Selesai salat magrib, Eleena menahan pergelangan Zaky saat pria itu akan bangkit. Dengan alis berkerut dan bibir mengerucut, dia menceritakan pertemuan sekaligus menunjukkan kontrak yang diberikan Mbak Kika tadi siang. “Nggak masuk akal banget, kan? Ya aku tau aku orang baru, tapi harusnya mereka nggak boleh gitu sama aku.” Terlihat sorot tajam dari mata Zaky saat membaca isi kertas tersebut, tetapi tak bertahan lama. Hilang sekejap seiring dengan embusan napas beratnya. “Tidak usah ambil kerjaan ini. Yang bikin kontrak sepertinya orang yang tidak punya otak.” “Iya, nggak punya otak!” sahut Eleena menggebu-gebu, tetapi sedetik kemudian dia baru menyadari satu hal, “Eh, apa? Kaget aku denger Mas ngomong kasar.” “Saya serius, Leena.” “Okay-okay, aku juga serius.” Menegakkan punggungnya,