“Non, bangun. Mas Zaky ada di depan.” Eleena menggeliat pelan, tetapi tidak mengindahkan ucapan Bi Neni. Kantuk masih membuainya, sekalipun nama Zaky terdengar begitu jelas di telinga. Malah dia semakin mengeratkan selimut, tidak punya rencana bangun dalam waktu dekat. “Katanya, Non hari ini diajak ke rumah dia. Ada yang mau bicarakan dengan orang tuanya Mas Zaky.” Bi Neni masih tidak menyerah, beliau bahkan duduk di tepi ranjang, menepuk pelan punggung Eleena yang membelakanginya. “Tadi Bibi minta nunggu di ruang tamu. Udah dibuatin teh sama dikasih pisang goreng juga. Semoga dimakan Mas Zaky.” “Usir aja, Bi. Aku nggak mau ke mana-mana hari ini.” “Lho? Kasian, Non.” “Jangan tertipu tampang, dia itu licik,” dengkusnya dengan suara serak. Sedetik kemudian Eleena membuka mata, mengubah