dengan hati – hati. Kami melihat ke sekitar ruangan, untung saja para suster sedang tidak berlalu lalang di sekitar lorong luar kamarku.
Kami berjalan menuju parkiran dengan cepat tapi waspada. Michael menggendongku dengan sangat hati – hati, aku merasakan detakan jantungnya yang begitu cepat. Ini adalah pertama kalinya aku merasakan ketakutan dicampur dengan rasa bahagia.
“Lewat sini,” bisik Chris, seraya membuka pintu belakang rumah sakit.
Kami keluar dari gedung rumah sakit lewat pintu belakang yang jarang orang – orang lewati. Akhirnya kami sampai juga di halaman rumah sakit, ada beberapa orang yang sedang duduk seraya menatap kami keheranan.
“Gila lu Chris,” ucap Michael.
Lampu di halaman rumah sakit tidak terlalu terang pada malam hari, itu membuat kami dengan mudah menyelinap keluar dari sini. Kemudian Michael mendudukkanku di bangku penumpang di dalam mobil.
“Ayo cepat masuk,” desak Chris sambil menyalakan mobil.
Michael dengan buru – buru masuk ke dalam mobil, ia duduk di sampingku.
Setelah kami bertiga masuk ke dalam mobil, Chris langsung menancapkan gas dan keluar dari area rumah sakit.
“Hahaha, sumpah lu nekat juga ya,” ucap Michael seraya tertawa.
Chris ikut tertawa terbahak – bahak, “hahaha, ini pertama kalinya gue punya ide gila kayak gini sih.”
“Gue gak berani sih kalau nyelinap keluar dari rumah sakit sendirian dengan Michelle,” balas Michael.
“Hahaha kan lu orangnya kaku dari dulu,” kata Chris.
Michael menyentuh pundak Chris, “iya emang lu yang dari dulu selalu punya ide yang gak pernah gue pikirin.”
Melihat mereka berdua tertawa seperti ini membuat hatiku tentram. Aku belum pernah melihat mereka akrab seperti ini sebelumnya. Tidak ada emosi ataupun dendam lagi di dalam diri mereka.
Michael melirikku, lalu ia mengelus kepalaku, “aku senang kalau kamu senyum lagi.”
“Aku senyum lagi berkat kalian, thanks ya guys,” ujarku.
Chris melihatku melalui kaca spion tengah, “sama – sama.”
Tatapan mata Chris yang ia berikan kepadaku sungguh sempurna. Senyuman yang terlukis di bibir manisnya membuat aku bersyukur dapat diberi kesempatan ketiga kalinya dari Tuhan untukku bernafas.
Aku menyandarkan kepalaku di bahu Michael. Aku merasakan kenyamanan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak pernah berpikir untuk bisa menghabiskan waktu bersama dua orang yang aku cintai.
“Let’s go guys, kita have fun malam ini,” seru Michael.
“Wuhuu,” teriak Chris.
Aku tertawa kecil melihat tingkah konyol mereka berdua.
Chris menjalankan mobilnya menuju perbukitan yang cukup jauh dari rumah sakit. Lalu sesampainya di sana, kami bertiga turun dari mobil dan berdiri di dekat pagar pembatas.
“Ini tempat kita berantem Michael,” ucap Chris seraya menikmati pemandangan.
Michael mengernyitkan dahinya, “emang kita pernah berantem di sini?” tanya Michael kepada Chris.
“Lu lupa apa ya? Ingat gak waktu itu kita berantem soal Kiara? Ayo coba lu ingat lagi,” balas Chris.
Michael diam sejenak untuk mengingat kejadian tersebut, “oh iya, kita waktu itu ketemu di sini. Hahaha, please jangan di bahas lagi.”
“Hahaha, okay aku gak akan bahas soal ini,” kata Chris seraya tertawa.
Chris merangkul bahuku dengan erat, “are you happy?”
Aku mengangguk seraya tersenyum kepada Chris, “yes, I am happy.”
Michael merangkul aku dan Chris, “pertemanan ini benar – benar aneh.”
Chris tertawa sambil menunduk, “hahaha, I know. Tapi ini seru sih, siapa yang bisa kayak kita? Aku rasa gak ada.”
“Kita harus foto bertiga,” kata Michael, lalu ia mengambil hp dari saku celananya.
Kami bertiga tersenyum melihat ke kamera. Momen ini memang harus diabadikan. Momen langka yang tidak pernah terbayangkan olehku. Kami tertawa lepas bersama, menikmati kebersamaan yang sangat berarti. Aku berharap pertemanan yang baru saja kami bangun tidak akan pernah runtuh.
“Aku bahagia banget berkat kalian,” ucapku.
Chris melirikku, “iya, aku juga bahagia. Aku sudah lelah dengan pertengkaran yang sebenarnya sangat tidak penting.”
“Aku juga,” balas Michael.
“Oiya aku ada makanan di mobil,” kata Chris, lalu ia berjalan masuk ke dalam mobil dan mengambil beberapa snack untuk kami nikmati bersama – sama.
Kami bertiga duduk di bangku panjang, aku duduk di tengah tepat di antara mereka berdua. Dengan ditemani keripik singkong, aku menikmati bintang dan cahaya bulan yang indah.
“Udah bertahun – tahun aku kesepian, aku baru sadar inilah yang aku butuhkan, bukan pertengkaran,” ujar Michael.
Chris memindahkan tatapannya menuju Michael, “lu ngerasa kesepian?” tanya Chris heran.
Michael mengangguk, “iya, tapi sekarang udah enggak. Permusuhan emang menyedot energi ya.”
“Iya memang,” balas Chris singkat.
“Aku suka ada di sini, nikmati langit malam ditemani dua orang paling berarti di hidupku,” kataku.
“Senang deh bisa jadi orang spesial di hidup kamu,” balas Michael seraya menyenggol pelan bahuku.
Aku tersenyum malu dan menunduk, “aku jadi malu dengan kalian.”
“Kenapa?” tanya Chris.
“Aku udah nyakitin kalian berdua, tapi kalian malah baik sama aku,” jawabku.
Chris menyentuh punggung tanganku, “sudah ya, kamu gak usah bahas itu lagi.”